webnovel

Menuju Stockholm

Melihat seseorang senang karena makanan makanan enak sebenarnya nyaris tidak pernah menggerakkan hati seorang Skylar Fitzroy. Di dalam hati, dia selalu tertawa, karena baginya, makanan mahal dan enak sudah menjadi kesehariannya. Kapanpun dia ingin, dia bisa langsung membeli, tak perlu berpikir besok akan makan apa jika uangnya habis dibelikan makanan mahal.

Tapi gadis yang bersamanya tidak. Entah kenapa, Skylar juga ikut senang saat Alexa kegirangan makan makanan enak. Dia bahkan tidak keberatan jika semua makanan di atas meja dihabiskan oleh Alexa seorang diri. Dia bisa membeli lagi untuknya sendiri bila perlu.

Entah sejak kapan, dia bisa bersimpati pada Alexa.

Mungkinkah karena gadis itu masih muda dan tidak punya siapa-siapa, kemudian keinginan untuk menjaganya tumbuh di dalam hatinya? Apapun alasannya, Skylar belum ingin memikirkan jauh sampai ke sana. Dia hanya perlu menganggap bahwa gadis itu adalah tanggung jawabnya selama bekerja padanya.

Membiarkan Alexa memakan dim sum, tangannya bergerak mengambil kulit panekuk tipis, lalu diletakkan di mangkuknya. Dengan sumpit, dia mengambil potongan bebek peking, sayuran, dan beberapa saus secara berurutan ke atas kulit burrito. Kulit itu digulung, lantas dimakan.

Kerenyahan kulit bebek yang kering, daging bebek yang empuk, ditambah rasa dari saus yang diteteskan di atas menyatu ke dalam mulutnya. Enak, seperti rasa bebek peking yang biasanya. Rasa itu adalah rasa terenak daripada restoran lainnya. Memang seharusnya begitu, supaya uang 300 poundsnya tidak terbuang sia-sia.

Selesai menghabiskan gulungan bebek peking miliknya, dia pun membuat satu lagi dan meletakkannya di atas mangkuk kecil milik Alexa.

"Cobalah. Tidak pakai sumpit juga tidak apa-apa."

"Ini … bebek peking?"

Pemuda itu hanya mengangguk mengiakan. Tidak ada menu makanan lain yang mereka pesan selain dim sum, salad, dan bebek peking. Tidak heran gadis itu bisa langsung menebaknya dengan cepat.

Dipandangnya Alexa yang memasukkan gulungan bebek peking ke dalam mulut. Satu detik, dua detik, empat detik, lima detik, dan Skylar bisa melihat sepasang mata coklat yang berbinar senang.

Dia jadi merasa tidak keberatan mengajak Alexa jalan-jalan untuk mencoba makanan-makanan enak yang belum pernah dimakan sebelumnya karena tidak punya uang. Mungkin suatu hari nanti, jika dia punya waktu luang dari pekerjaannya.

Mereka keluar dari restoran pukul delapan lebih. Seharusnya mereka bisa langsung kembali menuju hotel, namun mobil berbelok ke supermarket di dekat hotel. Dia tidak keberatan menemani pelayannya belanja, daripada besok pagi dia tidak bisa sarapan. Lagipula, karena membawa mobil, mungkin Alexa bisa belanja lebih banyak daripada biasanya.

Satu langkah begitu mereka melewati pintu masuk, Alexa langsung melongok ke arah kasir, kemudian dia menghela napas lega.

"Ada apa?" Tentu saja, sikap Alexa menarik perhatian Skylar.

"Um … tadi sore saya kabur dari kasir karena tidak bawa dompet. Saya sedikit khawatir kalau kasirnya sama seperti yang tadi sore. Tapi sepertinya sudah ganti orang…"

"Salahmu sendiri karena ceroboh." Terkekeh, pemuda itu menarik troli dan mulai mendorongnya.

Dia menolak ketika Alexa meminta troli itu darinya. Skylar tidak ingin menjadi seperti satpam yang mengikuti orang lain belanja, karena dia tidak sedang mencari apapun di sini. Berjalan dan hanya melihat gadis itu belanja akan terasa sangat membosankan. Setidaknya, biarkan dia mendorong troli.

Troli berjalan melewati lorong-lorong supermarket dimulai dari rak perlatan bersih-bersih. Di sini, Alexa sama sekali tidak memakan waktu lama untuk memilih. Deterjen, cairan pembersih lantai, cairan pembersih kaca, dan lain sebagainya segera dia ambil dan masukkan ke dalam troli begitu melihat di rak.

