Happy Reading
Dengan wajah kesal dan juga kening yang berkerut, Imelda bangkit dan berdiri di hadapan Brian yang masih terduduk di dalam bathtub. Wanita itu memegangi handuk basah yang masih bisa menutupi sebagian tubuhnya. "Pejamkan matamu! Aku akan keluar dari bathtub ini," serunya pada sang suami.
"Untuk apa aku memejamkan mata, aku juga sudah melihat semuanya," sahut Brian dengan cepat.
Begitu mendengar tanggapan Brian kepadanya, secara spontan Imelda langsung menyemprotkan air kepada pria yang sudah basah kuyup bersamanya itu. "Dasar pria mesum!" kesalnya pada suaminya sendiri. Setelah menunggu beberapa saat, Brian sama sekali tak memejamkan matanya. Imelda menjadi semakin kesal dan kehilangan kesabarannya. Dengan gerakan cepat dan tepat sasaran, dia melemparkan handuk basah itu ke wajah pria di depannya lalu langsung berlari meninggalkan kamar mandi.
Brian hanya senyum-senyum sendiri di dalam bathtub sambil mendengarkan suara sang istri yang terus menggerutu dengan suara yang terdengar cukup jelas di telinganya. "Dasar, Istri kesayanganku," gumamnya sambil membersihkan dirinya dari busa yang menempel di tubuhnya. Setelah selesai, dia berdiri di dekat pintu sambil mengintip istrinya yang berdiri di dekat ranjang. "Sayang. Tolong ambilkan handuk, atau aku akan keluar sekarang juga," goda Brian sambil berdiri di dekat pintu kamar mandi.
Tanpa menunggu lama, Imelda mengambil selembar handuk bersih dari dalam lemari pakaian suaminya. Kemudian dia melangkahkan kakinya menuju pintu kamar mandi. "Jangan coba-coba keluar!" Wanita itu mendekatkan dirinya ke depan pintu. "Cepatlah ambil! Sebelum aku berubah pikiran dan membawanya kembali," lanjut Imelda sambil memberikan handuk itu pada seorang pria yang masih bersembunyi di belakang pintu kamar mandi.
"Terima kasih, Sayang," sahut Brian sambil mengambil handuk dari tangan istrinya. Dengan sekali gerakan, dia sudah menutupi tubuh bagian bawahnya lalu beranjak keluar dari kamar mandi. Dia pun mengambil baju di dalam lemari pakaiannya sambil sesekali melirik ke arah sang istri yang masih memandanginya dengan tatapan sangat aneh. "Sayang. Mengapa kamu menatapku sejak tadi? Apakah kamu ingin membantuku memakai baju?" goda Brian sambil tersenyum penuh arti.
Mendadak wajah Imelda langsung merona karena terlalu malu. Rasanya dia langsung berdebar-debar begitu mendengar Brian yang secara terang-terangan menggoda dirinya. "Brian. Mengapa kamu begitu sering memanggilku dengan sebutan 'Sayang'?" tanyanya dengan wajah tidak suka. Imelda merasa sedikit terganggu mendengar suaminya memberikan sebuah panggilan yang begitu mesra terhadap dirinya. Dia masih berpikir jika pria yang baru saja dinikahinya itu sama sekali tak mencintainya.
"Kamu juga boleh memanggilku dengan sebutan itu, Sayang." Brian mendekatkan dirinya pada wanita yang terlihat sangat gelisah dan salah tingkah itu. Bahkan jarak di antara mereka hanya beberapa centimeter saja.
"Jangan harap aku akan melakukan itu. Dasar pria playboy yang mesum!" kesal Imelda sambil berjalan keluar dari kamar itu. Sejak keluar dari kamar itu, dia terus saja menggerutu dengan sikap Brian kepadanya. Imelda pun beberapa kali mengungkapkan kata umpatan karena kekesalannya pada sang suami. Dia tak pernah sadar jika seseorang sedang memperhatikan dirinya sejak keluar dari kamar itu.
"Apa yang membuatmu sangat kesal, Sayang?" Tiba-tiba saja Adi Prayoga sudah berdiri tak jauh dari menantu kesayangannya. Pria melemparkan sebuah senyuman lembut pada wanita yang terlihat kesal setelah keluar dari kamarnya. "Apa Brian yang membuatmu begitu kesal?" tanyanya lagi sambil melangkah kakinya mendekati Imelda. Dia pun mengusap lembut kepala wanita di depannya itu dengan penuh kasih sayang. Bahkan Adi Prayoga memperlakukan Imelda seperti anaknya sendiri.
