Waktu menunjukan pukul empat sore. Keluarga Park beserta Namjoon sudah tiba di kediaman kakek dan nenek Park, orang tua dari Park Chanyeol ayah jimin. Mereka memasuki rumah bernuansa tradisional jepang yang dikelilingi hijaunya taman dan memiliki sebuah kolam ikan di sampingnya.
"Selamat datang tuan nyonya. Silahkan masuk nyonya besar sudah menunggu." Ucap seorang pelayan rumah itu sambil membungkuk sopan.
"Ne terima kasih." Ucap Chanyeol. Mereka pun memasuki ruangan yang mungkin menjadi ruangan keluarga di rumah itu.
Di sana telah duduk seorang wanita yang telah berumur duduk sendiri dengan wajah sendunya.
"Ibu." Wanita yang di panggil ibu itu pun segera berdiri dan berjalan mendekat ke arah putranya Park Chanyeol.
"Chanyeol-ah hiks.. " Ibu Chanyeol pun menangis di pelukan putranya.
"Ibu, bagaimana keadaan ayah?"
"Ayahmu kritis nak , ibu tak tahu lagi harus bagaimana..hiks.."
"Tenanglah bu, di mana ayah dirawat." Ucap chanyeol sambil mengusap punggung bergetar sang ibu.
"Dia ada di kamar. Dia tak mau di bawa ke rumah sakit."
"Aku ingin melihatnya." Ibu chanyeol pun membawa putra dan menantu juga cucunya ke arah kamar dimana sang suami terbaring.
𝘾𝙚𝙠𝙡𝙚𝙠
Pintu itu pun terbuka di dalam kamar itu terlihat seorang pria tua yang terbaring lemah di atas ranjang. Tangannya menancap sebuah selang infus dan di tubuhnya tertempel alat-alat medis.
Chanyeol pun mendekat di susul jimin yang ingin melihat kondisi sang kakek.
"A-ayah.. Apa kakek akan baik-baik saja?" Ucap jimin yang sudah berkaca-kaca.
"Semoga saja jimin. Berdoa lah kakekmu akan baik-baik saja." Jimin pun menangis menyandarkan kepalanya pada bahu sang ayah. Dengan segera chanyeol meraih tubuh bergetar putranya untuk di peluknya. jimin semakin terisak dia tak tahan melihat kondisi kakeknya seperti itu.
"J-ji-min.." Terdengar suara panggilan lirih yang hampir berbisik.
"K-kakek?! Kakek ini jimin kek." Ucap jimin dengan menggenggam tangan dingin sang kakek.
"B-bagai mana k-kabar cucu kakek hum?"
"Jimin baik kek. Kakek tidak perlu khawatir ne. Sekarang kakek harus sembuh."
"J-ji-min wak-tu ka-kek t-tidak banyak n-nak. K-kakek m-min-ta t-tolong pada-mu jim, t-tolong k-kau g-ganti kan k-kakek m-meng-elola pem-andian a-air p-pan-nas i-itu." Ucap kakek jimin terputus-putus nafasnya tersengal.
"T-tapi kek..."
"K-ku m-mo-hon nak, i-itu p-permin-ta-an t-ter-ak-hir k-ka-kek." Ucapan kakek jimin terhenti di tambah menutupnya perlahan mata pria tua itu dan berakhir tak sadarkan diri.
"Kek.. Kakek.. Jangan buat jimin takut. Kakek.. Bangun.. Hiks.. Kek..hiks." Jimin menangis dan mencoba membangunkan nya.
"Ayah.. Bangun yah.. Hiks.." Semua yang ada di sana menangis dokter yang di utus berjaga di sana segera menghampiri pria tua yang tak sadarkan diri. Jimin dan ayahnya beranjak dari ranjang itu masih menangis tersedu-sedu memberikan ruang untuk memeriksa keadaannya.
"Maaf beliau sudah tiada." Ucap sang dokter dengan tatapan sendu.
"T-tidak ayah.. Hiks.."
