webnovel

Hari Sebelum Badai 1 

Aodan berusaha keras agar bisa beradaptasi di peradaban yang terasa sangat asing baginya, ia mengikuti gaya Luna melakukan kegiatan sehari-hari dan hanya bisa memutar bola matanya dengan malas.

Kehidupan di sini terasa sangat damai, ia memang tidak ingat apa yang terjadi padanya dulu, tapi ia merasa kehidupannya dulu bukanlah sesuatu yang seperti ini, dulu rasanya seperti dekat dengan kematian.

"Siapa Rachel?" tanya Aodan tiba-tiba.

Luna duduk di depan Aodan dengan tangan yang tidak berhenti bergerak di atas kertasnya, ia baru saja selesai mengukur tubuh Aodan dan menyadari jika tubuh laki-laki itu dua kali lebih besar dari Gerald.

"Luna? Siapa Rachel?"

Aodan sebenarnya tahu beberapa hal, tapi karena ia mendengarnya dari mulut Bibi Hanah, ia merasa tidak bisa mempercayainya. "Dia benar-benar sahabatmu?"

Luna menatap Aodan, kemudian menghela napas panjang.

"Ya, tadinya."

Rachel yang Luna ingat adalah Rachel yang berbeda dengan sekarang. Mungkin wanita itu sangat pandai memainkan peran hingga ia tertipu.

Rachel berbeda dengan Luna, pertemuan pertama mereka waktu itu benar-benar murni ketidaksengajaan. Luna memamerkan gaun di kontes busana musim gugur dan Rachel kebetulan adalah modelnya.

Dulu Rachel bukanlah model terkenal, ia baru saja merintis karirnya, tapi berkat gaun yang ia kenakan di kontes musim gugur ia menjadi terkenal. Luna sama sekali tidak curiga dengan kedekatan Rachel, ia memperkenalkannya pada Gerald.

Dan di situlah awal mula bencana terjadi.

"Tidak, dia tidak pernah menjadi sahabatku."

Rachel hanya membodohinya untuk mendekati Gerald.

"Oh, lalu kau ingin membalas dendam padanya, itu bagus. Jangan biarkan dia senang di atas penderitaanmu." Aodan menganggukan kepalanya.

"Ya, seperti itulah." Luna menghela napas. "Aku kehilangan segalanya karena dia."

Aodan menyandarkan tubuhnya mengerti, kemudian ia memperhatikan gerak-gerik Luna yang sibuk memilah-milah warna pada sketsa yang ia tulis.

"Tenang saja, aku akan membantumu." Aodan melebarkan senyuman dan duduk di samping Luna, memijat tangannya dengan pelan. "Asal kau buatkan aku mie yang kemarin!"

"Itu tidak baik dimakan terus menerus!" Luna mendorong Aodan menjauh, ia membawa kertas sketsa yang baru saja ia gambar ke ruang kerjanya.

"Kenapa? Itu enak." Aodan mengikuti Luna, beberapa kali ia disikut oleh wanita itu tapi ia selalu punya cara untuk menghindarinya.

Luna hanya bisa menebak Aodan mungkin berasal dari peradaban kuno, ia tidak tahu listirk, tidak tahu adanya mie instan, juga tidak tahu tentang mobil.

Luna seperti memelihara seorang bocah nakal yang penuh rasa ingin tahu, kadang ia terlalu malas menjelaskan segala sesuatunya dan membiarkan Aodan menonton televisi sepanjang hari, tidak peduli apakah itu dalam wujud manusia atau dalam wujud kadal.

"Itu akan membuat perutmu buncit." Luna menyahut asal, melempar potongan kain ke arah Aodan. "Sana! Pergi nonton tv!"

Aodan mendengkus, seandainya ia tahu cara memasak di peradaban ini, ia akan melakukannya sendiri, ia tidak tahu bagaimana caranya membuat api keluar dari dalam benda kecil yang disebut kompor, padahal di sana tidak ada kayu bakar atau sesuatu yang bisa membuat api menyala.

Aodan hanya berpikir sederhana, mungkin saja sihir telah berkembang dengan sangat pesat di peradaban ini, sayang sekali wanita yang tinggal bersamanya ini tidak mengerti bagaimana cara mengendalikan sihir.

Kadal itu bosan, ia tidak ingin lagi menonton televisi dan membuka pintu, melihat dunia luar, karena rumah kecil Luna berada di pinggir jalan yang ramai, ia bisa melihat banyak orang berlalu lalang.

