webnovel

FIRST LOVE | 23

Lova berdiri kaku di belakang Axel dan Alex. Satu pria dan satu anak laki-laki yang sedang duduk di depannya itu terlalu fokus pada luka mereka masing-masing hingga tak menyadari kedatangannya. Lova menatap punggung Axel sendu.

Lova tahu Axel tidak seburuk seperti apa yang orang-orang lain pikirkan. Axel pasti memiliki alasan sendiri di balik semua kelakuan-kelakuan nakal laki-laki itu. Namun, tidak pernah sedikitpun terlintas di pikirannya jika sikap dari kedua orang tua yang tanpa sadar telah menomorduakan Axel menjadi alasan utama laki-laki itu sengaja melakukan kenakalan-kenakalan itu hanya demi mendapatkan perhatian yang mendadak menjadi langka.

Lova memang berasal dari keluarga yang broken home, tapi beruntungnya dia tak pernah merasakan bagaimana rasanya diacuhkan, tak dianggap atau dinomor duakan oleh Alex. Justru Lova terlalu dimanjakan bukan hanya oleh daddynya itu saja, namun semua orang yang berada di dekatnya. Perasaannya selalu dinomor satukan.

Lova melangkah pelan mendekati Axel. Langsung saja melingkarkan kedua tangannya di bahu Axel. Memeluk erat bahu lebar laki-laki itu dari belakang. Lova menyandarkan kepalanya di bahu Axel dan menatap laki-laki itu dari samping.

Alex langsung meletakkan gelas bekas minumnya di atas kitchen island. Sementara Axel yang tidak siap dengan tindakan tiba-tiba Lova sedikit terhuyung ke depan.

"Kaget gue. Lo kenapa, dah, my Lov?" tanya Axel bingung. Matanya melirik Alex tidak enak. "Jangan begini, dong." peringat Axel pelan. Axel menepuk-nepuk pelan lengan Lova yang berada di bawah lehernya ketika merasakan bajunya basah.

Alex tersenyum kecil. "Why you crying, princess? You heard us, hm? Princess?" tanya Alex halus sambil melongok wajah Lova. Tangan kanannya terulur mengusap-usap pelan punggung putrinya itu naik turun. "Hey ... it's okay. Axel is fine, princess."

"Axe punya Lova." kata Lova dengan sedikit sesenggukan. "Lova juga mau, kok berbagi daddy Lova sama Axe. Axe jangan pernah merasa sendiri lagi. Lova janji gak akan biarin Axe sendirian lagi mulai sekarang. Axe jangan sedih."

Axel tertawa kecil dan tanpa bisa dicegah dadanya menghangat mendengar penuturan Lova. "Iya-iya, my Lov. Lepas dulu, ya, my Lov. Gue gak enak sama bokap lo, ini. Kalau kita lagi berdua, lo boleh peluk-peluk gue sepuas lo, dah."

Alex geleng-geleng kepala. Menarik lengan Lova pelan hingga putrinya itu berdiri di sampingnya. Alex memutar posisi duduknya menghadap pada Lova. Kedua tangannya terangkat menangkup pipi Lova dan menghapus air mata putrinya itu dengan kedua ibu jarinya. Alex memajukan wajahnya mengecup ringan mata sebelah kanan dan kiri Lova secara bergantian.

"Daddy?" panggil Lova lirih.

"Yes, princess." Alex tersenyum hangat.

Lova maju satu langkah. Mengalungkan kedua tangannya di leher Alex. Lova memeluk daddynya itu erat. "Lova baik-baik saja. Lova sangat bahagia bisa bersama dengan daddy. Don't worry to much. Lova tidak suka kalau daddy sedih."

Alex melingkarkan kedua tangannya di pinggang Lova balas memeluk putrinya itu erat. Mengusap-usap punggung Lova pelan mencoba memberi ketenangan. Alex mengendurkan pelukannya untuk memberi jarak sedikit dengan Lova. Menatap manik mata putrinya itu dalam.

Alex tersenyum lembut. "Thank you, karena sudah mengatakan itu pada daddy, princess."

Lova mengangguk singkat dan kembali menghambur masuk ke dalam pelukan hangat Alex. "I love you so much, daddy."

