webnovel

Part 11

Arini memulai aktivitas penuh semangat sekali Seperti biasa dia ingin memasak sesuatu untuk Nyonya Diana dan Panji. Namun ternyata stok sayur dan bumbu dapur tinggal sedikit. Bahkan kalau dipikir-pikir stoknya tidak bisa digunakannya untuk memasak. Melihat jam dinding menunjukkan pukul 05.30 jadi dia bisa menyempatkan untuk membeli sayur sebentar di toko terdekat. Namun kalau jam segitu pasti pedagang sayur keliling di sekitar komplek rumah majikannya belum berjualan. Mau tidak mau dia harus pergi ke pasar untuk belanja sayur.

Melihat majikan dan Panji masih tertidur di kamar, dia memiliki kesempatan untuk keluar sebentar membeli sayur. Tanpa butuh waktu lama, Arini langsung keluar. Karena masih pagi, pagar rumahnya masih ditutup. Dia berusaha membukanya.

"Gimana ini pagarna nggak bisa dibuka. Oh ya ini kekunci. Pak Mansyur belum datang lagi."Arini frustasi setelah berusaha dengan kerasnya untuk membuka pagar tersebut. Alhasil dia hanya bisa pasrah karena pagarnya masih terkunci dan kuncinya di bawa Pak Mansyur.

Arini melihat pagar itu menjulang tingggi. Satu-satunya jalan baginya adalah memanjat pagar itu. ini pertama kalinya memanjat pagar baginya. Dia sempat takut kalau nanti jatuh. Tapi dipikirannya kini hanya ingin bisa keluar dan segera berbelanja ke pasar.

"Aku harus bisa. Semangat Arini."Arini menyemangati dirinya agar berani untuk memanjat pagar itu. Kakinya mulai naik ke pagar dan kedua tangannya berpegangan pada besi pagar.

"Brukkkkk"ada suara keras terdengar saat tubuh Arini jatuh ke tanah.

Belum sampai naik keatas pagar tiba-tiba kaki kanannya terpeleset dan pada akhirnya dirinya jatuh. Kaki kanannya digunakannya untuk menumpu badannya saat jatuh pertama kali di tanah. Alhasil kaki kanannya terkejut dan tidak kuat menyangganya jadi kakinya langsung terkilir.

"Aku harus ketemuan sama Alena segala buat nemenin dia jogging. Nggak seperti biasanya dia jogging kayak begini."batin Panji sambil berkaca di depan kaca. Dia sudah berpakaian lengkap seperti hendak jogging. Seperti biasa dia selalu memakai kaos putih transparan dan celana pendek berwarna abu-abusaat meu berolahraga. Tidak lupa dia juga memakai jaket berwarna hitam. Kebetulan hari ini Adia dan Alena akan jogging bersama.

Panji keluar dan menuju ke garasi. Saat Panji membuka pintu tiba-tiba pandangannya dikejutkan dengan Arini yang sedang duduk di dekat pagar sambil memegang kaki kanannya. Panji langsung menghampiri Arini.

"Kamu ngapain disini?"tanya Panji yang sudah berdiri dibelakang Arini. Mendengar ada suara Panji, reflek kepala Arini mendongak kebelakang dan benar saja ada Panji disana.

"Nggak papa kok tuan."Jawab Arini dengan cepat.

"Minggir akum au pergi."Panji langsung meninggalkan Arini yang masih duduk di tanah. Arini sengaja tidak memberitahukan ke Panji kalau dia baru saja jatuh dari pagar dan kakinya kini terkilir.

"Kok dia nggak minggir-minggir sih."batin Panji melirik Arini dari kaca spion mobilnya. Saat mengamati Arini dari kejauhan tiba-tiba dia dikejutkan dengan Arini yang sedang susah payah berdiri. Saat sudah berdiri tiba-tiba kakinya harus terseok-seok saat berjalan. Arini keluar rumah setelah Panji tadi membuka kunci gembok dan membuka pagar rumahnya. Arini berjalan keluar rumah sambil terseok-seok.

"Kamu kenapa?"Panji segera keluar dan berlari menghampiri Arini yang masih berjalan sambil terseok-seok. Arini terkejut meilhat Panji mendatanginya lagi.

