webnovel

Bye Kota A

Sudah dua bulan waktu berlalu sejak kematian Yuri, namun hatiku masih kacau seperti saat itu. Aku menjatuhkan diriku diatas ranjang, lalu kembali menangis. Menangisi kebodohanku yang lagi-lagi terulang, lagi-lagi membuat diriku kembali merasakan kehilangan. Aku membencinya, kebodohanku, kecerobohanku, aku sangat membencinya.

Tiba-tiba dadaku terasa sesak, seperti tidak ada udara yang masuk ke dalam tubuhku. Aku meringis menahan sesak di dadaku ini, namun tetap saja tidak ada pasokan udara yang berhasil ku rasakan.

Sesaat kemudian aku bisa kembali bernafas, aku menghirup banyak-banyak udara yang masuk ke dalam paru-paruku. Sepertinya penyakitku ini akan kambuh jika aku merasa setress, aku mencoba untuk tenang.

Aku merasa begitu banyak cobaan yang datang menghampiriku, kematian mama, papa, Yuri, dan kini mengidap gejala hipoksia. Apalagi yang akan terjadi nanti?

Mengingat semua hal itu, hatiku kembali terasa sakit dan sesak. Berbeda dengan yang kurasa sebelumnya, sesak ini terasa amat menyiksa. Bahkan tubuhku terasa lemah tak berdaya, bagai tiada lagi kekuatan untuk bertahan.

Ingatanku kembali berputar bagaikan memory kelam penuh darah, hatiku kian teriris ribuan pisau. Tiba-tiba wajah kak Kiano datang, memberikan sedikit rasa lega pada diriku. Aku harus bertahan, demi kak Kiano yang masih membutuhkanku.

"kakak, aku akan datang. Aku akan menemuimu, lalu kita akan bersama selamanya. Jauh dari kota ini, jauh dari semua kekacauan ini. Kak Kia, tunggulah aku." gumamku sedih.

Tanpa memikirkan apapun lagi, aku melangkah keluar dari rumah sewa ini. Dan pergi ke mansion utamaku, untuk mengambil keperluan yang di butuhkan untuk pindah ke London.

Aku menyiapkan koper, dan membawa beberapa pakaian serta barang-barang penting. Lalu aku melangkah untuk memberitahu pada para pelayan jika aku akan pergi, dan mereka memahami perintahku untuk menjaga mansion ini.

Untuk menghemat waktu, aku memilih menaiki taksi agar lebih santai. Tidak butuh waktu lama, taksi tiba di depan gerbang mansion. Aku menaikinya, dan meminta supir untuk mengantar ke bandara internasional.

1 jam waktu perjalanan menuju bandara, akhirnya kini aku sampai di lobi depan bandara. Ada beberapa pemeriksaan disana, dengan santai aku menjalani semua pemeriksaan itu.

Setelah menjalani semua pemeriksaan dan syarat, kini aku sudah memasuki pesawat tujuan London, Inggris. Beberapa saat lagi pesawat ini akan take off, aku memilih untuk tidur saja agar tidak terlalu merasakan jet lag nantinya.

Sebelum itu aku mematikan ponsel lebih dulu, agar perjalanan ini tidak terganggu baru setelahnya aku terpejam. Hanya beberapa menit memejamkan mata, aku langsung merasa nyaman sekali. Akhirnya aku tertidur, tertidur dengan lelap.

.

.

.

.

.

Pesawat yang aku tumpangi telah mendarat di bandara internasional London, aku berbaris menunggu antrian koper. Sampai akhirnya koperku terlihat, aku langsung mengambilnya dan melangkah keluar dari bandara.

Aku mengaktifkan kembali ponselku untuk menghubungi kak Kiano, namun banyak sekali notifikasi yang bermunculan membuat ponselku terus bergetar sejak aku menghidupkannya tadi.

"kenapa malah Michael yang banyak mengirimi pesan? Sedangkan kak Kiano malah tidak mengirimiku pesan satu pun, padahal aku kan menunggu pesannya. Aku harus menelponnya, dimana alamat rumahnya yah?" gumamku kesal, lalu menekan beberapa tombol untuk menghubungi kak Kiano.

Tidak lama kemudian suara nada tersambung terdengar di telingaku, disusul suara berat yang sarat akan rasa lelah.

"halo?" sapa kak Kiano.

"kakak, kenapa?" tanyaku khawatir saat mendengar nada suara kak Kiano.

