webnovel

Bab 4

Dunia terasa berhenti berputar, rasanya tubuh Nadine ingin ambruk. Entah apa lagi yang akan terjadi selanjutnya. Baru saja ibu mertuanya pulang setelah puas memakinya. Dan sekarang datang seorang wanita yang menanyakan suaminya. Nadine hanya bisa berdo'a semoga hal buruk tidak terjadi, dan semoga pernikahan yang ia jalani tidak terancam.

"Maaf, Mbak siapa ya?" tanya Nadine.

"Aku Alexa, tunangan mas Devian." Alexa mengulurkan tangannya, tak lupa ia menyebut namanya.

Nadine terdiam setelah mendengar pernyataan itu. Sudah terjatuh, tertimpa tangga pula, mungkin itu yang tepat untuk Nadine. Belum hilang rasa sakit karena hinaan dari ibu mertuanya. Dan sekarang ia harus mendengar pernyataan pahit dari wanita masa lalu suaminya. Alexa adalah tunangan Devian yang pergi demi mengejar karirnya sebagai model.

"Maaf, mas Devian tidak ada di rumah," ucap Nadine dengan menahan air matanya agar tidak terjatuh.

Alexa menghela napasnya. "Kalau boleh tahu, mas Dev pergi kemana? Lalu kamu siapa."

Seketika Nadine memandang wajah wanita cantik di hadapannya. "Mas Devian pergi ke Batam untuk urusan kerja. Lalu aku ... aku Nadine istri mas Devian."

Alexa terperanjat setelah mendengar pengakuan Nadine. "Kamu istrinya? Kamu jangan bercanda deh, nggak mungkin mas Devian menikah dengan wanita lain. Karena aku tunangannya."

Nadine terdiam sejenak, ia mencoba mencerna setiap ucapan Alexa. Nadine masih ingat bagaimana kisah cinta Devian dan Alexa. Wanita berambut pirang itu pergi saat akan bertunangan dengan Devian, hal ini membuat pria beralis tebal itu merasa kecewa dan sakit hati. Alexa lebih memilih karirnya dari pada bertunangan dengan pria yang sangat mencintainya.

"Tunangan? Tunangan yang kabur saat hari pertunangan itu tiba," ucap Nadine dengan nada menyindir.

Plak.

Satu tamparan mendarat di pipi putih Nadine, Alexa tidak terima dengan apa yang sudah Nadine katakan. Meski ia tahu jika semua itu benar, tapi seorang Alexa tidak pernah mau salah dan disalahkan. Nadine mengusap pipinya, bekas tamparan yang cukup keras meninggalkan rasa sakit. Mata Alexa memerah karena menahan amarahnya.

"Kamu berani bicara seperti itu denganku, iya! Kamu pikir, kamu itu siapa!" bentak Alexa.

"Kamu pasti wanita murahan yang sengaja mengambil kesempatan untuk mendekati mas Devian, iya 'kan! Lalu dengan licik kamu menikah dengan mas Devian, ayo ngaku." Alexa mendorong tubuh Nadine hingga jatuh ke lantai.

"Astaghfirullah." Nadine memegangi lututnya yang sedikit terasa sakit.

Setelah itu, Alexa pergi tanpa memperdulikan Nadine, wanita berambut pirang itu melangkah keluar dari rumah Devian. Setelah Alexa pergi, Nadine bergegas bangun dan duduk di sofa, ia tidak menyangka kalau masa lalu suaminya akan hadir kembali. Apa yang akan terjadi nanti, jika Devian tahu kalau Alexa kembali. Mungkinkah Devian akan merasa senang, atau sebaliknya.

***

Saat ini Devian baru saja selesai dengan urusan pekerjaannya. Awalnya ia mengira akan menghabiskan waktu sampai seminggu, tetapi hanya tiga hari saja sudah selesai. Dan besok pagi Devian bisa pulang ke Jakarta. Jujur, selama di Batam, pikiran Devian selalu teringat pada Nadine, meski ia tahu istrinya sudah berbohong, tetapi ia masih ingat bagaimana pengorbanan Nadine, untuk bisa mengubah luka menjadi cinta.

"Nadine, andai saja kamu tidak berbohong." Devian mengusap wajahnya. Saat ini ia tengah duduk santai di sofa, dengan memandangi langit malam.

"Dev, jadi besok kita pulang ke Jakarta?" tanya Amara yang tiba-tiba datang dengan membawa secangkir teh manis hangat.

