Sementara di belakang tenda tidak jauh dari peristiwa itu terjadi, Zein tersenyum.
"Jika tuan tidak mencegahku keluar tadi, tentu saya tidak bisa melihat peristiwa menarik ini. Mereka menyambutnya dengan kekaguman. Siapa sebenarnya Giggs ini?"
Alan tersenyum pahit, "Aku juga tidak menduga Giggs ada di tenda itu. Tenda-tenda di sana memang tempat istirahat para penjaga. Setelah melakukan tugasnya, mereka akan tidur di sana.
Untuk siapa itu Giggs, dia adalah putra tunggal mantan kapten penjaga desa. Terakhir kali saya melihatnya, dia sedang memimpin para penjaga senior untuk mempertahankan gerbang desa."
"Saya turut berdukacita. Seekor Harimau pasti memiliki anak seekor harimau. Saya melihat potensi yang besar pada Giggs. Berapa umurnya sekarang?" Tanya Zein sambil melihat Giggs di kejauhan, yang rupanya diberi sebatang roti oleh Aran.
"Umurnya baru 15 tahun," Kali ini Alan berbicara dengan bangga. Seakan Giggs adalah anaknya sendiri.
Zein hanya dapat menoleh kepada Alan dengan heran, lalu kembali melihat Giggs dengan takjub. Zein mengetahui arti perkataan Alan. Giggs akan menjadi prajurit yang hebat jika dia diberi kesempatan untuk tumbuh.
Di kejauhan terlihat Aran dan teman-temannya melambaikan tangan mereka dan meninggalkan Giggs. Giggs lalu terlihat mengatakan sesuatu, tapi tidak terdengar oleh Zein dan Alan yang cukup jauh dari sana.
"Mari ke tenda saya. Saya rasa tidak akan ada masalah lagi dengan Aran."
"Baiklah."
Alan lalu berbalik dan bersiap meninggalkan tempat itu. Saat Zein akan berbalik, dia mendapati Giggs menoleh ke arahnya dengan ekspresi penuh pertanyaan. Zein sempat terkejut, lalu dia tersenyum dan mengangguk kepada Giggs.
Giggs yang memandangnya dengan rasa penasaran, membalasnya dengan anggukan.
***
Tenda yang ditempati Alan tidak berbeda dengan yang ditempati para pengungsi lainnya, justru lebih kecil karena hanya ditempati olehnya. Sedangkan pengungsi lainnya harus saling berbagi. Di dalamnya terdapat selimut tebal yang sepertinya digunakan untuk tidur, sebuah meja kayu yang dibuat seadanya, sebuah wadah air dan beberapa cangkir dari tembikar dan sebuah obor kecil yang ditempatkan di samping meja.
Zein duduk setelah dipersilahkan oleh Alan. Alan sendiri duduk di balik meja. Dia lalu mengambil dua cangkir dari tembikar dan mengisinya dengan air yang sudah disiapkan di wadah air, dan meletakkannya di meja di antara mereka.
"Sebelum Anda bertanya, bolehkah saya menanyakan sesuatu?" Alan bertanya.
"Tentu."
"Apa yang akan anda lakukan di dunia kami?"
"Sejujurnya, niat utama saya untuk bertualang di dunia ini. Saya datang ke sini tanpa mengetahui apa yang terjadi di dunia ini. Untuk itulah saya ingin bertanya kepada anda mengenai dunia ini," Zein berkata sejujurnya.
Mendengar bahwa pemain di gim ini disebut sebagai anak bintang yang datang dari dunia lain. Zein tidak ingin mengarang cerita tentang dirinya. Sejak mendengar cerita latar yang disampaikan sebelum dia membuat karakter, dia tahu bahwa keberadaan dunia lain sudah diketahui oleh penduduk di gim ini.
Saat ini dia berada di planet Ina, yang diyakininya sebagai salah satu dunia di gim ini. Tapi dia tidak ingin mengambil kesimpulan dari informasi yang terlalu sedikit itu. Untuk itulah dia ingin bertanya langsung kepada penghuni dunia ini.
Alan dan Zein lalu melakukan dialog panjang. Dari Zein, Alan mendapatkan gambaran siapa sebenarnya 'anak bintang'. Zein menjelaskan waktu di dunia ini lebih cepat tujuh kali dari dunia asalnya. Zein juga mengatakan bahwa para anak bintang pada dasarnya tidak terlalu takut atas kematian, karena kematian di dunia ini bukan berarti diri mereka mati di tempat asalnya.
