webnovel

#8 Titan Boy

Beberapa hari setelah kemenangan manusia untuk mempertahankan Trost. Meski kota masih dalam perbaikan, beberapa dari mereka memutuskan untuk kembali ke rumah untuk membangun kembali rumah mereka. Beberapa lainnya tetap di pengungsian untuk mendapat perawatan dan bagi mereka yang masih mengalami trauma. Beberapa prajurit di kerahkan untuk memperbaiki dinding dan fasilitas kota.

Bagi Recon Corps, tidak banyak yang dapat mereka lakukan. Semenjak semua petinggi pergi menuju ibu kota, mereka tidak mendapat pekerjaan yang penting. Untuk alasan yang mereka tidak ketahui, semua petinggi pergi ke Ibu kota di mana manusia yang dapat berubah menjadi titan itu di adili.

"Aku masih tidak percaya. dunia semakin gila." Oluo bergumam. Merebahkan kepalanya di atas meja. Mati kebosanan.

"Kau benar. Tidak akan ada seorang pun yang percaya manusia bisa menjadi Titan. Ini terlalu di luar nalar." Eld menanggapi.

Petra memberi masing-masing dari mereka teh di hadapan mereka dan menempatkan dirinya di kursi yang kosong. "Terlalu banyak yang tidak kita ketahui tentang Titan. Kurasa akan ada lebih banyak kejutan setelah ini."

"Setuju. Memikirkannya saja membuatku merinding." Gunther menanggapi. "Ngomong-ngomong, Petra, bagaimana dengan keluargamu?"

"Benar." Seolah teringat sesuatu yang penting, Oluo memperbaiki duduknya. "Mereka baik-baik saja?"

"Ah soal itu.." Petra mengeluarkan secarik amplop dari balik jaketnya. "Aku menerima ini tadi pagi. dari Ayahku."

"Itu artinya dia masih hidup? Syukurlah. Apa yang dia katakan?" tanya Eld

"Yeah, dia masih hidup. Dia berencana untuk memperbaiki rumah dalam waktu dekat. Namun ibuku masih mengalami sedikit trauma, jadi ia meninggalkannya di pengungsian."

"Itu berita bagus." Gunther mendesah lega " Setidaknya mereka masih hidup."

"Nagaimana dengan adikmu?" Oluo bertanya menyadari Petra tidak membahas bagian itu sama sekali.

"Itu.. mereka sudah menguburnya beberapa hari yang lalu." Petra mengalihkan matanya menjauh dari mereka, berusaha sebisa mungkin untuk tersenyum.

"Mungkin kau harus mengambil liburmu." Eld menyarankan.

"Tidak. Aku baik-baik saja. Kurasa ini cukup. Aku hanya akan membalas pesan Ayahku." Petra tersenyum paksa. "Ia meninggal karna terpisah dari orang tua ku dan terinjak-injak saat orang-orang melarikan diri. Aku sedikit bersyukur karna saat terakhirnya bukan menjadi santapan Titan. Jika iya, tubuhnya mungkin sudah hancur dan tidak di kenali."

"....." Mereka terdiam menatap Petra. Tidak tahu apa yang harus di katakan.

"Ah, maaf. Aku membuat suasana canggung."

"Petra, kau tahu kau selalu dapat bergantung pada kami." Eld tersenyum hangat. Sifatnya yang dewasa terkadang mampu membuat Petra tersentuh.

"Eld, itu kalimat Kapten." Gunther terkekeh atas ucapannya sendiri. "Tapi dia benar. Kau bisa mengandalkan kami jika kau mau."

"Yeah. Kau tahu aku sama hebatnya dengan Kapten, kau tidak perlu khawatir." Oluo lagi-lagi menyombongkan diri, namun kali ini bahasa menyebalkannya itu tidak membuat Petra terganggu.

Petra hanya tertawa. Menyadari betapa mereka selalu ada di sana jika ia membutuhkan seseorang. "thanks guys. I love you all."

***

Petra membawa sekeranjang kain kotor yang baru selesai ia cuci dan hendak mengeringkannya di luar. Selagi memikirkan apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Sejak Levi tidak ada, ia merasa bosan. Meski kenyataannya ia tidak sering menghabiskan waktu dengan Levi, namun ia tidak bosan memperhatikan Levi dari jauh. Entah sejak kapan itu sudah menjadi kebiasaannya. Tanpa Levi ia terus berpikir untuk melakukan sesuatu.

Haruskah aku membersihkan kamar Kapten? Tapi ia tidak memintaku melakukannya.

