webnovel

Seorang Mata-Mata

Happy Reading

Begitu menurunkan anak dan juga menantunya di depan villa, Adi Prayoga langsung meminta bodyguard-nya untuk membawa dirinya ke rumah utama. Di belakangnya, Martin dan juga beberapa anak buah lainnya juga ikut mengamankan perjalanan Adi Prayoga menuju rumah pribadinya. Pria itu sudah tidak sabar untuk melihat kondisi terakhir setelah sebuah bom meledak di dekat gudang belakang rumahnya. Dia berpikir jika dirinya masih beruntung, untung saja sebuah ledakan itu tidak sampai meledakan gudang senjata miliknya yang berada di bawah tanah.

Sampai di depan rumahnya, Adi Prayoga langsung menuju ke gudang belakang yang sudah hancur tak bersisa. Martin pun juga mengikuti pria itu bersama beberapa anak buahnya. "Bagaimana kalian bisa lengah dan sampai terjadi hal seperti ini?" seru sang bos mafia dengan wajah dingin dan terlihat sangat mengerikan.

"Kami akan berusaha untuk mendapatkan pelakunya secepat mungkin, Bos," sahut salah satu dari mereka.

Martin pun mendekati bos-nya itu dan menatapnya dengan sangat serius. "Kita harus memeriksa CCTV 3 hari sebelum kejadian itu. Lebih baik Bos ikut melihatnya sendiri," ucap pria yang dipercaya oleh Adi Prayoga untuk mengelola semua bisnisnya.

Adi Prayoga dan juga Martin langsung berjalan menuju ke sebuah ruangan khusus di mana mereka bisa melihat seluruh dunia. Banyak layar yang menampilkan gambar setiap sudut kota yang berbeda. Martin langsung bekerja dengan tangan terampilnya sambil memikirkan berbagai kemungkinan yang bisa terjadi selama dirinya dan juga bos-nya tidak berada di rumah itu. "Bos! Dari beberapa kamera yang terpasang di rumah ini, aku menemukan beberapa keganjalan dalam rekaman 2 hari yang lalu." Martin menunjukkan rekaman CCTV 2 hari yang lalu pada Adi Prayoga. Di sana terlihat jika beberapa sudut yang tertangkap kamera menampilkan gambar yang sama.

"Seseorang telah meretas sistem keamanan kita. Aku yakin ada seorang mata-mata di rumah ini. Segera temukan seseorang yang berkemungkinan besar menjadi mata-mata!" tegas Adi Prayoga pada pria yang masih sibuk dengan layar di depannya.

Martin terlihat sedang berusaha keras untuk menemukan sebuah bukti ataupun celah agar dirinya bisa menemukan seseorang yang mungkin saja telah menjadi mata-mata di rumah itu. Saat melihat layar monitor lebar di depannya, pria itu merasa sangat asing pada sosok wanita yang masih muda berseragam pelayan rumah itu. "Apa Bos memiliki seorang pelayan baru yang masih muda?" tanyanya pada Adi Prayoga.

"Apa maksudmu? Semua pelayan di rumah ini sudah bekerja cukup lama. Mereka tak mungkin mengkhianati aku," sahut Adi Prayoga dengan sangat yakin.

"Sepertinya Bos harus melihat rekaman ini," ucap Martin sambil menunjuk ke layar monitor yang menampilkan seorang wanita muda yang berseragam pelayan di rumah itu. "Sepertinya kita harus mengumpulkan para pelayan di rumah ini. Kita harus mengintrogasi satu per satu," lanjutnya lagi sambil bangkit dari tempat duduknya. Martin melihat jika Adi Prayoga cukup terkejut dengan layar monitor yang menampilkan seorang wanita asing yang berhasil memasuki istananya.

"Aku percayakan semua padamu. Lakukan saja apa yang menurutmu baik!" Adi Prayoga memutuskan untuk menyerahkan semua itu pada Martin, mengingat keadaannya belum benar-benar pulih. Sebenarnya pria itu masih harus beristirahat untuk masa pemulihannya.