Mendengar beberapa penjelasan Zein, Alan beberapa kali termenung. Zein dengan sabar menunggu dan kembali menjelaskan jika diminta. Bagi Zein, informasi seperti ini tidak penting walaupun diketahui NPC, dan tanpa beban menjelaskan dengan jujur. Yang tidak dia katakan adalah ini semua hanyalah permainan, yang pasti akan melukai perasaan Alan.
Saat Alan menanyakan motivasi Zein datang ke dunia ini, Zein menjawab dengan jujur, "Saya datang untuk hidup lebih lama. Seperti yang saya katakan, waktu di dunia ini lebih cepat dari dunia saya."
"Bukankah anda akan menjadi tua juga jika terus berada di dunia ini?"
"Sejujurnya saya tidak tahu, tapi sepertinya tidak."
Alan menatap wajah Zein dengan pandangan iri untuk beberapa saat. Wajah Zein memerah karenanya, Zein hanya dapat berdeham.
"Maafkan saya, tapi itu sangat menakjubkan," Alan tersenyum pahit.
"Saya yang seharusnya meminta maaf. Baiklah, izinkan saya menanyakan beberapa pertanyaan tentang dunia ini."
"Tentu, silahkan."
Zein lalu menanyakan banyak hal tentang dunia ini. Alan menjawab hampir semua pertanyaan Zein sesuai pengetahuannya. Karena Alan sudah memegang administrasi Desa Greenwall selama puluhan tahun, wawasannya cukup luas.
Zein baru tahu jika Alan sebenarnya bukan kepala Desa Greenwall, Alan adalah bendahara Desa Greenwall. Dia tidak tahu keberadaan kepala desa. Terakhir dia melihat kepala desa bersama keluarganya melarikan diri menggunakan kereta kuda bersama beberapa warga desa yang kaya ke arah kota Mint. Tapi Alan tidak yakin, mereka dapat selamat dari kejaran musuh.
Setelah berbincang-bincang beberapa jam, langit sudah mulai gelap, obor-obor mulai dinyalakan. Zein sudah mulai akrab dengan Alan. Pribadi Alan yang rendah hati membuat Zein hormat kepadanya. Alan pun menyukai kepribadiannya yang jujur dan terbuka.
Melihat hari menjelang petang, Zein berkata kepada Alan, "Terima kasih banyak atas waktu dan informasi yang tuan berikan. Kalau boleh sekali lagi saya meminta sesuatu, bolehkah saya menginap di pengungsian malam ini? Saya akan melanjutkan petualangan besok pagi."
"Tentu saja. Anda dapat tidur di sini. Tenda ini hanya saya yang menghuni."
"Saya sangat berterimakasih, tapi saya lebih suka beristirahat di dekat perapian. Ngomong-ngomong, ini untuk anda," Zein memberikan lima batang roti.
"Terimakasih, baiklah jika begitu. Anda dapat beristirahat di api unggun mana pun yang anda sukai."
Setelah berbasa-basi sejenak dengan Alan, Zein mohon diri dan berjalan menuju danau. Para pengungsi tidak lagi terlalu bersikap waspada kepadanya, Zein menyapa setiap pengungsi dan mereka menyambutnya dengan ramah.
Suasana pengungsian menjadi lebih ramai saat sore hari. Beberapa laki-laki masih sibuk menyalakan obor ataupun api unggun. Sedangkan para wanita sibuk membagikan mangkuk-mangkuk dari gerabah yang berisi sejenis sup. Dari aromanya, Zein menduga isinya adalah ikan dan mungkin beberapa tumbuhan.
Seorang gadis remaja mendekati Zein, dengan malu-malu memberikan semangkuk sup tersebut kepadanya. Zein menerimanya dengan senang hati, dan memberi gadis tersebut dengan sebatang roti. Gadis itu menerimanya dengan gugup, dan setelah berterimakasih, pergi dengan ceria.
Zein terus berjalan menuju danau, dan mendapati beberapa anak bersenandung sambil memandang ke arah matahari tenggelam. Nada senandung tersebut ternyata agak mirip dengan tembang dolanan tradisional di daerah Jawa. Senandung itu berisi doa kepada Tuhan untuk melindungi mereka di kegelapan malam.
Zein sebelumnya telah menanyakan kepada Alan, adakah Tuhan yang disembah di dunia ini. Alan menjawab bahwa di dunia ini mereka mempercayai adanya Tuhan, tapi karena mereka tidak mengetahui nama-Nya, mereka hanya menyebut-Nya dengan kata 'Tuhan'. Saat Alan menanyakan apakah Zein menyembah Tuhan, Zein mengiyakannya.