Imelda bisa merasakan kasih sayang yang tulus dari ayah mertuanya. Dia sangat beruntung memiliki Adi Prayoga di sampingnya. Wanita itu merasakan jika ayah mertuanya itu sudah seperti ayah kandung baginya. "Sejak kapan Papa berada di sini?" tanyanya sambil mengulas senyuman hangat pada sang ayah mertua.
Pria itu sedikit menarik Imelda dan mengajaknya duduk di sebuah kursi di teras samping rumah itu. "Papa sudah melihatmu ketika sangat kesal sambil mengeluarkan beberapa kata umpatan." Adi Prayoga senyum-senyum melihat menantunya yang terlihat sangat malu karena mendapati dirinya yang menggerutu cukup jelas.
Imelda langsung menutup mulutnya sendiri dengan kedua jemari tangannya. Lalu menundukkan kepalanya tanpa mengatakan apapun pada pria yang sudah bersikap sangat baik terhadapnya. Namun dia sedikit terkejut saat Adi Prayoga menepuk lembut pundaknya. Imelda pun menengadahkan wajahnya dan memandang sang ayah mertua. "Maaf, Pa. Mungkin di mata Papa, Imelda sudah sangat tidak sopan," sesalnya dengan wajah yang terlihat cukup bersalah.
"Tidak, Sayang. Papa sama sekali tidak berpikir seperti itu. Di mata Papa, kamu adalah wanita terbaik bagi Brian. Jika kamu sampai kesal, Papa yakin itu pasti karena anak laki-laki yang bodoh itu," hibur Adi Prayoga pada menantunya.
Seolah mendapatkan kesempatan emas, tiba-tiba saja Imelda merasa mempunyai peluang untuk menggali informasi tentang seorang wanita yang sudah melahirkan suaminya. Dia sudah sangat tidak sabar mengetahui kebenaran yang selama ini tidak diketahuinya. "Papa ... Imelda ingin menanyakan sesuatu yang sedikit pribadi pada Papa. Semoga Papa tidak keberatan menjawab pertanyaan ini," ucap Imelda dengan penuh harap.
"Apa yang ingin kamu ketahui, Sayang?" Adi Prayoga menjadi sangat penasaran dengan sesuatu yang begitu membuat menantu kesayangannya itu sangat ingin tahu.
Sebuah tarikan nafas yang cukup dalam terdengar jelas dari hembusan nafas Imelda. Dia sedang menyiapkan dirinya untuk menanyakan sesuatu yang sangat pribadi pada ayah mertuanya. Meskipun hatinya berdesir hebat, jantungnya pun seolah akan segera melompat keluar, Imelda harus memuaskan rasa penasaran di dalam dirinya. "Di mana keberadaan Tante Natasya? Maksud Imelda, Mama Natasya." Sebuah pertanyaan yang cukup bergetar karena rasa takut dan juga penasaran tentang sebuah kebenaran yang sejak lama sedang ditutupi oleh Adi Prayoga.
Pria itu langsung menghela nafasnya cukup dalam. Adi Prayoga sedikit terkejut mendengar pertanyaan yang diajukan oleh menantunya. Dia berpikir sejenak untuk memberikan sebuah jawaban yang bisa memuaskan rasa ingin tahu seorang Imelda Mahendra. "Kamu menanyakan tentang mamanya Brian ya ... Natasya memilih untuk menikmati kesendiriannya sambil menjadi seorang dokter di sebuah tempat terpencil." Adi Prayoga mencoba tetap tenang dan tidak menunjukan gejolak emosi yang justru memperdalam rasa penasaran menantunya.
"Lalu ... apa alasan Mama meninggalkan Papa? Brian pernah mengatakan jika Mama Natasya meninggalkan rumah ini setelah upacara kematian Mama Irene." Imelda mencoba mengatakan apa yang sudah diketahuinya selama ini. Dia berharap jika ayah mertuanya akan membuka sebuah kebenaran yang juga sedang dinantikan oleh Brian.
Wajah Adi Prayoga mendadak menjadi sangat pucat. Pria itu terlihat cukup gelisah setelah mendengar pertanyaan Imelda. Dia tak ingin membuka sebuah kebenaran yang selama ini tertutup rapat. "Aku telah mengecewakan istriku sehingga dia memilih untuk pergi dari rumah ini," jawabnya dengan sangat ragu.
"Imelda merasa jika Papa sedang berusaha menutupi sebuah kebenaran yang sangat besar," sahut Imelda sambil menatap wajah sang ayah mertua.