"Ng..nggak papa kok tuan."jawab Arini dengan cepat dan menyembunyikan kakinya yang sedang terasa sakit.

"Coba aku lihat."Panji langsung jongkok dan melihat kaki kanan Arini. Panji terkejut ketika melihat kaki Arini ada memar habis jatuh dan disana juga keluar darah segar. Panji melihatnya serasa kasihan kepada Arini.

"Kakimu ini kenapa?"Panji masih memegang kaki Arini yang sedang terluka itu.

"Aww."teriak Arini yang merasa lukanya tidak sengaja disenggol Panji. Arini merintih kesakitan.

"Ayo masuk kedalam. Obati kakimu itu."suruh Panji. Panji berdiri dan menatap kearah Arini.

"Ini nggak papa kok tuan. Saya sudah biasa luka kayak begini."Arini tidak mau diobati. Karena menurutnya lukanya itu akan sembuh dengan sendirinya kalaupun diobati pasti nanti akan terasa perih sekali.

"Kamu kenapa kok nggak mau. Terus wajahmu kayak tergesa-gesa gitu."Panji melihat ekspresi Arini yang sedang menutupi sesuatu darinya.

"Sa…saya mau berbelanja tuan. Karena stok sayur dan bumbu di rumah mau habis."kata Arini.

"Ya sudah tuan. Saya pamit pergi dulu."Arini segera pergi.

"Ini masih sepagi gini dia mau berbelanja kemana. Lagian pedagang sayur disini belum keliling ."Panji membatin sambil melihat suasana langit yang masih sedikit gelap. Arini sudah berjalan lumyan menjauh darinya.

"Anak itu benar-benar keras kepala."batin Panji sambil memperhatikan Arini yang semakin menjauhinya.

Panji merasa kasihan kepada Arini. Akhirnya dia berlari dan menghampiri Arini. Arini terkejut melihat Panji datang lagi di hadapannya. Karena Arini selalu keras kepala ketika disuruhnya untuk melakukan sesuatu. Mau tidak mau Panji harus melakukan sesuatu kepada Arini.

Panji langsung menggendong Arini. Arini terkejut melihat Panji yang tanpa aba-aba langsung menggendongnya. Panji tidak merespon tubuh Arini yang tengah memberontak kepadanya lantaran digendong begitu saja tanpa izin dulu. Menurut Panji itu masih biasa alias standard yang dilakukan oleh laki-laki pada seorang perempuan. Asalkan tidak berbuat melebihi batas maka dia akan biasa-biasa saja.

Arini terus memberontak dan meminta Panji untuk diturunkan tapi Panji tetap tidak mau menurunkannya. Setelah cukup lama digendong, Panji akhirnya menurunkan Arini duduk di dalam mobilnya. Arini seketika langung merasa lega ketika tubuhnya sudah lepas dari gendongan Panji.Disisi lain Arini juga bingung kenapa dia didudukkan di kursi mobil Panji.

"Tuan kenapa saya disini?"tanya Arini sambil melihat kearah Panji. Tapi Panji tidak menjawabnya malahan tangan Panji tiba-tiba menutup pintu mobil Arini. Arini melihat Panji berjalan kearah kursi mobil disampingnya.

"Aku antar kamu belanja sayur."jawab Panji langsung menyetir mobilnya.

Arini tidak menyangka Panji akan membantunya. Padahal dia tadi tidak meminta bantuan kepada Panji untuk mengantarkannya pergi berbelanja. Melihat kebaikan Panji itu membuat dirinya kagum pada Panji, Walaupun kemarin Panji telah melakukan sesuatu padanya hingga membuat dia terpuruk dan hancur.

"Nggak usah tuan, saya bisa pergi sendiri."Arini segera membuka pintu mobilnya. Namun pintunya sudah dikunci dari dalam oleh Panji.

"Sudah nurut saja."kata Panji masih menyetir mobil dan tidak melihat kearah lawan bicaranya.

"Ta…tapi tuan kayaknya mau olahraga. Jadi tuan olahraga saja."kata Arini sambil melihat penampilan Panji yang sudah terlihat rapi dengan pakaian olahraganya.