Ia hanya berjalan dengan pikirannya yang terus menrawang hingga sebuah wajah muncul secara tiba-tiba di depan wajahnya, membuatnya mundur secara reflek.

"Klaus?" Petra menatap Lelaki yang tersenyum itu heran. "Kau mengagetkanku."

"sorry. Biar ku bantu."

Klaus hendak mengambil keranjang yang ada di tangan Petra, namun Petra segera menjauhkannya. "Tidak apa. Aku bisa melakukannya." Dan berjalan mendahului Klaus.

Klaus adalah salah satu prajurit yang berada di angkatan yang sama dengan Petra dan yang lain. Meski mereka sudah lama saling mengenal, hubungan Petra dengannya tidak sebaik hubungan Petra dengan tiga lelaki lain. Namun lelaki ini terus mencoba untuk lebih dekat dengannya yang terkadang membuat Petra tidak nyaman.

"Rasanya sudah lama sekali aku tidak melihatmu." Klaus membuka topik selagi berusaha mengimbangi langkahnya dengan Petra.

"Beberapa minggu ini aku bertugas di luar base."

"Ah, jadi berita tentang mu berada di Squad Kapten Levi benar?"

"Yeah." Petra menjawab tanpa memandangnya. Dirinya berfokus pada jalan di depannya. Begitu ia sampai di luar, ia segera melakukan pekerjaannya tanpa menunggu Klaus menawarkan bantuan, karna pada akhirnya ia akan menolaknya juga.

"Itu luar biasa. Aku tahu kau bukan gadis biasa."

"thanks Klaus." Meski tersenyum, Petra tetap tidak memandangnya. "Kuharap pangkatmu akan segera naik juga."

"sure." Klaus tersenyum. Senyumnya lembut memandang Petra sekalipun Petra sama sekali tidak memandangnya. "Ah, rasanya aku sangat merindukan wajah itu."

"Huh?" Pada ucapannya, akhirnya Petra terpancing untuk memandangnya.

"Sorry. Aku hanya merindukanmu."

"oh, thanks?" Petra menjawabnya sedikit canggung. "Mulutmu manis seperti biasa."

"Yeah, tapi mulut manis ini hanya untukmu."

Tangan Petra sekilas berhenti bergerak, namun segela melanjutkan Pekerjaannya setelah beberapa detik. Ia merasa topik ini bukan topik yang ia gemari, jadi Petra mempercepat pekerjaannya.

"Maaf membuatmu canggung." Akhirnya Klaus bicara. "Sku hanya ingin mendengar jawabanmu."

Petra tetap terdiam hingga kain terakhir ia gantung dan berbalik menatap Klaus. "Maaf Klaus, aku sudah mengatakannya padamu.."

"Aku tahu, kita seorang prajurit. Aku tahu. Tapi di luar dari itu, kita manusia."

"...."

"Aku tidak memintamu untuk menerimaku sekarang. Aku hanya ingin tahu apa kau merasakan hal yang sama denganku. Mungkin kita tidak bisa bersama sekarang, bagaimana dengan nanti? Ketika kita berhasil mengalahkan semua Titan?"

"Kurasa kau terlalu banyak berharap. Sudah puluhan tahun kita melawan Titan. Dan tiba-tiba kau mengatakan seolah kemenangan sudah di depan mata."

"Aku tahu itu terdengar bodoh, tapi apa salahnya kita berharap? Setidaknya aku memiliki hal yang ingin ku capai setelah perang bodoh ini selesai."

"..."

"Meski ada kemungkinan aku akan mati sebelum mencapainya, setidaknya aku berjalan dengan harapan."

"Klaus.."

"Maaf jika aku terlalu menekanmu. Pikirkanlah. Kau harus tahu aku selalu serius dengan perkataanku. Dan maaf membuatmu menunggu lama, Kapten."

"Kapten?" Ketika Petra menoleh kearah mata Klaus tertuju, ia melihat Levi bersandar di bawah pohon yang berjarak beberapa kaki dari mereka, memperhatikan mereka dengan wajah menyeramkannya seperti biasa.

Seketika wajah Petra memucat sedangkan di sisi lain Klaus hanya tersenyum dan melambaikan tangan pada Petra. Petra tidak tahu mana yang harus di khawatirkan. Pernyataan cinta Klaus atau kenyataan bahwa ia membuat Kaptennya menonton dramanya. Petra mengabaikan itu untuk sementara dan berlari menghampiri Levi.

"Cih, bocah tengik itu tahu aku disini dan tetap membiarkan aku menunggu." Levi bergumam namun cukup untuk Petra dengar.

"Maafkan aku, Kapten. Aku tidak tahu.."