"Kakek.. Hiks.." Terdengar isak tangis pilu dari semua orang di sana Begitu menyayat hati mengantarkan kepergian seorang ayah yang baik hati bagi chanyeol, seorang kakek yang penyayang bagi jimin dan seorang suami yang tegas dan berwibawa bagi sang istri. Sungguh meninggalkan kenangan indah bagi mereka yang di tinggalkan.
****
Lima hari telah berlalu setelah pemakaman kakek jimin. Hari ini seorang pengacara tuan besar park datang ke rumah duka. Untuk menyampaikan beberapa pesan terakhir dari mendiang tuan besar park.
Di rumah itu telah berkumpul orang-orang yang dipanggil untuk datang karena nama-nama mereka telah tertulis di dalam pesan tuan besar park. Di Sana telah hadir diantaranya. Park Chanyeol, istrinya dan putranya jimin,Seokjin dan suaminya Namjoon.
"Selamat siang, semua apa sudah datang?"
"Maaf untuk satu orang lagi tidak bisa datang yang bernama Kim Taehyung karena dia ada di korea." Ucap seokjin pada sang pengacara.
"Baiklah tidak apa-apa biar nanti tolong di informasikan saja.
"Ne.
"Saya akan membacakan isi dari pesan dari mendiang tuan besar."
"Saya park hyun shik dengan sadar dan jelas menuliskan selaku pembagian hak waris dengan hasil yang telah saya pertimbangkan dan telah sah di mata hukum.
ᴘᴇᴍʙᴀɢɪᴀɴ ᴍᴇʟɪᴘᴜᴛɪ ʙᴇʙᴇʀᴀᴘᴀ sᴀʜᴀᴍ ᴅᴀɴ ᴘʀᴏᴘᴇʀᴛɪ sᴇʙᴀɢᴀɪ ʙᴇʀɪᴋᴜᴛ:
𝟷. ᴘᴇʀᴜsᴀʜᴀᴀɴ ᴘᴀʀᴋ' ᴄᴏʀᴘ ʏᴀɴɢ sᴀᴀᴛ ɪɴɪ ᴅɪ ᴘᴇɢᴀɴɢ ᴏʟᴇʜ ᴍɪɴ ᴊɪʜʏᴜɴ ᴀᴋᴀɴ ᴅɪ ʙᴀɢɪ ᴋᴇᴘᴀᴅᴀ ʙᴇʙᴇʀᴀᴘᴀ ᴀʜʟɪ ᴡᴀʀɪs :
𝟸𝟶% sᴀʜᴀᴍ ᴅɪʙᴇʀɪᴋᴀɴ ᴘᴀᴅᴀ ᴋɪᴍ sᴇᴏᴋᴊɪɴ
𝟸𝟶% sᴀʜᴀᴍ ᴅɪʙᴇʀɪᴋᴀɴ ᴘᴀᴅᴀ ᴋɪᴍ ᴛᴀᴇʜʏᴜɴɢ
𝟸𝟶% sᴀʜᴀᴍ ᴅɪ ʙᴇʀɪᴋᴀɴ ᴘᴀᴅᴀ ᴘᴀʀᴋ ᴊɪᴍɪɴ
𝟺𝟶% sᴀʜᴀᴍ ᴅɪʙᴇʀɪᴋᴀɴ ᴘᴀᴅᴀ ᴘᴀʀᴋ ᴄʜᴀɴʏᴇᴏʟ
𝟸. ᴛᴀɴᴀʜ sᴇʟᴜᴀs 𝟷𝟸 ʜᴇᴋᴛᴀʀ ʙᴇsᴇʀᴛᴀ ʙᴀɴɢᴜɴᴀɴ ᴀᴘᴀʀᴛᴇᴍᴇɴ ᴅɪ ᴀᴛᴀs ᴛᴀɴᴀʜ ᴛᴇʀsᴇʙᴜᴛ ᴅɪ ᴘʀᴇғᴇᴋᴛᴜʀ ᴄʜɪʙᴀ sᴀʏᴀ ʙᴇʀɪᴋᴀɴ ᴘᴀᴅᴀ ɪsᴛʀɪ sᴀʏᴀ ᴘᴀʀᴋ ʏᴏɴʜᴡᴀ.
