"Jangan lo pikir gue enggak tahu apa yang lo lakukan sama cewek gue," Aldi baru saja mengantarkan Salsha pulang, dan sekarang dia kembali ke markas dengan sedikit marah. "Apa? gue enggak tertarik sama cewek lo, dia terlalu kecil dan kurus gue enggak suka type lo,"
"Gue tahu ini baru perkiraan gue aja, tapi kalau sampai gue tahu lo melakukan pelecehan sama cewek gue, lo tahu gue akan gimana. Gue enggak main-main soal Salsha, dia pacar gue, paham?" Devan menganggukan kepalanya santai.
"Gue enggak suka sama dia, postur tubuhnya bukan gue banget. Lo sepupu gue, lo juga tahu gimana tipe gue, gue suka yang menggoda," "Devan menaik turunkan alis matanya berusaha menggoda Aldi.
"Ternyata lo masih sama, brengsek lo masih ada. Gue yakin, lo enggak suka sama cewek gue. Makasih, gue tahu type lo gimana. Maaf gue mikir yang enggak-enggak sama lo, gue cuma memperingati lo diawal," Aldi mengambil jaket yang sudah dia letakan dikepala sofa yang tadi sempat ditaruhnya.
"Gue pulang dulu," pamit Aldi menepuk bahu kanan sapupunya, Aldi sudah tahu jika Devan akan tidur dimarkas karna dia belum pulang ke rumahnya, mungkin juga tidak. Mereka berdua tidak akur, dan Aldi juga sedikit miris melihatnya.
"WIGA, BURUAN GUE MAU PULANG. LO IKUT ENGGAK?" teriak Aldi mengajak wiga yang masih sibuk dengan permainannya di ruang bermain. "BENTAR LAGI, INI MAU MENANG!!" Wiga membalas berteriak pada Aldi dengan tanya yang masih afokus pada layar komputer.
"LAMA, GUE TINGGAL!" Aldi memainakan kunci mobilnya diputar-putarkan dijari telunjuknya. Kepalanya masih memikirkan kenapa Salsha tiba-tiba saja menangis. Apa yang membuatnya tidak nyaman. Hari ini Salsha aneh, saat ditanya dia terdiam. Dan saat Aldi menanyakannya pada Devam sepupunya, sepupunya tidak melakukan apapun.
Aldi tahu Devan bukan cowok baik-baik, dia pernah masuk Rumah Sakit Jiwa, menginap di penjara, dan sering tertangkap polisi bermain ONS dibeberapa bar dan hotel. Dia tahu hidup Devan benar-benat sulit, untuk setiap hari ataupun kedepannya.Apa lagi, Dady Devan benar-benar mencintai uangnya.
Jujur Aldi sedikit paham dengan ketidak nyamanan Salsha pada markasnya, semua teman yang Aldi biarkan disini hampir sama seperti Devan, mereka korban rusaknya rumah tangga orang tuanya.
Awal ceritanya Aldi memiliki uang tabungan, dan dia sama skeali tidak memikirkan untuk membeli rumah. Sampai saat Sekolah Menengah Pertama, dia merasa jika dirumah terkadang membuatnya merasa tertekan. Bunda terlalu sibuk dengan pekerjaannya, Ayahnya sibuk sampai jarang sekali pulang. Aldi kesepian.
Tapi, Bunda masih memberinya kasih sayang yang membuat Aldi merasa sangat diperhatikan. Keluarga Aldi harmunis, dia membeli rumah hanya untuk berlibur. Namun, peegaulan bebas memaksanya mengerti jika kenakalan remaja membuatnya merasa pikirannya menjadi luas. Dan pada akhirnya Aldi bertemu dengan yang lainnya.
"BANGSAT, GILA. BENTAR LAGI GUE MENANG, SETAN!!" umpat Wiga saat melihat Aldi menghilang dari pintu utama begitu melihat Wiga sangat malas. Sebelum Wiga berjalan membuntuti, Wiga mengambil jaket dan tas sekolahnya dengan berlari.
•••
"Astaga. Lo kenapa? Itu bibir lo bengkak, mata lo sembab. Lo habis diapain?" tanya Argo yang terkejut dengan penampilan Nita yang menarik perhatiannya. Kekhawatira kembali datang padanya, mengingat Nita memang satu orang yang berhasil mencuri hatinya. "Siapa yang buat sakit gini? gue mau buat perhitungan sama dia. Gue engga---"
"Diem Go, lo buat gue semakin pusing," Nita memotong ucaoan Argo, meliriknya tajam karena merasa kurang nyaman terus ditanyai hal-hal pribadi padanya. "Tapi, jawab dulu pertanyaan gue. Lo habis diapain, dan itu sama siapa?"
"Emang mau lo apain setelah lo tahu kalo ini luka dari siapa? dan apa alasan dibalik luka ini?" Nita membalik pertanyaan Argo yang tiba-tiba terdiam, Argo masih ingat saat Nita menyuruhnya untuk menjauhinya kemarin. Dan itu baru saja kemarin, tapi Argl tidak bisa.
"Gue akan bales luka yang sama, dan mungkin aja lebih dari yang lo terima," jawab Argo melihat wajah Nita serius dengan sedikit meeingis. "Cowok gue yang lukain gue, stop dulu. Lo jangan potong ucaoan gue, gue belum selesai ngomong," Nita terus saja membantah saat Argo akan mengatakan umpatannya tidak terima.
"Lo, masalah utama gue,"
"Maksud lo?"