Martin menatap bos-nya yang terlihat cukup kelelahan. Dia sadar jika Adi Prayoga sedang memaksakan dirinya untuk terlihat kuat di saat kondisinya masih sangat lemah. "Lebih baik Bos beristirahat di kamar, biar aku yang mengurus semuanya," balas Martin pada pria tua yang terlihat lemah dan sedikit pucat. Pria itu langsung keluar dari sana dan memerintahkan beberapa bodyguard untuk mengumpulkan seluruh pelayan di rumah itu. "Panggil kepala pelayannya juga!" perintah pria yang cukup memiliki kuasa di rumah itu.

Tak berapa lama, datanglah beberapa pelayan di rumah itu. Mereka semua berdiri di sebuah ruangan yang cukup besar yang biasanya di pakai untuk para bodyguard dan juga anak buah untuk melakukan evaluasi kerja mereka. Martin berdiri di antara mereka dengan tatapan dingin yang cukup menakutkan. Tidak ada dari mereka yang berani menatap wajahnya. "Apa kalian tahu apa yang baru saja terjadi hari ini?" Sebuah pertanyaan yang tentu saja tak membutuhkan sebuah jawaban apapun. "Jika kita terlambat sedikit saja, kalian semua sudah mati mengenaskan. Jasad kalian juga tak mungkin bisa dikenali," sinisnya dengan aura membunuh yang mematikan. "Siapa dari kalian yang sudah membawa pelayan baru itu ke rumah ini?" Martin menatap mereka satu per satu, mencoba untuk membaca ekspresi yang mereka tunjukkan.

Tak ada yang menjawab atau berani menatap Martin yang terlihat sedang menahan amarah karena kebodohan mereka. Tiba-tiba saja, kepala pelayan di rumah itu mendekati Martin dan langsung berlutut di bawah kakinya. "Aku yang bersalah, Tuan. Aku yang membawa pelayan baru itu masuk ke rumah ini. Dia berkata baru dirampok dan juga dilecehkan oleh seorang pria jadi saya kasihan dan membiarkannya tinggal di sini untuk sementara. Saya pantas mendapatkan hukuman!" Pria yang menjadi kepala pelayan itu sangat ketakutan dan berani mengangkat kepalanya.

Martin hanya tersenyum kecut mendengar penjelasan dari kepala pelayan itu. "Sebagai kepala pelayan kamu terlalu ceroboh dan membiarkan seorang mata-mata masuk ke dalam rumah ini. Seret wanita itu ke sini!" perintah Martin pada para anak buahnya.

Beberapa orang berbadan tinggi besar itu langsung keluar dan mencari wanita itu. Di saat yang sama, wanita yang di curigai sebagai mata-mata itu sedang mencoba untuk melarikan diri dari rumah itu. Sepertinya dia sudah menyadari jika penyamarannya telah terungkap. "Berhenti di sana!" teriak anak buah Adi Prayoga pada wanita yang sedang mencoba memanjat pagar rumah itu. Karena tak mungkin baginya melewati penjagaan ketat di pintu gerbang. Mereka pun berusaha mengejarnya, sebuah hal yang tak terduga justru terjadi. Sebelum wanita itu berhasil kabur, sebuah tembakan dari orang tak dikenal berhaail mengenai jantungnya. Wanita itu tewas seketika, seorang dari mereka langsung berlari menemui Martin.

"Bos! Wanita itu berusaha kabur lalu tewas tertembak oleh orang tak dikenal. Kami berusaha mengejar penembak itu namun dia sudah menghilang tanpa jejak," jelas anak buah Adi Prayoga dengan wajah cemas dan juga ketakutan.

Martin semakin yakin jika wanita itu adalah seorang mata-mata yang sengaja dikirim seseorang ke rumah itu. "Bereskan mayatnya! Aku tak mau tersisa sedikit pun." Martin kembali menatap tajam para pelayan di rumah itu. "Kalian bisa mendengar sendiri ... sebelum wanita itu tertangkap, orang yang membayarnya justru menghabisi nyawanya. Apa kalian ingin bernasib sama seperti wanita itu?" Sebuah pertanyaan yang cukup lirih namun begitu jelas di telinga mereka semua. Wajah mereka semua langsung ketakutan dan terlihat pucat mendengarkan ucapan Martin yang cukup dingin dan mengerikan.

Chapitre suivant