webnovel

Prologue

Gejes gejes gejes gejes!!

Terdengar bunyi roda kereta api yang menderit, ketika benda itu bersentuhan dengan rel yang tertanam di atas tanah. Dengan seorang masinis yang menjadi pengemudinya, benda itupun kini telah berhenti di salah satu tempat perhentian yang sudah dipadati oleh banyaknya penumpang yang telah menunggu.

Seoul awal tahun 1996, tahun di mana cerita ini dimulai. Di atas sana dengan langit yang terselubung awan hitam pagi ini, kereta tadipun telah tepat berhenti di salah satu stasiun dengan tujuan kereta yang nantinya akan membawa penumpang menuju Panmunjom, desa yang berbatasan dengan Korea Utara yang kini tengah mengalami konflik hebat.

Di antara banyaknya manusia yang tengah memadati stasiun perhentian itu, terlihat bukan hanya penumpang saja yang berada di sana. Melainkan pedagang penjaja kaki lima, rombongan keluarga yang mengantar, petugas kereta api, aparat kepolisian dan keamanan lainnya, serta para pekerja paruh waktu yang siap menawarkan jasa angkut barang bagi penumpang yang malas mengangkat bawaan mereka, mereka semuapun ikut memadati lokasi stasiun. Jadilah suasana stasiun tersebut, tak ada ubahnya dengan keadaan pasar yang begitu hiruk pikuk.

Namun di antara banyaknya kerumunan manusia, tepatnya di dekat para penumpang yang sudah siap untuk masuk ke dalam kereta, kini terlihatlah sepasang suami istri muda tengah saling berpamitan satu sama lain.

Dengan seorang bayi mungil laki- laki yang tengah digendong oleh sang istri, pria muda yang rupanya telah menjadi appa itupun sedang mecium dahi mungil anaknya penuh puja.

Berbeda dengan yang dilakukan sang suami, sang istri yang merupakan seorang yeoja cantik berusia sekitar 20 tahunan itu hanya mampu menatap suaminya dengan deraian air mata yang susah membasahi pada ke dua pipi. Masih dengan posisi menggendong sang anak, dan juga kegiatan suaminya yang menciumi anak mereka. Perlahan yeoja muda itupun mulai memeluk pinggang suaminya penuh haru. Seakan merasa tak rela, jika ia harus melepaskan sosok pria yang ada di hadapannya ini untuk pergi jauh.

Sementara sang suami yang mendapat perlakuan seperti itu dari sang istri, lantas iapun ikut merengkuh tubuh istrinya tersebut untuk tenggelam dalam dekapannya. Meskipun sedikit sulit, lantaran posisi bayi mungil mereka yang berada di tengah keduanya.

Hening sejenak, selanjutnya

tepukan lembut pada punggung sang istri yang diberikan oleh namja tadipun menjadi tanda bahwa mereka harus mengakhiri pelukan di antara keduanya.

"O-Oppa!!" tangis sang istri, sesegukan begitu ia telah melepaskan pelukannya pada sang suami.

"Hye Jin- ah," tanggap sang suami, dan menyebutkan nama sang istri  dengan suara yang sedikit serak.

Kim Joong Woon nama pria muda itu, dengan Istrinya Song Hye Jin, atau sekarang sudah berganti marga menjadi Kim. Dua sejoli itulah, yang akan berpisah saat ini. Dengan baju loreng yang kini tengah dikenakan oleh seorang Kim Joong Woon, juga ransel besar yang didukungnya. Kini tangan pria itupun, perlahan mulai mengusap air mata yang mengalir cukup deras pada ke dua pipi sang istri yang berhadapan dengannya.

"Sst ... uljima Hye Jin-ah, berhentilah menangis!! Ini waktunya oppa untuk berangkat sekarang. Apa kau tak mau mengantarkan oppa dengan senyumanmu, eoh?" pinta Joong Woon sesaat setelah ia menghapus air mata Hye Jin dengan ke dua telapak tangannya.

"Mianhae oppa. Ha-Hanya saja, hikss... a-aku, aku tiba-tiba saja tak sanggup membiarkanmu pergi oppa," tanggap Hye Jin yang tengah terisak.

"Oppa, tak bisakah ... hikss... oppa hiks... batalkan saja kepergian oppa?" pinta Hye Jin setelahnya.

"Anieyo. Maaf sayangnya aku tak bisa chagi. Ini sudah menjadi resiko, sejak awal kau menikah dengan oppa. Kau tau benar tentang hal itu kan?" tanggap Joong Woon, sembari kembali mengusap-ngusap pipi istrinya dengan penuh kasih.

"Aku tau. Ta-Tapi, hiks, tapi Taehyung masih terlalu kecil oppa. Bagaimana jika kau tidak kembali lagi ke sini eum?" ujar Hye Jin, mengungkapkan rasa cemasnya.

"Aigoo," kekeh Joong Woon setelah  mendengar alasan sang istri.