𝟹. sᴇʙᴜᴀʜ ʙᴀɴɢᴜɴᴀɴ ᴘᴇɴɢɪɴᴀᴘᴀɴ ᴅᴀɴ ᴘᴇᴍᴀɴᴅɪᴀɴ ᴀɪʀ ᴘᴀɴᴀs ᴘᴀʀᴋ's ʜᴏᴛ sᴘʀɪɴɢs ᴀᴋᴀɴ ᴅɪ ʙᴇʀɪᴋᴀɴ ᴋᴇᴘᴀᴅᴀ sᴀᴜᴅᴀʀᴀ ᴘᴀʀᴋ ᴊɪᴍɪɴ.
sᴇᴋɪᴀɴ ᴅᴀʀɪ sᴀʏᴀ, sᴜʀᴀᴛ ᴡᴀsɪᴀᴛ ɪɴɪ sᴀʏᴀ ᴛᴜʟɪs ᴅᴇɴɢᴀɴ sᴀᴅᴀʀ ᴅᴀɴ ᴛᴀɴᴘᴀ ᴀᴅᴀ ᴘᴀᴋsᴀᴀɴ ᴅᴀʀɪ ᴘɪʜᴀᴋ ᴍᴀɴᴀ ᴘᴜɴ.
Seperti itu lah isi dari surat wasiat dari mendiang. Saya sudah menyalin surat wasiat ini dan akan saya bagikan untuk masing-masing orang yang hadir di sini. Apa ada yang keberatan?" Ucap pengacara itu sambil membagikan kertas salinan dari surat wasiat yang asli.
"Maaf kenapa jimin bisa mendapatkan hak penuh dari Park's hot spring? Bukannya di berikan kepada nenek yonwha?" Ucap seokjin pada sang pengacara.
"Seokjin, kakek hyun shik sudah membicarakan dengan ku kalau beliau memberikan wewenang ini dari dulu saat jimin berusia 10 tahun." Ucap yonhwa
"Tapi nek, itu tidak adil jimin sudah mendapatkan tempat itu tapi kenapa dia juga mendapatkan 20% saham perusahaan?!" Seokjin menaikan suaranya tidak terima pembagian warisan yang menurutnya tidak adil. Jimin hanya menunduk entah apa yang di pikirkan nya. Dia tak ingin ada pertengkaran di keluarga hanya karena warisan. Mungkin dia akan menolak saja pemberian tempat pemandian itu.
"Seokjin-ah jangan seperti ini. Semuanya sudah keputusan dari kakek." Ucap Namjoon memberikan pengertian istrinya agar bisa menerima keputusan itu.
"Tapi Namjoon aku juga cucunya."
"Maaf tuan seokjin ini sudah tertulis di surat wasiat itu dan keputusan sudah mutlak di mata hukum. Karena sudah tidak ada lagi untuk saya sampaikan saya permisi. Ah ya..tuan jimin bisa ikut saya sebentar saya ingin berbicara dengan anda."ucap pengacara sambil berlalu keluar dari ruangan itu.
"Ah.. N-ne.." Jimin pun mengikuti pengacara itu keluar dari ruangan menuju taman yang ada di halaman rumah itu. Keduanya duduk di bangku yang ada di sana.
"Maaf tuan jimin, saya ingin mengatakan sebuah pesan dari kakek anda. Tolong segera untuk membuka kembali tempat itu dan sebelumnya mulai melakukan renovasi . Mengenai masalah dananya tuan besar sudah menyimpan tiga rekening tabungan dengan bank yang berbeda. Dua di antaranya yang memang untuk pendanaan tempat itu. Dan satu rekening atas nama anda di berikan untuk anda pribadi." Jimin pun menaikan ke dua alisnya terkejut dengan apa yang di katakan oleh pengacara itu.
"A-atas nama saya paman?"
"Benar tuan dan ini akan menjelaskan semuanya di sana sudah tertera nominal dari ke tiga tabungan itu."