"Sampaikan pada yang lain, aku akan menunggu mereka malam ini. Kemasi barang kalian. Kita akan berangkat besok pagi."

"Kita pindah lokasi lagi?"

"Yeah."

Petra hendak bertanya kemana, namun kelihatannya Levi tidak akan memberitahunya. Jadi Petra menyerah.

"Hanya itu yang ingin ku sampaikan. Bocah tengik itu mungkin belum jauh. Sebaiknya kau kejar dia sebelum kau menyesal telah membuatnya berpikir kau tidak menyukainya."

Dia mendengar semuanya?!

Wajah Petra memerah. Tidak menyangka kehidupan cintanya terbongkar tepat di depan Kaptennya. "K-kau salah. Ini tidak seperti yang kau pikirkan."

"Tentu. Itu bukan urusanku." balas Levi datar dan hendak meninggalkan Petra namun Petra memotong langkahnya dengan kedua tangannya di sisi levi.

Levi terdiam menatap tindakan terang-terangan Petra. Sama sekali tidak mencoba pergi ketika Petra memojokkannya melawan pohon.

"A-aku tidak menyimpan perasaan seperti itu padanya. Sia tidak lebih hanya teman angkatanku. Kumohon percayalah!"

"Hah?"

"Huh?" Petra akhirnya menatap baik-baik wajah Levi yang kebingungan. Entah bagaimana Petra merasa ini pertama kalinya melihat wajah Levi dalam jarak sedekat ini. Akhirnya ia menyadari tindakan bodoh yang ia lakukan dan berhasil membuat wajahnya terbakar namun tetap terdiam dengan posisi itu. Terlalu malu untuk bergerak bahkan bernafas. "M-maafkan aku." Petra tidak menemukan kata-kata yang tepat untuk menjelaskan tindakan tidak sopannya pada Kaptennya. Bahkan Petra sendiri tidak mengerti kenapa dia merasa panik ketika Levi berpikir bahwa ia menyukai Klaus itu. Tidak mampu menahan malunya lagi, Petra akhirnya berlari sekuat tenaga tanpa menatap Levi kembali.

"MAAFKAN AKU!!"

***

Sesuai perintah Levi, Squad Levi sudah berkumpul di ruang tempat biasa mereka mengadakan pertemuan. Namun ada yang berbeda dengan malam ini. Delain Petra yang bertingkah canggung pada Levi, kini mereka mendapat tamu yang asing. Mata dari keempat anggota Levi tidak dapat terlepas darinya. Seolah sebuah tanda tanya tertulis jelas di wajah mereka. Tamu itu adalah seorang anak lelaki dengan mata biru dan perawakan cukup tinggi. Setidaknya lebih tinggi dari Levi.

"N-namaku Eren Jaeger. Mohon bantuannya." ucap anak lelaki itu canggung. Terlebih tingkahnya yang melihat Levi seorang monster.

"Mulai saat ini kita bertanggung jawab atas keselamatan bocah ini." Lanjut Levi. "Bocah ini adalah Titan yang kemarin menutup dinding di Trost."

"HUH?!" Teriak mereka serempak.

Baru pagi ini mereka masih kebingungan dengan manusia yang menjadi Titan. Kini manusia itu ada di hadapan mereka. Hidup dan bernafas. Terlebih mereka mendapat tugas untuk mengawasinya.

Sudah menduga akan reaksi mereka, Levi tetap melanjutkan penjelasannya.

"Keberadaan bocah ini harus di rahasiakan dari Polisi Militer. kita tidak boleh membiarkan mereka merebut hak asuh bocah ini. Walau menjengkelkan, tapi bocah ini adalah harapan manusia untuk dapat merebut kembali dinding Maria. Jadi kalian harus menjaganya apapun yang terjadi."

"R-roger Kapten." Meski dengan wajah yang tegang, mereka tetap menerima. Mereka masih belum mengerti sepenuhnya dengan keadaan, lalu tiba-tiba muncul seorang anak lelaki yang menjadi titan harapan manusia. Otak mereka butuh waktu untuk memproses semua ini.

"Jadi, namamu Eren huh? kelihatannya kau masih cukup muda." Eld memandang Eren sedikit aneh dan canggung. Karna mereka tidak tahu orang seperti apa Titan ini.

"Y-yeah. Aku baru saja lulus dari pelatihan militer." Di sisi lain Eren sama canggungnya. Di hari pertamanya bertemu dengan petinggi Recon Corps dan sekarang ia berhadapan dengan pasukan Elite nya.