"Chagi lihat oppa!" pinta Joong Woon kemudian.

Mengikuti kehendak dari sang suami, Hye Jin yang berhadapan dengannya pun segera menatap lekat mata Joong Woon seperti yang dikehendaki oleh si empu.

"Chagi, kau percaya atau tidak jika oppa akan kembali?" tanya Joong Woon kemudian setelah mereka saling bertatapan untuk beberapa saat.

"Oppa, aku bukannya tak ingin percaya padamu. Tapi situasi di tengah perang yang berkecamuk tak bisa diprediksi oppa. Bagaimana jika sesuatu terjadi padamu nanti eum?" sahut Hye Jin sebagai tanggapan.

"Hye Jin-ah ... sejak awal menjadi seorang tentara, oppa sadar benar bahwa oppa sering menantang maut. Dulu oppa akui oppa selalu bertindak gegabah dan tak pernah mempedulikan apa oppa akan selamat atau tidak saat oppa tengah bertugas. Tapi dengan hadirnya dirimu, ditambah dengan buah hati kita, kau pikir apa oppa akan rela bertindak tanpa berpikir lagi? Tentu saja tidak sayang. Karena oppapun ingin selalu bersama dan menemanimu serta Taehyung hingga oppa tua nanti."

"Jadi, jangan cemaskan oppa eum? Kau cukup berdoa untuk oppa saja, agar perang cepat berakhir lalu oppa bisa kembali pada kalian dalam keadaan tak kurang satu apapun. Maukah kau melakukan itu?" pinta Joong Woon, setelah ia berbicara cukup panjang lebar.

Terhenyak mendengarkan penuturan sang suami, sebenarnya Hye Jin masih saja merasa keberatan membiarkan Joong Woon pergi. Terlebih, mereka sudah punya anak yang mana usianya masih begitu belia.

"Oppa, aku tau kau sangat berdedikasi dengan profesimu. Dan kau juga pasti akan melakukan yang terbaik dan berusaha semaksimal mungkin agar kau bisa kembali dengan selamat. Tapi kau sudah berapa kali pergi berperang oppa ... tak bisakah kau mangkir saja kali ini?"

"Lihat, Taehyung masih sangat kecil oppa. Dia bahkan belum bisa berbicara dan memanggil namamu. Apa kau tak ingin melihat dia tumbuh?" balas Hye Jin.

"Tentu saja aku ingin melihatnya Hye Jin-ah. Sebagai appanya, tentu saja aku ingin melihat anakku tumbuh besar dengan kedua mataku sendiri. Tapi ini adalah tugas Hye jin- ah ... jadi aku mesti bagaimana eum?" ujar Joong Woon pula, yang merasa serba salah.

Tapi sebenarnya kekhawatiran Hye Jin sangat berdasar. Apalagi peperangan kali ini yang akan melibatkan kembali sang suami, jauh lebih extreme dari yang sudah-sudah. Antara Korea Selatan dan juga Korea Utara, kedua kubu kembali saling serang dan tampaknya tak ada niat untuk melakukan gencatan senjata hingga salah satu pihak menyerah.

Oleh karenanya terkait hal tersebut, para tentara seperti Kim Joong Woon, mereka tentu saja akan diberitugaskan untuk berada di arena perang hingga perselisihan di kedua belah pihak dapat dipadamkan hingga batas waktu yang tak dapat diprediksi.

Kembali pada pasangan suami istri tadi, kini keduanya terlihat masih berseteru dan berdiam satu sama lain. Sebelum,

"Oppa baiklah, aku akan membiarkanmu pergi kali ini. Mian aku sudah bersikap egois padahal oppa harus menunaikan kewajiban oppa sebagai petugas keamanan negara. Pergilah oppa ... aku izinkan," ujar Hye Jin setelah ia berdiam diri cukup lama.

"Be-Benarkah?" tanya Joong Woon tak yakin.

"Mm ... aku serius. Dan mian telah menghalang-halangi oppa tadi," sahut Hye Jin.

Bernafas lega, lantas Joong Woon pun dengan refleks mengecup dahi sang istri yang seketika tersipu.

"Chagi ... gomawo!!  Kau memang istriku yang terbaik. Aku bersyukur mempunyai pendamping sepertimu," ujar Jung Woon setelahnya.

"Aku juga oppa. Akupun turut bersyukur sebab kau telah memilihku untuk berada di sisimu," tutur Hye Jin pula.

Priit ... priit ... priit!!

Suara peluit tiba-tiba, yang menandakan kereta api yang akan dinaiki oleh Kim Joong Woon akan segera berangkat dan mengalihkan perhatian ke dua orang tadi.

"Oppa, keretamu!" seru Hye Jin pada sang suami yang ikut menoleh.

"Cepat-cepat ... bagi penumpang yang akan pergi, cepatlah masuk ke dalam kereta!! Kereta akan segera berangkat," terdengar himbauan dari para petugas dengan peluit yang menggantung di leher.

