webnovel

Sadewa (Chapter 22)

Dewa mengantar Amor pulang sembari membawakan barang belanjaan Amor dengan pikiran yang amat kacau, ia bahkan tidak berbicara sama sekali dengan Amor.

"Kamu kenapa, Wa? Sejak keluar dari minimarket, kamu kok diam terus?" tanya Amor sembari menatap laki-laki itu. Dewa pun tersadar dari lamunannya dan mencoba tersenyum.

"Enggak, nggak apa-apa kok," sahutnya. Ia berbohong. Padahal, ia masih memikirkan wanita bernama Emmi itu. Ia merasakan aura negatif yang begitu kuat dari wanita itu. Tidak, lebih tepatnya adalah aura negatif yang sangat kuat dari roh jahat yang merasuki tubuh wanita itu. Akan lebih baik jika ia tak berurusan lagi dengan wanita itu, ataupun keluarga wanita itu. Karena, akan sangat berbahaya bagi siapapun yang terlibat urusan lebih jauh dengan wanita itu.

Ketika sampai di depan rumah Amor, gadis itu pun mengambil alih barang belanjaannya dari tangan Dewa. Setelah itu, Amor tersenyum.

"Kalau ada sesuatu, kamu cerita aja ke aku. Aku nggak mau kamu ngelamun terus kayak tadi," ucap Amor. Dewa pun tersenyum dan mengusap-usap rambut gadis itu dengan lembut.

"Iya, pasti aku bakalan cerita kok ke kamu," sahut Dewa. "Tapi, sekarang aku udah nggak apa-apa kok. Jadi nggak usah khawatir,"

Dewa mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja, tapi kenapa ia tidak bisa berhenti memikirkannya? Dewa pun berpamitan dan melambaikan tangan ke arah gadis itu. Ia tidak bisa menceritakan hal yang seperti ini kepada gadis itu. Sebab, Amor pasti akan sangat mengkhawatirkannya ...

*****

Sesampai di rumahnya, Dewa melihat Belle yang sedang berdiri di ruang tamu.

"Tadi ... kenapa sahabat-sahabatmu mengambil bajumu?" tanya Belle. Dewa pun menjawab.

"Oh, nggak apa-apa. Gue sendiri kok yang nyuruh mereka," sahut Dewa, ia pun hendak meninggalkan arwah itu menuju kamarnya.

"Tunggu!" seru Belle. Dewa pun menghentikan langkah kakinya.

"Apa kamu tidak bisa berhenti bersikap dingin padaku?" tanya Belle dengan raut wajahnya yang terlihat sedih. "Apa kamu tidak tahu yang aku rasakan? Aku mencintaimu ..."

Dewa terdiam mendengar pernyataan Belle yang begitu mengejutkannya, ia pun mengembuskan napas panjang.

"Belle, maaf kalau selama ini gue dingin sama elo," sahut Dewa. "Tapi ... gue bersikap kayak gitu, biar elo nggak banyak berharap. Karena, gue udah tahu perasaan lo,"

"Maaf ... gue nggak bisa balas perasaan elo," lanjut Dewa. Belle tersenyum mendengar penjelasan Dewa. Meskipun hatinya terasa sakit, Belle merasa lega karena sudah mencurahkan perasaannya.

"Tidak apa-apa. Tapi aku harap, sikap kamu sedikit mencair padaku," ujar Belle dengan senyuman yang tulus. Dewa tersenyum tipis.

"Gue bakalan coba," sahut Dewa. Ia pun melangkahkan kakinya menuju kamar dan beristirahat.

Belle merasa bahagia sekaligus sakit di dalam hatinya. Ia merasa sakit, sebab perasaannya tak bisa terbalaskan. Terlebih lagi, ia mengetahui bahwa Dewa menyukai gadis lain. Dan juga ia sadar, bahwa arwah sepertinya tidak akan pernah bisa bersatu dengan manusia. Dan ia juga sadar bahwa suatu saat, ia harus berpisah dengan Dewa ...

*****

Seperti biasa, Dewa menyanyikan sebuah lagu di kafe tempatnya bekerja. Meskipun ujian sekolah yang bertubi-tubi sebentar lagi akan dimulai, ia harus tetap bekerja agar bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Disaat sedang bernyanyi, Dewa merasa ada sesuatu yang mengganggunya. Tetapi, ia berusaha untuk tetap bernyanyi, sebab tak ada satupun yang bisa menghentikan hobinya ini. Dewa pun bernyanyi sampai akhir lagu.

Begitu selesai, Dewa pun turun dari panggung dan tak sengaja melihat keluarga Mr. Choi yang tengah menikmati hidangan mereka. Laki-laki itu berpura-pura tidak melihatnya. Namun sayangnya, Mr. Choi justru memanggilnya.

"Dewa!" panggil Mr. Choi. Mau tidak mau, Dewa menghampiri mereka dan berpura-pura tersenyum.

"Oh, Mr. Choi. Rupanya kalian semua datang kemari," ia berbasa-basi, padahal sesungguhnya ia sangat ingin melarikan diri karena Emi ada di sana. Dewa pun dipersilakan duduk di samping anak gadis Mr. Choi yang terlihat duduk menggunakan kursi roda.

"Suara kamu bagus," puji gadis itu. Dewa pun tersenyum tipis.

"Makasih," sahut Dewa.

"Oh ya, dari kemarin kita belum sempat kenalan. Namaku Elena, kamu bisa panggil aku Elen," ujar gadis itu sembari mengulurkan tangan, Dewa pun membalas uluran itu dan segera melepasnya.

"Lo pasti udah tahu nama gue kan? Jadi gue nggak perlu kenalin lagi," gumam Dewa dengan raut wajah datarnya. Ia sangat ingin mengakhiri semuanya.

"Ya ampun, dingin banget jadi orang," ujar Elen sembari tersenyum tipis. "Tapi, aku suka,"

Dewa mengerutkan alisnya. Untuk ukuran orang yang baru kenal, gadis ini terlalu jujur. Dewa jadi semakin tak nyaman berada di sana.

"Pa, aku ke toilet dulu ya," gumam Emi, Mr. Choi pun menganggukkan kepala. Wanita itu pun langsung berdiri dan berjalan menuju toilet. Dewa menatap Emi hingga sosok wanita itu tak terlihat lagi. Tetapi, Dewa tiba-tiba melihat sebuah bayangan masa lalu Emi, masa lalu mengerikan yang ditutup rapat-rapat oleh wanita itu sehingga tak tercium oleh siapapun, termasuk keluarganya sendiri ...

***** TBC *****

Chapitre suivant