Devian menoleh sekilas. "Iya, memangnya kenapa."

"Em, gimana kalau kita liburan dulu," saran Amara. Berharap Devian mau menyetujui sarannya itu.

Kening Devian berkerut. "Liburan."

"Iya liburan. Aku tahu, kamu itu butuh liburan, kamu pasti bosan kan di rumah terus. Apa lagi ... gimana kamu mau kan." Amara duduk di sebelah Devian.

Devian terdiam sejenak. "Sorry, aku nggak bisa."

"Kenapa? Ayolah, Dev. Aku tahu masalah yang kamu hadapi itu. Lebih baik kita senang-senang, kamu lupakan saja istri tidak tahu diri itu," ucap Amara yang membuat Devian sedikit tersentak.

"Tapi perlu kamu ketahui, aku dan Nadine baru saja menikah. Apa kata orang jika tahu aku pergi tanpa seorang istri. Aku harap kamu paham dengan apa yang aku ucapkan, selamat malam." Devian bangkit dan berjalan masuk ke dalam kamar.

Amara mendengkus kesal. "Baik, lihat saja nanti. Aku pastikan kamu akan bertekuk lutut di hadapanku, Devian."

Setelah itu, Amara pun memutuskan untuk kembali ke apartemennya yang bersebelahan. Kali ini usahanya telah gagal, tapi lain waktu ia pastikan tidak akan gagal lagi. Sebelum tidur, Amara terlebih dahulu menghubungi Sarah untuk memberitahu jika besok pagi mereka akan kembali ke Jakarta. Sarah pasti kecewa karena usahanya untuk mendekatkan Devian dan Amara telah gagal.

Matahari telah terbit, cahayanya sudah bersinar terang. Pagi-pagi sekali Devian sudah bersiap-siap untuk berangkat ke bandara, begitu juga dengan Amara. Setelah mereka siap, keduanya bergegas keluar dari apartemen. Namun Devian terkejut saat membuka pintu apartemennya, seorang wanita yang sangat ia kenal sudah berdiri di depan pintu.

"Alexa." Mata Devian menatap tak percaya dengan apa yang ia lihat.

"Mas, apa kabar," sapa Alexa dengan tersenyum manis.

"Dev, buruan berangkat nanti kita ketinggalan pesawat," ucap Amara dari dalam. Seketika Amara terdiam saat melihat Devian tengah bersama dengan wanita lain.

"Alexa, dia," desis Amara.

Devian terkesiap saat menyadari jika Amara sudah berdiri di sampingnya. "Amara, kamu tunggu di bawah saja ya."

"Oh, ok. Tapi jangan lama-lama." Amara tersenyum simpul, setelah itu ia segera menutup pintu apartemennya dan beranjak pergi.

"Mas." Alexa memegang tangan Devian.

"Maaf, tapi aku harus pergi. Sebentar lagi pesawat ke Jakarta akan segera .... "

"Mas, tolong beri aku waktu untuk bicara," potong Alexa dengan cepat.

Devian terdiam sejenak. "Ok, aku kasih kamu waktu lima menit. Sekarang cepat katakan ada apa."

Alexa menghembuskan napasnya. "Aku minta maaf, Mas. Aku tahu aku memang salah sudah pergi di saat hari bahagia kita. Tapi aku ngelakuin ini ada alasannya."

"Cukup, aku tidak ingin mendengar apapun lagi. Aku sudah maafin kamu, tapi tolong jangan ganggu aku lagi. Hubungan kita sudah berakhir Alexa, aku harap kamu bisa menerimanya," ungkap Devian. Jujur, ia sangat kecewa dengan apa yang sudah Alexa lakukan.

"Tapi, Mas .... "

"Sudah, aku harus kembali ke Jakarta hari ini juga," potong Devian dengan cepat. Ia segera menutup pintu apartemen dan beranjak pergi.

"Apa semua ini gara-gara wanita itu, wanita yang mengaku-ngaku sebagai istrimu," ucap Alexa. Seketika Devian menghentikan langkahnya.

Devian menghentikan langkahnya, dan membalikkan badannya. "Maksud kamu."

"Iya, kemarin aku datang ke rumahmu. Tapi yang aku temui seorang wanita berjilbab, dan mengaku sebagai istrimu. Apa itu benar, Mas?" tanya Alexa, matanya menatap lekat wajah Devian.