"Selamat jalan Jeongsik. Jangan lupa jaga dirimu eum?"

"Kau harus baik-baik saja saat perang nanti, Dae Soo. Kami akan menunggumu!!" terdengar beberapa orang yang mulai mengantar kepergian saudara dan keluarga mereka yang ikut berperang.

Sementara itu, pasangan Joong Woon dan Hye Jin tengah berpelukan. Sebelum akhirnya, Joong Woon pun perlahan melepaskan pelukannya, kemudian mulai mengecupi satu persatu wajah sang istri yang pasrah menerima perlakuan dari sang suami.

"Oppa mencintaimu Hye Jin-ah. Tunggu oppa kembali eum?" ujar Joong Woon setelah selesai dengan aksinya.

"Mm. Aku juga mencintaimu oppa. Sangat," balas Hye Jin, dan seketika membuat Joong Woon tersenyum lebar.

Selesai dengan sang istri, kemudian Joong Woon alihkan pandangannya pada sosok sang anak yang masih tertidur dalam buaian Hye Jin.

"Taehyungie??" panggil Joong Woon memanggil bayi laki-lakinya yang tampan.

"Taehyungie, appa berangkat ya sayang? Mian appa mungkin tak bisa menemani Taehyungie untuk beberapa waktu. Tapi Taehyungie harus jadi namja yang kuat ne?"

"Tolong jaga eommamu, nak. Dan appa sangat menyayangimu," ujar Jung Woon pada sang anak lalu menciumi dahi si mungil yang masih tertidur setelahnya dengan penuh kasih. Sementara itu, Hye Jin yang sedari tadi menyaksikan, wanita itu kini tengah berusaha menahan agar isak tangisnya tak kembali pecah.

Beberapa menit setelah usai melakukan perpisahan dengan sang anak. Lalu Kim Joong Woon pun mulai memperbaiki letak ransel besar yang ia gendong.

Memberi usapan terakhir pada pipi sang istri, setelahnya pria itupun beranjak dari tempatnya dan berlari sedikit untuk masuk ke dalam kereta api yang sudah siap berangkat.

Lain halnya dengan Hye Jin yang hanya bisa memandangi kepergian sang suami dengan isak tangis yang berusaha diredam.

"Dia pasti akan kembali. Ya ... Joong Woon oppa pasti kembali!" ujar Hye Jin, yakin.

Tuut ... tuut ... tuut!

Suara kereta api yang mulai bergerak.

"HYE JIN-AH!!" terdengar suara teriakan seseorang dan mengalihkan perhatian Hye Jin.

Di pintu kereta, mata Hye Jin tertuju pada sosok sang suami yang tengah melambai-lambaikan tangan padanya.

"Op-Oppa!!" ujar Hye Jin, tertegun.

Sementara Joong Woon,

"HYE JIN-AH ... CHAGIYA SAMPAI JUMPA NE??" teriak Joong Woon lagi, tak tau malu dan membuat Hye Jin tersenyum.

Ingin membalas namun takutnya membangunkan sang anak, jadilah Hye Jin pun hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban seraya ikut pula melambai-lambaikan tangannya pada sang suami.

Sementara di bagian gerbong kereta lainnya tak jauh dari tempat Hye Jin berdiri, tampak seorang wanita muda sama halnya seperti Hye Jin bersama dua anaknya, di mana satu masih bayi seperti Taehyung dan satunya lagi balita, diapun juga tengah menyaksikan kepergian sang suami yang sekarang tengah menatapnya dari jendela kereta yang terbuka.

"SORA-YA ... HOSEOK- AH!!" terdengar teriakan dari namja tersebut yang tau-tau saja sudah menyembulkan kepalanya dari jendela yang terbuka.

"KALIAN TOLONG JAGA DIRI DENGAN BAIK NE! JAGA JIMINNIE JUGA UNTUK APPA. APPA AKAN KEMBALI. YAKSOK!!" lanjut si pria berteriak dengan lantang, dan membuat sang istri yang tengah melihat padanyapun kembali menangis dengan air mata yang mengalir deras pada ke dua pipinya.

"Park Jungsu oppa!!" panggil Sora serak, memanggil nama sang suami. Sementara itu, ke dua tangannya sibuk memegangi ke dua anaknya.  Tangan kiri tengah menepuk pelan pantat mungil anaknya yang digendong, dan tangan kanannya yang ia gunakan untuk menggenggam tangan mungil Hoseok agar tak terlepas darinya.

Tuut ... tuut ... tuut.

Suara kereta api kemudian, yang perlahan mulai menjauh dari stasiun dan meninggalkan dua orang wanita, Park Sora dan Kim Hye Jin yang masing-masing masih berdiri terpaku setelah ditinggal perang oleh suami tercinta.

TBC

don't forget to vote & comment. 👍

Chapitre suivant