"I love you so much more, princess." Alex mengeratkan pelukannya.

Tanpa sadar kedua sudut bibir Axel perlahan tertarik ke atas membentuk sebuah senyum tipis ketika melihat interaksi di antara Lova dan Alex. Keduanya sudah menunjukan wujud nyata dari bentuk kasih sayang orang tua terhadap anak dan juga sebaliknya.

"Ready to brunch, princess?" tanya Alex sambil mengurai pelukannya.

Lova hanya mengangguk pelan.

"Take a seat, then."

"Dasar cengeng lu!" bisik Axel pelan tepat di telinga kanan Lova sambil berdiri dan menggeser posisi duduknya ke samping memberikan tempat duduknya untuk Lova membuat gadis itu duduk diapit dia dan Alex.

Lova langsung berpaling dan menatap Axel tajam. Nyesel udah! Percuma baik-baikin Axe. "Ih!" teriak Lova kesal sambil memukul lengan Axel pelan.

"Ih!"

"Axe!"

"Axe!" kekeh Axel yang sengaja menirukan ucapan dan gaya bicara Lova.

Alex tertawa kecil seraya mengulurkan tangan kanannya mengacak rambut Axel pelan. "Enough, guys." tegur Alex pelan yang langsung diangguki oleh keduanya.

Mereka melakukan brunch di jam yang sudah sangat mendekati waktu makan siang dengan santai yang diselingi pertengkaran kecil di antara Lova dan Axel.

­-firstlove-

Lova duduk bersila di atas sofa dengan setoples keripik balado di atas pangkuannya. Sementara Axel di bawahnya duduk di atas karpet. Tangan kanannya terulur menyodorkan keripik balado ke mulut Axel yang langsung diterima laki-laki itu.

Alex hanya membuka lebar mulutnya, sudah sangat siap menerima suapan keripik balado dari Lova tanpa mengalihkan pandangannya dari layar televisi.

"Daddy itu bukan generasi micin. Jadi tidak boleh makan makanan yang banyak micinnya. Radang tenggorokan daddy juga baru sembuh."

Alex langsung saja menutup mulutnya. Wajahnya yang seketika berubah menjadi masam membuat Lova terkekeh geli.

"Sedikit saja, princess. Please ..." kata Alex dengan suara memelas.

"Look at me, daddy." balas Lova dengan suara kesal.

"Sorry, princess. Daddy tidak boleh lengah."

Lova berdecak keras.

"Princess." tegur Alex dengan suara pelan.

Lova berdehem kecil. "Sorry for my bad, daddy."

Axel yang tidak mengerti dengan pembicaraan sepasang ayah dan anak itu hanya berperan sebagai pendengar yang baik.

"Dalila tidak datang kemari, princess?"

Lova mengangguk pelan. "Lila bilang datangnya nanti, agak sore sedikit, daddy. Sekarang Lila sedang skype sama abang." terang Lova sambil menurunkan pandangannya pada Axel ketika laki-laki-laki itu menepuk pelan lututnya sebelah kiri sambil membuka mulut.

Alex mengangguk-anggukan kepalanya tanda mengerti.

"Lila mau sekalian menginap. Ayah bunda sama Selma hari ini pergi ke luar kota untuk beberapa hari. Keponakan ayah ada yang menikah." tambah Lova sambil memasukkan keripik balado ke dalam mulut Axel.

Alex terkekeh geli. "Come on, Axel. Haruskah uncle mengalah supaya kamu sekali ini saja bisa menang dari uncle?" ejek Alex tanpa menatap Axel.

Axel hanya melirik Alex yang juga sedang duduk di atas karpet tak jauh di samping kirinya dengan sengit.

Lova langsung menelan semua keripik balado yang ada di dalam mulutnya yang sebelumnya sudah dikunyah. "Axe bisa main gak, sih sebenarnya? Dari tadi kalah terus sama daddy, masa. Bukannya kalau cowok itu seharusnya jago main game, ya?"

Axel berdecak keras. "Jadi menurut lo, gue itu bukan cowok gitu? Lo diem aja, deh my Lov. Ganggu konsentrasi gue aja." sewot Axel. "Lo sebagai pacar yang berakhlak, seharusnya dukung gue, lah."

