webnovel

Waktu yang berharga

Bus yang di nantikan oleh Alona sudah tiba di halte dan mengharuskannya segera menaikinya. Jika tidak dia akan pulang dengan terlambat karena harus menunggu bus untuk selanjutnya lagi, dan itu rasanya tidak mungkin.

"Ken, aku harus pulang. Bus nya sudah datang," ujar Alona sembari meregangkan pelukan Kenzo padanya sejak tadi.

Kenzo pun melepas pelukannya dari tubuh Alona dengan cepat, lalu menarik tangan Alona dan mengantarnya sampai Alona menaiki bus tersebut. Alona langsung saja melepas genggaman tangan Kenzo yang begitu erat lalu mencari kursi di dekat jendela agar dia bisa memandang wajah Kenzo sebelum akhirnya bus itu melaju pergi.

Kenzo tersenyum lembut sembari melambaikan tangannya ketika Alona menatapnya dari kaca jendela. Perlahan bus itu melaju, dan Kenzo memberikan isyarat agar saat Alona sampai di rumah dia harus memberikannya kabar melalui pesan singkat.

Semakin lama, semakin melaju jauh dan Alona menghilang dari pandangan Kenzo saat ini, namun dia masih melambaikan tangannya meski bus itu sudah berlalu pergi jauh dari hadapannya. Di dalam bus yang melaju cukup cepat, Alona menarik napasnya dalam-dalam.

"Ini hanya tentang waktu dan keberanian yang belum mampu aku lakukan untuk mu, Ken. Aku yakin kamu pun belum memiliki itu semua, untuk memberanikan diri menjemput dan mengantarku pulang sama halnya seperti pasangan di luar sana, tapi… walau demikian aku sangat bahagia bisa bertemu dan bersama denganmu dengan cara seperti ini, Ken."

Hal yang serupa juga di rasakan oleh Kenzo yang kini masih berdiri di halte menatap jalanan kota.

"Aku pun ingin, menjalani hubungan yang normal layaknya pasangan di luar sana, Alona. Aku ingin bisa bebas mengajakmu, menjemput dan mengantarmu pulang dengan bebas. Akan tetapi, aku butuh keberanian dan ini hanya tentang waktu yang entah kapan aku bisa melaluinya. Tapi kenapa begitu sulit hanya karena perbedaan di antara kita yang membuatku ragu melakukannya, meski demikian aku sangat bahagia karena aku… Aku mencintaimu, Alona."

>>>

Waktu pun terus berputar, hari-hari yang di lalui Kenzo di sekolah masih tetap sama. Dia selalu mendapatkan perlakuan yang tak biasa dari para kalangan siswi di sekolahnya. Baik teman sekelas, adik kelas, bahkan dari sekolah yang berbeda pula.

"Ken, pulang sekolah temani aku shopping yuk!" ujar salah seorang siswi dari kelas yang berbeda dengan Kenzo datang menghampirinya.

Sontak saja itu membuat teman-teman geng Kenzo berseru menggodanya.

"Hei, Mita. Apa kamu tidak tahu jika saat ini pangeran sekolah kita sudah tidak jomblo lagi? Hahaha…" ledek salah satu teman dekat Kenzo.

Riyo menyenggol lengan temannya itu untuk menghentikan tawanya sehingga tidak menimbulkan masalah baru nantinya. Mita adalah siswi yang sejak awal mengejar Kenzo, tapi sayang. Kenzo beberapa kali menolaknya karena gaya fashionable dari Mita membuatnya sedikit risih.

"Jangan ikut campur deh, Lu!" balas Mita pada teman Kenzo tadi, bahkan meliriknya dengan sangat tajam.

"Tsk, pantas saja Kenzo menolaknya. Dia seperti suzana," bisik teman Kenzo menimpali. Masih beruntung wanita itu tidak mendengarnya, jika mendengarnya dia akan tamat.

"Mit, kamu tahu jika setiap pulang sekolah aku harus membantu ayah di Kedai. Jadi, kamu ajak yang lain saja ya!" jawab Kenzo dengan lembut.

Mita tampak menarik napasnya dalam-dalam dan menyilangkan kedua tangannya ke depan dan menatap Kenzo dengan tajam.

"Ken, jadi benar? Kamu sudah punya pacar?' tanya Mita menyelidik.

"Hem, seperti yang kamu dengar tadi dari…"

Brak!

Mita menggebrak meja di depan Kenzo sehingga Kenzo dan teman-teman dekatnya terkejut hampir saja melompat.

"Tega kamu Ken! Cowok tidak berperasaan!" Mita menaikkan nada biaranya satu oktaf seraya beranjak pergi dari hadapan Kenzo dan teman-temannya serta dengan isakan tangis.

"Mit, mita… Hei, tunggu dulu!" panggil Kenzo hendak mengejar Mita yang berlari dengan tangisan.

"Ken!" Riyo menahan lengan Kenzo yang hendak mengejar Mita untuk menenangkannya.

"Yo, Mita pasti bakal negebenci gue. Gue mau ngejelasin sama dia," ujar Kenzo hendak kembali melangkah.

"Ken, sudahlah! Kalau elu berhasil menenangkannya, itu artinya elu memberinya harapan lagi. Sudahlah!"

Kenzo menahan napasnya sejenak. Dia berpikir bahwa apa yang Riyo katakan barusan benar adanya, tapi dia tidak bisa melihat wanita menangis karenanya. Dia selalu tidak tega dan merasa bersalah jika mendengar wanita menangis terlebih lagi itu karenanya.

"Tapi, Yo…"

"Ken, gue tahu elu paling tidak bisa melihat wanita menangis. Itu sikap lemah elu, tapi Mita berbeda. Jangan terpancing dengan tangisannya itu, percayalah… Setelah ini dia akan baik-baik saja, Ken!" jawab Riyo menahannya dengan paksa.

"Iya, Ken. Sudahlah, tidak perlu mengejar cewek itu. Mita terkenal cantik di kelasnya, tentu banyak yang mengejarnya, dan saat dia menangis pasti banya cowok-cowok yang akan menenangkannya, atau…" ujar salah satu teman Kenzo yang kemudian menahan ucapannya sejenak.

"Atau apa?" tanya Kenzo penasaran.

"Atau elu pengen gue yang berlari mewakili elu menenangkan Mita? Hehe…" jawab teman Kenzo kembali dengan cengengasan.

Sontak saja Kenzo dan Riyo bersamaan mengeroyoknya dengan mencubiti serta mengacak rambut nya dengan gemas. Mereka saling bergulat layaknya anak kecil yang saling merebutkan mainan kesayangan mereka, seketika Kenzo melupakan rasa bersalahnya pada Mita tadi.

Chapitre suivant