"Untuk apa Alexa datang ke rumah, itu artinya Nadine sudah bertemu dengan dia, dan mungkin .... " terka Devian dalam hatinya.

"Iya, dia istriku. Sudah, aku bisa terlambat." Devian kembali melanjutkan langkahnya, tanpa memperdulikan Alexa.

"Ok, aku memang terlambat. Tapi aku berjanji, aku pasti bisa mendapatkan kamu lagi," desis Alexa dalam hati. Ia tidak akan pernah mundur untuk bisa mendapatkan apa yang pernah dimilikinya.

***

Saat ini Nadine tengah sibuk mengerjakan tugas rumah, meski bi Mirna sudah melarangnya tetapi wanita berjilbab itu tetap kekeh untuk ikut mengerjakan tugas rumah. Nadine merasa bosan jika harus duduk dan duduk saja, bahkan siang ini Nadine tengah menyulap lahan kosong yang berada di sebelah kolam menjadi taman. Banyak bunga dan tumbuhan lain yang ia tanam.

Saking senangnya, Nadine sampai tidak tahu jika Devian sudah sampai di rumah. Pria beralis tebal itu, saat ini tengah berdiri di dekat jendela kaca. Matanya memandangi istrinya yang berada di samping kolam. Senyum terukir di bibir Devian, entah apa yang membuatnya tersenyum. Mungkin ia baru menyadari jika sang istri mempunyai hobi menanam bunga.

"Bi, tolong panggilkan Nadine," ucap Devian.

"Baik, Tuan." Bi Mirna bergegas keluar untuk menghampiri Nadine.

"Permisi, Nyonya. Tuan memanggil, Nyonya," ucap bi Mirna.

"Ah, iya. Sebentar lagi aku masuk." Nadine tersenyum. Setelah itu ia bergegas menyudahi aktivitasnya.

Setelah mencuci tangan, Nadine bergegas masuk ke dalam rumah. Tujuannya adalah ke ruang tengah di mana Devian telah menunggunya. Entah kenapa dada Nadine terasa berdenyut tak beraturan, ia merasa heran kenapa tiba-tiba suaminya memanggilnya. Mungkinkah ada hal yang penting, atau menyangkut dengan Alexa. Benak Nadine terus-menerus menerka-nerka.

"Mas Devian tadi manggilku?" tanya Nadine. Saat ini ia tengah berdiri di samping sofa di mana suaminya duduk.

"Duduk." Devian menunjuk sofa di samping kirinya.

Nadine bergegas menjatuhkan bobotnya, bermacam-macam pertanyaan muncul di benaknya. Nadine berharap bukan sesuatu yang buruk yang akan Devian katakan, karena ia merasa takut saat melihat sorot mata suaminya yang seperti singa hendak menerkam mangsanya. Sementara itu, Devian masih ragu dengan apa yang akan dia katakan.

Devian menghembuskan napasnya. "Nanti malam ikut denganku untuk menghadiri resepsi pernikahan rekan kerjaku. Jujur, mama menyuruhku untuk mengajak Amara. Tapi aku menolaknya, aku masih memikirkan status kita, apa kata orang jika aku pergi dengan wanita lain. Aku harap kamu paham."

Nadine menganggukkan kepalanya. "Iya, Mas. Aku paham, jam berapa kita pergi."

"Jam tujuh. Ya sudah aku mau istirahat dulu," ucap Devian. Setelah itu ia bangkit dan beranjak menuju ke kamar.

"Mas Dev tidak makan dulu," tawar Nadine. Hal itu membuat Devian menghentikan langkahnya.

"Sudah tadi," jawab Devian, setelah itu ia kembali melanjutkan langkahnya.

Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat, setelah shalat isya. Nadine langsung bersiap-siap, gamis brokat berwarna cream dengan kombinasi kain satin melekat indah di tubuh mungilnya. Tak lupa jilbab dengan warna yang senada. Setelah siap, Nadine bergegas keluar dari kamar. Sementara itu saat ini Devian tengah menunggunya di ruang tengah.

Devian terkejut saat melihat penampilan istrinya, jujur ia terpesona melihat kecantikan Nadine. Namun Devian terlalu gengsi untuk mengakuinya, karena kesalahan yang Nadine perbuat yang membuat Devian seperti itu. Setelah mereka benar-benar siap, keduanya bergegas keluar dan akan segera berangkat.