Arini hanya bisa pasrah saja karena Panji tidak merespon perkataannya. Panji sengaja tidak merespon apa yang dikatakan Arini padanya. Menurutnya Arini adalah orang keras kepala yang tidak mau nurut ketika diperintah olehnya. Arini akhirnya hanya diam saja sambil menatap kearah kaca luar.

Panji mencari toko swalayan yang sudah buka jam segini. Mana mungkin sepagi ini swalayan sudah buka. Arini langsung memberitahukan kepada Panji kalau pasar sudah buka dan dia hendak berberlanja di pasar saja. Panji menuruti perkataan Arini. Mobil Panji masuk ke dalam pasar.

"Sudah tuan. Makasih atas tumpangannya."kata Arini sebelum membuka pintu mobil Panji. Panji langsung mengangguk saja.

Arini keluar dari mobil dan langsung masuk kedalam pasar. Terlihat sekali Arini begitu kesusahan ketika berjalan. Panji melihatnya menjadi tidak tega. Ingin rasanya dia membantu dan menemani Arini tapi diurungkannya karena ini berada di tempat keramaian.

Setelah cukup lama berbelanja Arini langsung pulang. Saat hendak melewati tempat dimana dia diturunkan Panji ternyata mobil Panji masih terparkir disana. Dia sempat penasaran masak ya Panji masih menungguinya selama dia berbelanja.

Dia berusaha meyakinkan dirinya sendiri kalau mobil yang dimiliki Panji itu banyak orang lain yang memiliki mobil seperti Panji. Jadi ketika dia lewat di depan mobil itu merasa biasa-biasa saja. Panji yang duduk di dalam mobiilnye tidak sengaja melihat Arini sedang melintas di depan mobilnya langsung mengernyitkan dahinya. Dia bingung kenapa Arini hanya lewat saja dan tidak masuk kedalam mobilnya. Padahal sedari tadi Panji sudah menunggunya.

"Hei."Panji membuka kaca mobilnya dan berteriak kearah Arini. Arini merasa ada seseorang yang memanggilnya namun tidak dengan panggilan Arini.

"Tuan."Arini terkejut ketika melihat Panji berada di dalam mobil yang sempat dicurigainya kalau mobil itu milik Panji. Dan benar juga kalau mobil itu milik Panji.

"Ditunggu malah aku ditinggal aja."Panji menghampiri Arini. Arini masih melongo melihat Panji yang benar-benar telah sabar menunggunya selama berbelanja.

Arini langsung mengikuti perintah Panji untuk masuk kedalam mobilnya. Arini duduk di dalam mobil sedangkan Panji masih sibuk dibelakang mobil untuk memasukkan semua barang belanjaan Arini kedalam bagasi. Setelah memasukkan barang belanjaan Arini kini Panji langsung menyetir mobilnya kearah rumahnya. Selama perjalanan Arini dan Panji hanya diam saja. Arini baru kali ini dia merasa kalau Panji benar-benar baik walaupun kadang dingin padanya.

Setibanya di rumah, Arini langsung turun dan mengambil barang belanjaan Arini. Panji membantu menurunkan barang belanjaan Arini. Setelah semua barang belanjaan Arini sudah dikeluarkan dari bagasi,Arini tidak lupa mengucapkan terima kasihnya pada Panji.

"Sayang."tiba-tiba suara Alena terdengar. Panji dan Arini langsung menoleh bersamaan kea rah sumber suara.. Mereka berdua terkejut sekali melihat Alena yang sudah berdiri tepat di pagar rumah Panji. Melihat tatapan Alena sepertinya dia sedang marah.

"Kamu masuklah."suruh Panji mengalihkan pandangannya kearah Arini yang masih berdiri dan mematung kearah Alena. Panji tahu kalau dia telah mengingkari janjinya untuk menemani Alena jogging. Dan pasti Alena telah salah paham dengan kejadian yang baru dilihatnya.

Setelah Arini masuk, Panji langsung menyuruh Alena masuk ke dalam mobilnya untuk menjelaskan kejadian sebenarnya yang terjadi antara dirinya dan Arini. Alena terlihat nurut tapi ekspresi wajahnya tidak bisa dibohongi. Wajah dengan muka kesal dan marah Alena masih bisa dilihat oleh Panji.

Chapitre suivant