Aodan melihat tubuhnya, ia memakai kemeja hitam dan celana hitam panjang, meski ia merasa sedikit aneh saat memakainya, tapi ketika ia melihat orang-orang diluar sana memakai hal yang sama, akhirnya ia berusaha beradaptasi.

"Sepertinya menyenangkan kalau jalan-jalan sebentar." Aodan bersenandung, ia turun dan berjalan keluar, tubuhnya yang tinggi dan wajahnya yang tampan dengan mudah menarik perhatian banyak orang.

Luna sepertinya tidak menyadari apa yang dilakukan oleh Aodan, ia sibuk membuat gaun yang akan dipakainya ke pernikahan Gerald dan Rachel, sesekali menggerutu dengan kesal.

Aodan tidak peduli dengan tatapan orang banyak, ia sudah pernah ikut Luna berjalan dengan wujud kadalnya, sekarang dengan wujud manusia benar-benar membuatnya nyaman.

GUK … GUK … GUK ….

Seekor anjing berwarna abu-abu tiba-tiba menyalak dari belakang, Aodan menoleh dan mengerutkan keningnya.

"Maaf," kata seorang wanita yang memegang tali pengikat anjing di belakangnya, ia mengenakan celana pendek dan kaos tipis, memamerkan lekuk tubuhnya yang cantik. "Anjingku selalu seperti ini pada orang yang baru dilihatnya."

"Oh, tidak apa." Aodan tersenyum, ia selalu suka anjing, terutama yang besar dan berbulu. "Anjing ini sangat lucu, kau pasti merawatnya dengan baik!"

"Yah, Rilley memang lucu!" Wanita itu berseru dengan senang, beberapa gadis yang melintas merasa iri karena ingin mengambil kesempatan dekat dengan Aodan.

Aodan membungkuk, ia menyentuh leher anjing itu beberapa kali dan terkekeh, sang pemilik bergumam beberapa kata tentang kehebatan anjingnya.

"Kau terlihat baru di sini," kata wanita itu setelah melihat Aodan berdiri, mereka saling bertatapan. "Apa kau baru saja pindah?"

Aodan tertawa, ia mengangguk dengan pelan.

"Oh, di mana rumahmu? Mungkin kapan-kapan kita bisa berkunjung." Wanita itu tersenyum lebar, kemudian ia melihat Aodan melambaikan tangannya.

"Kenapa? Kau tidak mau memberitahuku?"

Aodan berdiri, senyuman di wajahnya menjadi pudar dan menatap wanita itu dengan dingin.

"Dibayar berapa kau mengikuti aku?"

Mata wanita itu membulat, wajahnya langsung pucat pasi dan anjing yang tadi ada di depan kini berbalik bersembunyi di belakangnya.

Mereka saat ini ada di trotoar yang sibuk, beberapa orang melintas dan melihat mereka, tapi Aodan sama sekali tidak peduli dengan itu, ketika ia melihat wanita itu hendak melarikan diri, ia segera menangkap tangannya.

"Lepaskan aku!" Wanita itu berseru, berusaha mengundang perhatian banyak orang untuk menolongnya. "Kau laki-laki tidak bermoral, beraninya menyentuhku!"

"Tidak mau." Aodan terkekeh pelan, mata emasnya itu berkilat seperti seorang predator yang telah menangkap mangsangnya. "Apa Rachel yang membayarmu?"

Wanita itu gemetar hebat, bahkan tali pegangan anjing yang ia pegang lepas dan anjing itu langsung kabur dari tuannya. Entah hanya perasaannya saja atau yang dilihatnya memang benar, ia melihat sepasang tanduk di atas kepala Aodan.

Laki-laki di depannya ini tadi terlihat ramah, tidak berbahaya dan juga terlihat sedikit polos. Tapi nyatanya sekarang ….

Semua orang yang melintas di trotoar terlihat menjauh, mereka tidak ingin berurusan dengan Aodan yang terlihat menakutkan.

Mata emas itu menyorot tajam dan pegangan tangannya mengerat, seakan mampu mematahkan tangan si wanita itu kapan saja dia mau.

Aodan menggertakkan giginya lalu tersenyum miring. "Kutanya sekali lagi, apa Rachel yang membayarmu?"

Chapitre suivant