"Jadi kau berada di Trost untuk upacara kelulusanmu, huh.." Eld bergumam lebih kepada dirinya sendiri. Berpikir itu adalah kebetulan yang besar.

"Oi, kau bisa berubah menjadi Titan bukan?" Ucapan Oluo membuat perhatian mereka semua beralih padanya, seolah ia telah mengucapkan kalimat paling tabu. "Ayolah, aku tahu kalian ingin mengetahuinya juga."

"Aku sendiri tidak mengerti apa yang terjadi, maaf."

Dan dengan jawaban yang menggantung itu, mereka semua terdiam.

"Eren untuk malam ini kau tidur di kamarku." Ucap Levi santai hingga tiba-tiba suara benturan bergema di ruangan.

BRUK!

Mereka semua menoleh ke arah sumber suara di mana Petra dengan tidak sengaja menabrakan kakinya ke kaki meja. Membuatnya meringkuk menahan sakit di kelingkingnya yang terbentur.

"M-maaf. Silahkan lanjutkan."

"Disini kami tidak memiliki ruang yang cocok untukmu. Untuk berjaga-jaga jika kau berubah menjadi Titan saat tertidur, aku bisa langsung membunuhmu." Dengan penjelasan Levi, mereka mulai meragukan ke-berhargaan anak ini.

Levi menghabiskan tehnya lalu beranjak dari kursinya. "Kalian pergilah kemasi barang kalian. Kita akan berangkat pagi sekali. Aku akan pergi menemui Erwin untuk merencanakan perjalanan besok." Dan Levi menghilang di balik bayangan pintu.

Saat Levi sudah tak lagi terlihat, seketika suasana menjadi canggung.

"Uhum! Maaf soal tadi." akhirnya Petra memecah kesunyian. "Namaku Petra Ral. Disana ada Gunther Schultz, Eld Jinn dan Oluo Bozado. karna mulai saat ini kita akan menghabiskan waktu bersama, mohon bantuannya. Kau bisa bertanya apapun pada kami." Sifat dasar Petra yang mudah berbaur dan beradaptasi dengan suasana baru membuat suasana meringan.

Eren mengembalikan senyumannya. Jelas terlihat seperti anak lelaki biasanya. Tidak berbahaya dan innocent. "Ya, terimakasih."

Dan dengan itu mereka beranjak untuk mengemasi barang atas perintah Levi. Namun Petra tinggal sebentar untuk membersihkan sisa cangkir di meja.

"Um, Petra." Eren menghampiri Petra yang membawa beberapa cangkir sekaligus di tangannya, membuatnya tidak nyaman. "Biar aku membantumu."

"Hm? Aku baik-baik saja. Ini sudah seperti pekerjaan rutinku. Kau tidak perlu bersikap formal padaku." Petra membalasnya dengan senyuman dan pergi meninggalkan ruangan bersama Eren yang hendak menuju kamar Levi. "Jadi, kau bilang kau tidak tahu apapun tentang dirimu yang menjadi Titan?" Petra bertanya, memastikan suaranya sekecil mungkin agar hanya mereka yang dapat mendengarnya.

"Yeah. Saat di Trost kemarin adalah pertama kalinya bagiku."

"Bahkan keluargamu tidak mengetahuinya?"

"Entahlah. Sepertinya ayahku mengetahui sesuatu. Tapi dia sudah meninggal."

"Oh, maafkan aku."

"Tidak masalah. Itu sudah 5 tahun lalu."

"5 tahun lalu? Jangan-jangan.."

"Ya. Aku berasal dari Shigansina."

"Maaf aku membahasnya. Jadi kau sendiri saat ini?"

"Aku bersama dua temanku, jadi aku baik-baik saja."

"Syukurlah. Hidup sendiri tanpa orang yang dapat di andalkan itu menyedihkan." Mata Petra tertuju jauh kedepan. Seolah ia melihat sesuatu di depan sana. "Oh. Ngomong-ngomong kamar Kapten ada di belokan yang baru saja terlewat."

"Eh?!" Eren menoleh ke arah yang Petra tunjukan dan di saat yang sama Petra terus berjalan, meninggalkan Eren.

"Tolong pastikan Kapten tidur malam ini." Ucap Petra dari kejauhan.

Eren hanya memandang Punggung Petra yang menghilang di telah gelapnya lorong. Sedikit bertanya-tanya apa yang ia maksud dari memastikan Kapten tidur malam ini. Namun ia mengerti setelah beberapa jam. Levi sama sekali tidak menjauhkan tatapannya dari Eren. Jsngankan untuk tidur, untuk bergerak pun Eren tidak memiliki keberanian.

TBC------>

Chapitre suivant