webnovel

MEDITASI

"Tidak bisakah kau mengetuk pintu saja?" tanya Hailee dengan suara pelan. Dia menatap Ramon dengan tatapan yang polos dan membuat wajahnya terlihat tanpa ekspresi, seolah dia tidak sedang berada dalam masalah besar.

Well, setidaknya Hailee mencoba untuk membuat masalah ini terlihat tidak sebesar kelihatannya, walaupun Ramon tidak berpikir demikian.

Ramon mematikan gergaji listrik di tangannya dan memberikan benda itu pada seorang pria di sampingnya. Hailee tidak memiliki waktu untuk melihat siapa pria itu, ataupun peduli siap dia. Kali ini, dia benar- benar berada dalam masalah besar.

Siapa yang menyangka kalau masalah sepele seperti; Hailee yang menolak keinginan Ramon, justru malah berakhir seperti ini.

"Apa yang kau katakan barusan?" tanya Ramon dengan nada suara yang tenang, tapi Hailee mengetahui betul, kalau pria ini tidak setenang kelihatannya. Hal itu dapat dengan mudah terbaca dari pancaran matanya yang terlihat begitu geram.

"Mm," Hailee bergumam. "Aku berkata, kenapa kau tidak mengetuk pintu saja…" lalu dia melambaikan tangannya ke arah pintu yang sudah tidak keruan bentuknya. "Kau merusak pintu kamarku."

Ramon melangkah mendekati Hailee dan gadis itu mundur, berusaha menjauhi pria ini. "Aku sudah mengetuk beberapa kali tadi, tapi sepertinya kau tidak mendengar," balas Ramon.

"Oh," Hailee menggigit bibirnya dengan gugup dan berhenti melangkah mundur ketika punggungnya menabrak lemari dibelakangnya dan Ramon memerangkap dirinya diantara kedua lengannya. "Bukankah kita harus pergi?" tanya Hailee dengan wajah yang polos.

"Jadi, sekarang kau setuju untuk pergi denganku?" tanya Ramon dengan nada yang sama.

"Tentu saja aku setuju," jawab Hailee buru- buru. Dia berusaha menghindari menatap Ramon, tapi pria itu tepat berada di depan wajahnya dan dengan jantungnya yang berdegup cepat, sama sekali tidak membantu Hailee untuk berpikir jernih.

Bahkan pikirannya sendiri mengkhianatinya ketika sebuah pikiran nakal melintas di benaknya. Hailee benar- benar ingin memukul dirinya sendiri karena masih dapat berpikir seperti itu dalam situasi seperti ini!

"Haruskah kita pergi sekarang?" tanya Hailee, dia melirik Ramon untuk dua detik, sebelum akhirnya mengalihkan perhatiannya lagi ke tempat lain. "Kalau menundanya kita bisa terlambat."

"Hm," Ramon mengangguk setuju dan melepaskan kungkungannya pada Hailee dan berjalan mundur dua langkah untuk memberikan gadis ini sedikit ruang untuk bergerak.

"Tapi, aku harus berganti pakaian dulu, tidak mungkin aku bertemu dengan orang- orang penting di perusahaanmu dengan mengenakan pakaian seperti ini, bukan?" tanya Hailee, mencoba untuk mengulur waktu.

Tapi, tentu saja Ramon telah mempelajari Hailee dengan cukup baik dan mulai membaca trik- trik yang biasa gadis ini gunakan.

"Baiklah, kau bisa berganti pakaian," ucap Ramon acuh tak acuh, dia kemudian berjalan ke pintu, tapi sebelum itu dirinya berbalik dan menatap Hailee. "Sepuluh menit," dia berkata. "Kalau dalam sepuluh menit kau tidak selesai, maka aku akan membawamu pergi dengan pakaian apapun yang kau kenakan saat itu."

Ternyata Ramon tidak keluar dari kamar Hailee, melainkan dia duduk di atas single sofa yang tadi Hailee sempat duduki untuk menikmati usaha Ramon dalam membuka pintu kamarnya.

"Sepuluh menit?" Hailee mengerutkan dahinya dengan tidak senang, terutama ketika dia melihat Ramon justru duduk di dalam kamarnya. "Setidaknya keluar dari kamarku, sehingga aku bisa berganti pakaian."

"Kau bisa berganti pakaian di dalam bathroom," jawab Ramon yang mengangguk ke arah pintu lain di dalam kamar tersebut. "Sembilan menit lagi," ucapnya.