"T-tapi..."
"Jimin, aku akan bicara sebagai paman mu saat ini. Aku mohon terima ini, kau tahu bukan paman hyun shik sangat menyayangi mu sudah lama paman hyun shik ingin memberikan tempat ini padamu namun karena kau masih berumur 10 tahun saat itu paman hanya bisa menunggu kau dewasa dengan alasan kau sudah mampu untuk mengelola tempat itu. Karena itu dia melimpahkan tempat berharga penuh kenangan itu untuk kau yang memilikinya. Aku harap kau akan segera mengelola tempat itu. Dan tolong tentang masalah tabungan itu jangan sampai ada yang tahu kecuali bibi yonhwa dia mengetahui semuanya."
"Ne paman lee.."
"Baiklah jimin aku harus pergi sekarang. Kalau ada apa-apa tolong hubungi paman ne.."
"Ne paman" Orang yang di panggil paman lee itu pun pergi meninggalkan tempat itu. Jimin kembali menatap kertas yang ada di tangannya dengan lamat.
"Hah.. Bagaimana aku menolaknya kalau seperti ini? kakek merencanakan ini juga sudah lama. Aish.." Gumam jimin tanpa ada yang mendengarnya. Namun ada satu orang yang telah mendengar pembicaraan jimin dengan pamannya diam-diam. Tangannya mengepal, rahang mengeras dan nafas yang memburu menahan amarah yang siap meledak karena dari awal dia tak menerima keputusan dari surat wasiat itu.
"Sialan kau park jimin, aku tidak akan pernah terima ini semua. Bersiaplah, kau tidak akan pernah hidup tenang!" Ucap seokjin geram. Dia pun segera pergi dari sana meninggalkan rumah sang kakek dan neneknya.
Jimin pun kembali ke dalam rumah menuju ruangan keluarga di sana masih ada Ayah dan ibunya dan tak jauh dari mereka neneknya sedang duduk dengan menikmati tehnya.
"Ah jimin kau sudah kembali?" Ucap nenek jimin sambil meletakan cangkir tehnya.
"Um nenek a-aku sepertinya tidak bisa menerimanya." Ucap jimin sambil menunduk.
"Jimin apa yang kau katakan? Ini sudah keputusan kakek mu." Ucap chayeol pada jimin.
"Tapi ayah aku masih ingin kuliah dan juga aku masih ingin tetap di korea." Jimin kukuh dengan keputusannya. Sang nenek pun menghampiri cucunya. Jimin membelalakkan matanya terkejut dengan apa yang di lakukan neneknya yang kini tengah bersimpuh di depannya.
Yonhwa menggenggam kedua tangan mungil cucu kesayangannya. Dia ingin memperjuangkan keinginan terakhir suaminya. Dan jimin yang melihat usaha neneknya pun akhirnya luluh.
"Jimin, Nenek mohon padamu, karena ini keinginan kakek mu yang terakhir jimin. Kakek tidak mau orang lain yang memiliki tempat itu. Nenek mohon dengan sangat padamu" Ucap yonhwa dengan menatap mata cucunya yang sudah mengeluarkan air matanya.
"Nenek ku mohon jangan seperti ini. Bangunlah nek jimin mohon.." Ucap jimin sambil berusaha mengangkat tubuh neneknya.
"Tidak! Nenek tidak akan bangun sampai kau menerimanya."
"Baiklah nek, jimin akan menerimanya." Jimin pun akhirnya pasrah. Karena tak tega melihat neneknya yang rela memohon sampai seperti itu. Yonhwa pun bangkit dan merengkuh tubuh mungil cucunya. Memeluknya erat yonhwa bahagia karena keinginan sang suami pun terwujud.
"Terima kasih sayang. Kakek mu pasti merasa senang di sana karena cucu kesayangannya menerima ke inginnya nya." Jimin pun menganggukkan kepalanya dengan senyum manis yang tercipta di bibirnya.
Kenangan ya...
Akan aku jaga tempat berharga dan penuh kenangan itu untuk kakek..
Aku berjanji...
𝙏𝘽𝘾