"aku baik-baik saja, hanya kelelahan. Ada apa sayang?" jawab kak Kiano.

"jangan bohong! Kakak pasti terlalu banyak bekerja bukan? Sudah ku bilang, lupakan saja soal pekerjaan itu dan istirahat!" omelku dengan kesal.

"kakak tidak apa-apa Kisha, kenapa kau kesal?" balas kak Kiano sambil terkekeh.

"kirimkan alamatmu sekarang!" titahku ketus, lalu mematikan sambungan telpon dengan kak Kiano.

"dasar kak Kiano, awas saja jika aku datang dia sedang berbaring di kasur. Akan ku paksa dia diam di rumah selama seminggu, mengesalkan sekali." gumamku dengan kesal.

Tidak lama kemudian ponselku bergetar, tanda ada pesan masuk. Dengan segera aku membuka, dan benar saja itu sms dari kakakku yang memberitahu alamat rumahnya.

Aku menghentikan taksi yang melaju pelan di depanku, lalu menaikinya dan memberi supir alamat tujuanku. Butuh waktu 30 menit untuk sampai di mansion Almora, aku memilih mengistirahatkan tubuhku sesaat.

.

.

.

.

.

Akhirnya aku sampai di mansion Almora, aku turun dari taksi di depan gerbang mansion. Dapatku lihat, mansion ini sama seperti mansion kami di kota A. Luas, mewah, dan sepi. Itulah mansion Almora, entah disana atau disini semua sama saja.

"who are you?" ucap salah seorang penjaga gerbang padaku, ku yakin dia tidak mengenalku.

"I want to meet Kiano Almora, is he at home?" jawabku seadanya, kulihat dia meneliti penampilanku.

"who are you? what is the need to meet our master?" tanya pria penjaga itu lagi, belum percaya sepenuhnya padaku.

"you guys are just wasting my time, you idiot!" balasku mulai kesal dengan penjaga satu ini.

Tanpa berkata lagi aku melewati mereka dan masuk ke dalam mansion, semua penjaga yang ada disana menatapku tajam. Mereka langsung mengejarku, dan mengepungku didalam mansion.

"you are challenging me? are you stupid?" gumamku dingin, lalu bersiap melawan mereka.

Mereka menyerangku satu persatu, teknik yang terlihat familiar dan sangat ku kenal. Aku siapa yang mengutus mereka, tapi setidaknya aku tenang dengan hal ini. Itu artinya kakakku memang di jaga ketat selama ini, dan kini akulah yang akan turun langsung menjaga kakakku.

"stop!" ucapku pada para penjaga itu yang sudah tergeletak namun bangkit kembali siap menyerang.

Aku mengambil ponselku dan menghubungi Michael, beberapa saat terdengar nada sambungan lalu akhirnya suara seorang pria terdengar diponsel itu. Mendengar suara itu, para penjaga itu terkejut.

"halo hubby? Kau dimana? Kenapa kau mengundurkan diri? Hubby kau ada masalah? Aku di rumahmu dan kau tidak ada, kau kabur kemana?" tanya Michael beruntun setelah panggilan itu terhubung.

"sialan kau Michael! Kenapa anak buahmu malah menyerangku disini!" kecamku kesal.

"hah? Anak buahku? Dimana?" tanya Michael bingung.

"sudahlah, tapi aku senang mereka menjaga kakakku dengn baik. Kau memang pintar, dan juga bodoh." ungkapku dengan seringai puas, lalu aku menutup sambungan telpon itu.

Kulihat anak buah Michael memucat saat tatapan dingin dan tajamku mengarah pada mereka, sepertinya mereka ketakutan karna tau aku memiliki hubungan dengan jendral mereka.

"aku Alexa, adik dari Kiano Almora. Kalian aku maafkan, sekarang jagalah di depan. Jika ada yang mencurigakan, laporkan padaku!" titahku pada para penjaga suruhan itu.

Mereka menunduk, lalu berlarian meninggalkanku yang masih berdiri di depan koperku.

"dasar" keluhku dengan sinis.

Lalu aku melangkah menaiki tangga, mengecek satu persatu ruangan dalam mansion ini. Sampai akhirnya aku sampai di satu kamar, namun aku mendengar sesuatu yang belum pernah kuduga sebelumnya.

Aku merapatkan pendengaranku pada pintu yang sedikit terbuka, mendengarkan percakapan antara kak Kiano dengan seseorang.

Chapitre suivant