Hailee hanya membuang- buang waktu kalau dia ingin berdebat dengan pria ini, karena tidak akan ada kemungkinan dia akan memenangkan perselisihan tersebut.

Lalu dengan langkah berat yang Hailee sengaja, dia berjalan ke arah lemarinya dan mengambil sebuah dress berwarna putih dan berjalan dengan bersungut- sungut ke arah bathroom.

"Tidak perlu untuk mengunci pintunya," ucap Ramon ketika Hailee berjalan melewatinya. "Karena kalau kau tidak mendengarku mengetuk pintu, maka aku akan masuk dengan cara yang sama seperti tadi," ucapnya dengan santai, yang lalu mengambil ponselnya untuk memeriksa beberapa email yang masuk sambil menunggu Hailee selesai.

==============

Hailee mengenakan dress putih yang panjangnya mencapai lutut dan dihiasi dengan obi berwarna senada, tapi bordiran timbul yang terlihat cantik dengan beberapa batu- batu kecil berwarna- warni di skeitar obinya, membuat penampilan Hailee terlihat anggun dan manis.

Pakaian ini adalah pakaian yang Lis belikan untuknya kemarin dan beruntungnya, Lis membeli segalanya dengan warna yang mudah untuk dipadu padankan, sehingga Hailee tidak sulit menemukan sepatu yang sesuai dengan dress yang dia kenakan, juga beberapa aksesoris yang telah Lis persiapkan untuknya.

Hanya dengan sekali berbelanja bersama, Hailee dapat merasakan keinginan Lis untuk memiliki anak perempuan dan mendandaninya, karena ketimbang Hailee, Lis jauh lebih bersemangat untuk melihat ke semua toko dan mendapatkan barang- barang yang menurutnya cocok untuk Hailee, tidak peduli dengan uang yang harus dia keluarkan.

"Masuk," Ramon berkata saat Hailee ragu- ragu untuk melangkah maju dan memasuki mobil.

Gadis itu melirik pria di sebelahnya, dan walaupun dia telah mengenakan high heel, Ramon masih terlalu tinggi untuk diimbangi.

"Masuk, atau haruskah kau kugendong?" tanya Ramon dengan wajah yang serius. Kalau dia saja tidak akan berpikir dua kali untuk menggergaji pintu kamarnya, maka menggendong Hailee untuk masuk ke dalam mobil, bukanlah suatu masalah besar baginya, bukan?

Hanya saja, kali ini rasa kesal Hailee lebih besar daripada keinginannya untuk menantang Ramon dan membuat pria itu menggendongnya.

Maka dengan bersungut- sungut dia masuk ke dalam mobil dan duduk manis sambil menatap lurus ke depan, sementara Ramon menutup pintunya perlahan lalu masuk ke sisi mobil satunya tidak beberapa lama kemudian.

Setidaknya pria ini masih tahu bagaimana bersikap selayaknya seorang gentleman.

Kemudian, sepanjang perjalanan kembali ke kantor, Ramon disibukkan dengan gadgetnya, memantau dan menyelesaikan urusan- urusannya yang tertunda karena harus menjemput Hailee dan menghabiskan banyak waktu hanya untuk menyeretnya keluar dari dalam kamar.

Karena Ramon tidak mengajaknya berbicara, maka Hailee pun tidak mengatakan apa- apa.

Tapi, setelah tiga puluh menit berdiam diri, Hailee mulai merasa bosan dan berkata. "Bisakah kau menyalakan music? Atau radio?" tanya Hailee dengan sopan.

Namun, sebelum sang sopir paruh baya yang mengantarkan mereka, melakukan apa yang Hailee minta, Ramon telah menolaknya lebih dulu.

"Tidak, aku tidak suka kebisingan," ucapnya tanpa mengalihkan pandangannya sama sekali.

"Tapi aku bosan, terlalu hening," gerutu Hailee.

"Aku butuh keheningan untuk berkonsentrasi," jawab Ramon.

Namun, lima belas menit kemudian, Hailee mulai bernyanyi sambil bergumam dan mengetuk- ngetukkan kakinya.

"Diam," ucap Ramon memperingatkan. "Jangan berisik.

"Ini tidak boleh, itu tidak boleh. Aku merasa seperti sedang bermeditasi," balas Hailee dengan nada yang kesal.

Chapitre suivant