"Gara cemburu, baru aja kemarin gue ngomong sama lo buat jauhin gue dulu. Kenapa lo maksa buat ketemu dan maksa gue pulang bareng. Sebenernya lo paham enggak si maksud gue apa? gue risih dideket lo dan kenapa lo masih ngikutin gue terus? Kita cuma temen, dan lo berperilaku kalo gue pacar lo. Go, gue udah punya pacar. Apa maksud lo deketin gue, lo mau rusak hubungan gue sama pacar gue, iya?" Argo menggelengkan kepalanya tidak bermaksud buruk pada Nita.
"Nita, gue enggak bermaksud,"
"Apa ini yang lo mau, lo mau setiap hari gue berangkat sekolah dengan luka kaya gini? Kalo ini mau lo, lanjutin. Lanjutin apa yang menurut lo benar dan lo akan terus lihat gue luka setiap hari," Argo menunduk, apakah mencintai orang yang tidak mencintainya sesulit ini. Apa sesakit ini juga, Argo bahkan belum mengatakan perasaannya, namun hati Argo terasa diperas kencang. Sakit.
"Nit."
"Cukup Go, gue benar-benar capek lihat muka lo yang pura-pura munafik," Nita berdiri meninggalkan Argo dengan diam.
"Gue suka sama lo," ucap Argo mengatakan perasaan, apapun yang terjadi katakan saja jika jawabannya menyakitkan coba rasakan saja satu hari dan berbahagialah dihari berikutnya karena kalian sudah merasa lega sudah mendapatkan jawabannya
Wiga melihatnya, dari jauh, matanya terus memperhatikan Nita yang berbalik arah pada Argo. Wiga berjalan jauh tidak ingin melihatnya lebih jauh. Nita kembali berkhianat. Untuk ke sekian kalinya Wiga merasakan sakitnya dikhianati lagi, lagi, dan lagi.
•••.
"Coba jelasin sedikit sama aku," minta Aldi saat melihat Salsha sudah kembali rileks, Aldi tahu Salsha memang tidak pandai menutupi sesuatu darinya. Didalam pelukannya Aldi Salsha merasa cukup gelisah. Sentuhan Aldi membuat Salsha semakin sensitif. Salsha melepas pelukannya dan melihat ekspresi Aldi dengan tajam. Yang ditatap justru canggung dan bingung.
"Kenapa?" Salsha menggelengkan kepalanya masih belum ingin menceritakannya. "Aku mau tanya sama kamu," Salsha menyatukan tangan Aldi pada tangannya. "Apa?"
"Yang kemarin itu, sepupu kamu?" Salsha memainkan tangan Aldi menekuk-nekunya dan meluruskan sebagai mainan, itu hanya untuk mengalihkan rasa gugupnya saja.
"Iya, kenapa? kan aku udah cerita," jawab Aldi bingung dengan pertanyaan Salsha. "Menurut kamu dia orangnya gimana? keliatannya kamu deket sama dia," Aldi diam, dia berusaha berfikir keras. Aldi bingung menjawabnya, seperti saat Devan kakak yang menyayangi adiknya, Devan sebagai kakak brengseknya. "Gimana ya," Aldi menggaruk lehernya yang tidak gatal, dia ragu untuk menjawab juga. "Jadi gini, Devan itu sepupu aku. Menurut aku, Devan punya dua sudut pandang yang berbeda,"
"Yang pertama, dia orangnya brengsek, bangsat, dan enggak tahu aturan. Dia paling enggak suka sama orang ngatur dia, Devan suka kebebasan selain brengsek, dia suka berbau sex. Jadi, dari sekian banyak orang yang aku takuti. Aku takut sama Devan karena dia brengsek, dia enggak bisa meninggalkan kebiasaan buruknya. Devan berbeda dari yang lain, dia benci ikatan, setahu aku Devan enggak bisa terikat sama siapapun sampai detik ini yang, itu yang aku tahu. Buruknya lagi Devan penyayang,"
Kesimpulannya, Devan menggunakan sex sebagai kebutuhan. Jika itu benar, apa dua tahun yang lalu Salsha juga akan diperlakukan buruk juga? "Tapi tenang,"
"Aku akan selalu berusaha melindungi kamu, sama penjahat kelamin itu. Lagipula, Devan enggak suka sama kamu. Kamu kan cuma punya aku, yang wajib suka ya cuma aku. Devan sendiri yang bilang sama aku,"
'Kalo gue enggak menarik bagi Devan, kenapa kemarin dia, aish,'
"Devan baik," final Aldi. 'Lo nilai Devan baik, tapi gue yakin setelah lo tahu kejahatan Devan terhadap gue. Lo akan membalik fakta itu,'
"Itu aja?" tanya Salsha masih belum puas dengan jawaban Aldi. "Iya, Devan baik sebagi kakak sepupu gue," sambung Aldi selanjutnya, Salsha melihat serius pada pacarnya. Kemudian Aldi tertawa renyah. "Kamu bingung kenapa aku lebih banyak jelasin jeleknya aja?" Salsha mengangguk.
"Karena bagi aku, Devan enggak banyak baiknya juga. Pergaulan aku buruk karena diajarin Devan, jadi menurut aku Devan punya banyak sisi jelek dari sisi baiknya,"
"Ka-kamu?"
"Enggak, aku cuma pernah dua kali walaupun itu itu enggak sepenuhnya sadar," Mata Salsha masih melihat Aldi tidap percaya. "Aku mau sama kamu, tapi besok. Enggak apa-apa kan?" Salsha memukul kepala Aldi keras.
"Aduh, kenapa. Aku mau sama kamu besok selesai nikah, ayo buat anak yang banyak Salsha,"
Satu kali lagi, Devan adalah orang dibalik orang yang meminta orang melakukannya