Lova menggeleng pelan. "Lova dukung yang menang, duong."

Axel dengan gerakan cepat menoleh ke belakang dan menatap Lova tajam. "Gimana-gimana? Lo ngomong apa barusan, my Lov. Coba lo ulangi lagi. Gue gak denger." kata Axel dengan suara pelan dan nada mengancam sambil perlahan meletakkan joystick di atas karpet.

Lova menjatuhkan keripik balado yang sudah sempat diangkat sedikit kembali dalam toples. Kedua matanya tidak lepas mengawasi gerak gerik Axel seraya tangan kanannya memutar tutup toples. Lova pelan-pelan meletakkan toples bening yang sudah tertutup rapat itu di samping kanannya dekat dengan lengan sofa menjaga agar tidak jatuh.

Lova menggeleng pelan dan memasang wajah innocent. "Emang Lova ada ngomong apa tadi. Lova udah lupa, masa." elak Lova.

"Oh ..." Axel beroh-ria sambil manggut-manggut. "Jadi lo udah lupa? Lupa tadi ngomong apa, iya, my Lov?"

Lova mengangguk kaku. Langsung saja beranjak berdiri di atas sofa lalu melompati sandaran sofa ketika melihat Axel berdiri.

"Ke sini, my Lov." titah Axel sambil melambaikan tangan kanannya meminta Lova mendekat sambil mengulas senyum manis yang dibuat-buat.

Lova menggeleng-gelengkan kepalanya. "Gak mau."

Axel berkacak pinggang sambil menatap Lova tajam. "Kesini, my Lov." titah Axel satu kali lagi sambil mengangguk kecil. Wajahnya sudah tidak bisa santai lagi.

Lova menggeleng lagi. "Eng.gak ma.u. Udah, ih! Axe, main lagi aja sana." Lova mengibas-ngibaskan kedua tangannya meminta Axel agar tidak mendekatinya. Lova langsung melangkah mundur ketika melihat laki-laki itu melompati sandaran sofa.

"Daddyyy! Tolong Lovaaa!" teriak Lova mencoba meminta pertolongan Alex. "Axe, stop it! Jangan lari. Jangan kejar Lova!" ucap Lova keras sambil menatap Axel ngeri.

Axel menggeleng cepat dan terus melangkahkan kakinya lebar-lebar sesekali berlari kecil mengejar Lova. "Jangan harap! Cabut dulu omongan lo, my Lov!"

Alex tertawa kecil sambil menggeleng-gelengkan kepalanya ketika memperhatikan aksi kejar-kejaran dari Lova dan Axel yang hanya berlari berputar-putar mengelilingi sofa saja.

"Emang Lova ada salah ngomo-- Axe!" teriak Lova lagi sambil meliukan tubuhnya untuk menghindari tangan Axel yang sudah akan meraihnya.

"Serius?" tanya Axel sambil menatap Lova tidak percaya. "Lo meragukan kelaki-lakian gue cuma gara-gara gue kalah main playstation?! Sepele banget, njir!" kata Axel sambil kedua tangannya bergerak mencoba menggapai Lova. "Sini gak lo, my Lov."

"Enggak!"

"Iya!" balas Axel tidak kalah keras dengan suara Lova. Axel langsung berlari mengejar Lova yang lebih dulu melesat menuju halaman belakang rumah gadis itu. "My Lov!"

Setelah tubuh Lova dan Axel sudah tak terlihat lagi. Alex langsung mematikan playstation 4 dan televisi secara bergantian. Lalu beranjak berdiri dan berjalan menuju kamarnya.

"Enggak!"

"My Lov, berhenti!"

"Gak mau!"

Alex hanya geleng-geleng kepala bahkan ketika dia sudah menutup rapat pintu kamarnya suara teriakan dari dua anak remaja berbeda jenis kelamin itu masih terdengar secara bersahutan. Apa tidak sakit tenggorokan mereka berdua itu?

Tbc.

Creation is hard, cheer me up!

Like it ? Add to library!

Have some idea about my story? Comment it and let me know.

Dewa90_creators' thoughts
Chapitre suivant