Dalam perjalanan, Devian tak henti-hentinya melirik ke arah di mana istrinya duduk. Sementara itu, Nadine memilih untuk melihat ke luar jendela. Meski ia akui, jika Nadine juga terpesona dengan ketampanan suaminya itu. Setelan jas berwarna hitam, melekat di tubuh kekar Devian. Sungguh sempurna, tidak heran jika banyak yang berkeinginan untuk menjadi pendamping hidupnya.

***

Lamborghini Gallardo berwarna merah berhenti di pelataran gedung yang bernuansa putih. Devian dan Nadine bergegas turun dari mobil, keduanya berjalan masuk ke dalam gedung megah tersebut. Nadine tak henti-hentinya memandang kagum pada gedung yang kini ia datangi. Devian menunjukkan kemesraan di hadapan para tamu yang datang.

Namun mereka tidak tahu apa yang sesungguhnya, bahkan Niko rekan kerja Devian juga tidak tahu. Devian langsung mengajak Nadine untuk menemui Niko dan wanita yang telah menjadi istrinya. Tak lupa mereka juga memberikan selamat pada pengantin baru tersebut. Dalam hati Nadine merasa sangat bahagia, karena bisa sedekat itu dengan suaminya. Meski hanya sebagai pemanis saja.

"Selamat ya, akhirnya sah juga," ucap Devian sembari menjabat tangan Niko dan juga istri Niko.

"Terima kasih ya. Gimana, Dev. Udah jadi belum." Niko menepuk bahu Devian, lalu matanya melirik ke arah Nadine.

Devian hanya tersenyum. "Santai aja, baru aja nikah. Belum ada sebulan."

"Haha, ok lah. Ditunggu kabar baiknya saja," ujar Niko dengan tertawa.

Sementara istri Niko hanya tersenyum, begitu juga dengan Nadine. Namun dalam hati Nadine terasa sakit, saat mengingat masalah yang tengah menerpanya. Bahkan ia khawatir jika dirinya sampai hamil sebelum Devian menyentuhnya. Jika itu sampai terjadi, maka tidak akan ada harapan lagi untuk bisa membuat Devian kembali mencintainya.

Saat ini Devian dan Nadine tengah duduk, Devian terlihat sibuk berbicara dengan teman-temannya. Sementara Nadine memilih untuk diam, tidak ada satu orang pun yang ia kenal. Semua tamu yang datang kebanyakan dari kalangan pengusaha. Sesekali Nadine melirik suaminya, betapa beruntungnya bisa memiliki pendamping hidup seperti Devian.  Sudah tampan, cerdas, hidupnya juga mapan.

Namun, selang sepuluh menit samar-samar Nadine mendengar berita tak enak di telinga. Meja yang tak jauh darinya tengah sibuk bergosip sembari melihat ponsel milik mereka masing-masing. Bahkan, tiba-tiba Nadine mendengar mereka menyebut namanya, hal itu membuat wanita berjilbab itu menjadi panik. Pikiran pun menjadi tidak tenang. Nadine mencoba untuk tetap berpikir positif.

"Nggak nyangka ya, cantik-cantik tapi kok kelakuannya seperti itu," ucap salah seorang wanita berpakaian seksi.

"Iya. Jilbab hanya sebagai kedok saja. Tapi kelakuannya tidak beda dengan wanita di luar sana," timpal salah seorang wanita berambut sebahu.

"Betul, bikin malu suami sama keluarga saja. Padahal suaminya itu CEO di perusahaan terbesar di Jakarta loh," sambung salah seorang wanita.

Perkataan demi perkataan telah terekam jelas di telinga Nadine, begitu juga dengan Devian. Pria beralis itu mulai merasa panas saat mendengar nama Nadine disebut-sebut oleh mereka. Saat hendak bangkit, tiba-tiba ponselnya berdering, takut ada yang penting Devian segera merogoh saku jasnya dan mengambil benda pipih miliknya itu.

Seketika mata Devian membulat sempurna setelah membuka pesan yang baru ia terima. Mata tajamnya memerah, lalu menatap Nadine dengan tatapan yang mematikan. Hal itu membuat Nadine semakin merasa panik dan juga khawatir. Wanita berjilbab itu dapat merasakan jika dirinya dalam bahaya, terutama saat melihat sorot mata suaminya.

Hidup tak pernah berjalan dengan mulus, terkadang masalah selalu datang menerpa. Namun percayalah, seberat apapun beban masalah yang kita hadapi saat ini. Tidak akan melebihi batas kemampuan kita.

Chapitre suivant