Perjalanan berlanjut menuju rak peralatan mandi. Namun kali ini, alih-alih mengekor seperti biasa, Skylar memisah dan mencari peralatan mandinya sendiri, kemudian kembali dengan membawa beberapa barang di dalam pelukannya untuk dimasukkan ke dalam keranjang.

Troli kembali berjalan menyusuri lorong dan rak-rak. Ada banyak makanan kemasan yang dibeli juga, namun tidak ada sereal yang dimasukkan. Harus Skylar akui, sejak dia memperbolehkan Alexa memakai dapur, dia nyaris tidak pernah makan sereal sama sekali. Bahkan, untuk snack pun, gadis itu membuatnya di dapur.

Mereka bahkan belum tiba di bagian makanan mentah, tapi troli sudah mulai penuh. Mau tak mau, Skylar jadi penasaran, apakah gadis itu selalu menahan diri membeli macam-macam hal jika belanja sendirian? Lalu karena saat ini mereka membawa mobil, apakah Alexa melampiaskan dengan membeli semua barang yang dia perlukan?

"Oh, aku lupa bilang." Pemuda itu berkata saat mereka akan memasuki daerah makanan mentah.

Mendengar kalimat tuannya, Alexa menghentikan langkah dan menoleh menatapnya.

"Besok lusa, aku akan pergi ke Stockholm selama tiga hari." Jeda sejenak. "Melihat bayi."

Butuh beberapa saat bagi Alexa untuk memproses kata 'melihat bayi'. Tapi kemudian, bibirnya membulat. "Ooh." Namun diam-diam, Alexa berusaha mengingat tanggal. Hari ini tanggal 26 Maret. Jika tuannya akan pergi selama tiga hari, maka pemuda itu akan sampai di rumah tanggal 30 Maret.

Senyumnya terukir.

"Mumpung kita ada di sini, apakah Tuan ingin dibuatkan sesuatu nanti? Biar sekalian saya carikan bahan-bahannya sekarang."

"Hmm…" Skylar terlihat berpikir. Dia memejamkan mata dan mengernyitkan alis, seolah berpikir keras. Tapi tak lama, senyum menyebalkan muncul di wajahnya. "Buatkan aku dim sum. Aku ingin makan dim sum sebelum berangkat besok lusa."

"D-Dim sum…?"

Gadis itu tampak panik. Dia tidak keberatan membuatkan dim sum, hanya saja…

"Saya belum tahu resepnya, jadi belum tahu bahan-bahannya apa saja," ujarnya lesu.

Di sisi lain, Skylar terkekeh. Jelas-jelas dia sedang iseng dan asal berucap. Dia hanya ingin bercanda, karena sepertinya Alexa sangat semangat jika berurusan dengan dapur. Meskipun, dia akan senang jika gadis itu sungguhan membuatkan dim sum untuknya.

"Aku bercanda. Buatkan saja kapan-kapan kalau kau sudah paham resepnya. Aku tak keberatan kau masak apapun."

Tentu saja. Alexa sudah sering mendengar kalimat itu setiap kali dirinya bertanya apabila tuannya ingin meminta menu spesifik. Mungkin karena sejauh ini, Alexa belum pernah mengulang satu pun menu masakan buatannya. Apakah pemuda itu ingin mencoba lebih banyak menu baru lainnya?

Dia pun mengangguk dan melanjutkan berjalan menuju bagian makanan mentah.

Khusus di bagian itu, Alexa menghabiskan waktu yang cukup lama. Memilih daging selalu dilakukannya dengan cermat, membuat Skylar penasaran, sebenarnya apa yang gadis itu lihat saat memilih daging?

Entah berapa lama waktu yang mereka habiskan di sana. Begitu keduanya meninggalkan kasir, baru terdengar pengumuman jika supermarket akan tutup 10 menit lagi.

Skylar langsung melihat jam tangannya yang menunjukkan nyaris pukul 10. Matanya membelalak cukup lebar. Selama itukah mereka berada di supermarket? Yah, jika melihat troli yang penuh dengan barang belanjaan, harusnya sudah tidak heran.

"Sepertinya kita akan kerepotan membawanya ke atas nanti," komentar Skylar sambil menutup bagasi mobil.