Diantara anak-anak yang bersenandung, Zain mendapati seseorang yang dia kenal, dia adalah Aran. Bersama lebih banyak teman, anak itu bersenandung dengan ceria.
Tidak ingin mengganggu mereka, Zein meninggalkan mereka dan terus berjalan, hingga akhirnya sampai sekitar 10 meter dari permukaan air danau. Tidak seberapa jauh dari Zein berdiri, dua penjaga mengelilingi api unggun, di tangan mereka masing-masing terdapat semangkuk sup ikan.
Zein lalu mendekati mereka, "Selamat sore tuan-tuan, boleh saya bergabung?"
Ketua penjaga lalu melihat ke arah Zein. Seorang penjaga berumur sekitar 30 tahunan lalu berkata, "Oh... Bukankah anda seorang anak bintang yang tadi datang? Silahkan... Silahkan...."
Temannya tidak berkomentar, dia hanya tersenyum dan mengangguk kepada Zein.
Zein lalu duduk di seberang mereka, "Terima kasih sudah mempersilahkan saya untuk bergabung, saya berniat untuk beristirahat di sini malam ini, Apakah kalian berdua berkenan?"
"Tentu Kami sangat senang menerima anda di sini. Lebih banyak teman, bukankah akan lebih baik? Benarkan Tom?" Penjaga yang berumur sekitar 30 tahunan itu menjawab.
"Ten... Tentu...," Jawab Tom agak gugup. Di mata Zein, Tom berumur sekitar 17 tahunan.
"Kenalkan... Nama saya Zein," Zein berkata sambil mengulurkan tangannya.
"Namaku Eto, senang bertemu dengan anda," Eto lalu menjabat tangan Zein. Tom pun ikut menjabat tangannya.
Zein lalu memberikan sebatang roti masing-masing kepada keduanya. Zein mengambil lagi sepotong daging asin dan sebatang roti dan memakannya. Mereka lalu menikmati makan malam mereka.
Zein dan Eto lalu mengobrol, Tom lebih banyak berdiam diri dan mendengarkan obrolan mereka. Berapa lama, Tom terlihat lebih nyaman, dan sekali-kali menimpali.
Cukup lama mereka mengobrol, hingga mereka sepertinya kehabisan topik untuk mengobrol. Setelah itu mereka hanya terdiam.
Zein lalu berbaring, dan memandangi langit malam. Mungkin karena dia berada di sebelah perapian, bintang-bintang tidak seberapa kelihatan. Tapi suasana yang hening dan angin yang sejuk membuat Zein mengantuk. Setelah meminta izin kepada kedua penjaga untuk tidur, Zein memejamkan matanya.
Walaupun dia kelihatan tertidur, Zein hanya setengah tertidur. Bagaimanapun juga, mereka baru bertemu, Zein tetap berhati-hati dengan menaruh pedangnya di atas perutnya dan tangan kanannya memegang gagang pedangnya. Dia sudah terbiasa melakukannya di alam liar di Soul Realm. Sebagai pemain solo dia harus selalu berhati-hati.
Melihat sikap Zein, Eto dan Tom tidak tersinggung. Mereka memaklumi sikap Zein, yang merupakan orang asing di sini. Mereka justru terheran-heran, melihat sikap tidur Zein yang sepertinya biasa, tapi mereka merasa terintimidasi. Seakan-akan mereka merasa jika seseorang menyerang Zein saat itu, pedangnya akan segera terhunus dan menyerang balik. Tidak ada satupun celah pada postur tidur Zein.
***
Tengah malam, suasana pengungsian sunyi, sebagian besar pengungsi telah tidur lelap. Hanya beberapa penjaga yang menjaga beberapa pos penjagaan dan sebagian lainnya melakukan patroli.
Tiba-tiba kesunyian malam dipecahkan oleh suara nyaring yang berbunyi dengan irama cepat.
Teng...
Teng...
Teng...
Mendengar suara yang aneh, Zein langsung terbangun dan berdiri. Dengan waspada dia melihat sekeliling dan lalu menatap kedua penjaga yang terlihat tegang, "Apakah kalian tahu arti isyarat itu?"
"Mu... Musuh! Itu tanda ada musuh hendak menyerang," Tom menjawab dengan tegang. Tangan kirinya lalu mengambil sebuah busur dan tangannya yang lain meletakkan tempat anak panah di belakangnya.
Setelah mendengarnya, Zein tidak menunggu mereka berdua dan langsung berlari ke arah isyarat itu berbunyi.
***