Dua hari kemudian, Skylar pergi ke bandara setelah memberi pesan pada Alexa agar tidak lupa mengajak Sophie jalan-jalan dan memandikannya. Lantas, dia menyuruh Michael mengantarnya ke bandara khusus tempat pesawat pribadinya berada. Butuh waktu 45 menit untuk sampai ke sana, karena jalanan yang sedikit macet, karena ini masih belum akhir pekan.

Lewat ponselnya, dia mendapatkan pesan jika beberapa sepupunya juga akan naik pesawat yang sama. Tak masalah. Pesawat pribadinya bisa memuat sampai enam orang. Terlebih lagi, yang ikut bersamanya kali ini hanya Errol dan Karalyn, sepasang saudara kembar, ditambah dengan Liam.

Saat Skylar sudah sampai di bandara, dia sudah melihat ketiga orang itu menunggu. Tak mau membuang waktu, dia segera naik ke pesawat, agar benda itu segera lepas landas. Lebih cepat sampai, maka mereka akan lebih cepat pulang.

"Kau bawa apa?" Kara bertanya begitu melihat kotak kado milik Skylar yang cukup besar di tangan pramugari. Tatapannya menyelidik, tapi juga ada sorot menggoda di sana.

"Yang jelas bukan manusia," balas Skylar tak acuh.

Sepupu perempuannya itu selalu saja penasaran dan senang menggodanya dalam hal-hal seperti ini. Sebagai satu-satunya orang yang masih single, Skylar akhir-akhir ini sering digoda oleh para sepupunya. Kara sendiri sudah bertunangan, apalagi Skylar dan Kara seumuran.

"Mana Ian?"

Ian adalah tunangan Kara, yang juga merupakan sahabat baik Skylar saat mereka kuliah. Tidak aneh jika dia menanyakan keberadaan temannya itu, karena biasanya Ian pasti ikut ke dalam apapun acara keluarga mereka. Tak terkecuali hari ini.

"Katanya akan menyusul nanti malam atau besok pagi."

"Hah. Lebih baik kalau dia tak usah datang saja." Skylar langsung duduk di kursinya dan memasang sabuk pengaman. Mesin pesawat sudah dinyalakan sejak dia datang. Tidak perlu mereka mengulur waktu dengan berbincang-bincang di dalam pesawat tanpa memasang sabuk pengaman.

"Bilang saja kau kangen padanya."

Kara terkekeh. Tahu benar seberapa dekat tunangannya dengan Skylar. Bahkan, Kara juga jadi tahu beberapa rahasia Skylar dari Ian. Termasuk hobi Skylar yang senang menyewa wanita semalam dan juga cinta bertepuk sebelah tangannya pada sang sepupu jauh. Namun Kara cukup tahu diri untuk tidak menyebarkannya dan memutuskan menyimpan sendiri rapat-rapat.

Kali ini, Errol, saudara kembar laki-laki Kara, mulai menimpali dengan topik lainnya. "Kau dapat pesan dari Arvid?" Dia bertanya pada Skylar. Karena Kara, saudara kembarnya yang perempuan, tampaknya tak mendapat pesan pribadi apapun dari Arvid, sepupu yang akan mereka kunjungi sekarang.

"Soal tidak dekat-dekat dengan istrinya dan jaga jarak sejauh satu meter?" Skylar malah bertanya balik. Dia memang dapat pesan itu kemarin malam dan membuatnya sedikit kesal. Pada akhirnya, Skylar membalas, 'Tenang saja, aku tidak berminat merebut istri orang.'

Awalnya, dia mengira Arvid hanya sok ingin memamerkan hubungan harmonis keluarganya. Tapi balasan yang datang, membuat Skylar tak mau mengejarnya lebih jauh.

'Kami punya alasan tersendiri.'

Dia menganggap pria itu serius. Sementara itu, apapun alasan yang mendasari, tampaknya Arvid pun tak ingin memberi tahu pada siapapun. Skylar juga tidak berminat mengorek rahasia orang lain. Dia sendiri juga tidak akan suka jika ada orang lain yang mengorek rahasianya.

Skylar mengedikkan bahu menanggapi pertanyaan Errol, pemuda pirang yang duduk di sebelahnya.

"Kurasa mereka memang punya alasan tersendiri."

Selama perjalanan, selain membicarakan tentang kondisi sepupu lain, mereka lebih sering membicarakan soal pekerjaan. Bagi pengusaha seperti mereka, pembicaraan tentang pekerjaan tidak akan terhindarkan dan tak akan pernah bosan untuk dilakukan.

Chapitre suivant