webnovel

Aderald Group

Jesica dan Dariel mengobrol di ruang kerjanya ditemani Kenan yang terus mengikuti kemana istrinya itu pergi sementara Ara menyusul karena sejak semalam Dariel enggan memberitahu rencananya. Jesica duduk disamping Kenan sementara Dariel dan duduk dengan tegap dihadapannya ditemani Ara yang sudah tak sabar dengan pembahasan ini. Dariel membuka tablet yang sempat dia bawa lalu menunjukkan sesuatu. Sesuatu yang tak Jesica ataupun Kenan mengerti.

"Jadi mom, aku punya ide untuk bikin satu management yang bikin usaha mommy tersentralisasi di satu tempat." Dariel mulai menjelaskan konsepnya kepada mertuanya. Rupanya dia sudah memikirkan hal ini sejak kemarin-kemarin. Dia bahkan dengan sengaja membuat presentasi khusus untuk menjelaskannya pada sang pemilik Jesica.

"Ini ada jenis usaha mommy. Mungkin ini aku pecah menjadi 3. Ada kuliner, pabrik dan perhotelan. Semuanya berdiri sendiri dan memiliki management sendiri tapi mommy kalo kita bikin satu management dipusat semuanya akan menginduk kesini." Dariel sambil menunjukkan gambar-gambarnya.

"Memang secara jenis usahanya udah beda tapi semua yang dibutuhkan perusahaan-perusahaan mommy itu akan dipikirkan dipusat. Misal mommy punya 16 cabang restoran semua tata cara akan menginduk ke pusat. cara kerja mereka akan disesuaikan dengan SOP yang kita bakalan bikin, jadi semuany udah standar mom." Perkataan Dariel membuat Jesica sedikit tertarik. Dia sekarang bagaikan seorang salesman yang sedang menawarkan produk.

"Usaha mommy tuh udah gede tapi sayang belum dilengkapi dengan standar yang bener apalagi mommy punya pabrik."

"Terus ceritanya kamu pingin bikin pusatnya?"

"Iya dad, kalo Daddy punya Seazon Company aku pingin bikin Alderald Group." Dariel memberi nama planningnya itu membuat Jesica senyum sekarang. Nama keluarganya kini dipakai usaha orang tuanya.

"Mommy suka sama ide kamu. Briliant Dariel."

"Aku pingin bikin semua perusahaan mommy berkumpul dalam satu wadah. Semua kebutuhan perusahaan mommy akan di support dari pusat nantinya jadi ini bisa menghemat tenaga kerja."

"Riel...jangan gitu dong. Kasian karyawan mommy."

"Mommy ga usah khawatir, Dariel punya solusi buat itu. Dariel juga pingin mom bikin perusahaan Distributor. Perusahaan khusus yang menjual produk sepatunya mommy. Mereka bisa kita alihin kesana mom. Kita harus bikin ekspansi sendiri mom. Selama ini kita selalu ngandelin orang lain buat jual kenapa kita ga coba kenalin produk kita sendiri?" Dariel membuat Jesica semakin kagum. Dia kini merasa seperti ada seorang ayah yang mau mengurusi anak-anaknya terlebih lagi itu adalah perusahaan peninggalan orang tuanya. Jesica berpikir sejenak.

"Kamu yakin soal ini?"

"Aku yakin mom. Aderald group bisa sebesar Seazon Company kalo perlu kita bisa ngalahin SC." Perkataan Dariel membuat Kenan dan Ara langsung menatapnya.

"Wah cari ribut." Ara berkomentar.

"Ibarat istilah sandang, pangan, papan. Kita punya semuanya mommy. SC cuman punya sandang aja."

"Wah bener pingin cari perkara ya. Dad...gimana ini dad?"

"Maaf kakak, Daddy sekarang kerja buat mommy." Canda Kenan.

"Eh iya ada kakak, orang luar nih."

"Ih mom aku juga keluarga Adelard.."

"Seru ya liat Dariel sama Kakak, jadi musuhnya dikantor aja kalo dirumah jangan." Canda Kenan membuat Dariel tersenyum.

"Mommy boleh pikir-pikir dulu soal ini..." Dariel kembali ke pembicaraan lalu melihat Jesica mulai duduk agak tegap dengna mencodongkan badannya ke arah Dariel yang hanya terhalang meja kaca bundar.

"Perusahaan ini tuh berarti buat mommy. Restoran itu adalah mimpi mommy waktu kecil dan semuanya ada disana sekarang. Pabrik itu pabrik bersejarah ibunya mommy yang ga boleh sampe ilang. Hotel itu peninggalan papahnya mommy yang ga boleh sampe ga ada sampe Kris gede. Mommy sadar, mommy belum bisa ngerawat, ngejaga dan ngelola semuanya. Hal yang ga pernah mommy fokusin dari awal sampe orang tua mommy ga ada dan itu baru kerasa berharganya. Makasih...Dariel udah mikirin itu. Mommy kaya ngerasa mau kehilangan semuanya tapi ternyata ada orang yang datang nolongin mommy." Jesica kini dengan mata berkaca-kacanya membuat Kenan segera berdiri dan mengambilkan kotak tisu untuk istrinya. Dia duduk lagi dan kali ini lebih dekat dengan Jesica. Tisu yang tadi diletakkan kini mulai diambil oleh Jesica untuk menyeka air matanya yang mungkin sebentar lagi akan turun.

"Mommy...kalo aku kerja sekedar kerja mungkin aku bisa kerja sama siapapun, kalo aku kerja sekedar nyari uang aku bisa kerja dimanapun tapi karena aku menganggap kerja itu adalah ibadah terlebih aku tahu semuanya berharga buat mommy aku ga akan kaya gitu. Aku bakalan lakuin yang lebih dan yang terbaik buat keluarga aku. Mommy yang bilang kita keluargakan?aku ga mungkin bikin keluarga aku kesusahan. Cuman mommy sama Daddy yang mau nerima aku jadi menantunya disaat orang lain mungkin bakalan nolak aku karena latar belakang aku. Daddy sama mommy kasih aku hal yang ga pernah aku kira sebelumnya, entah itu dalam bentuk kasih sayang atau materi. Aku tahu aku ga bisa bales semua kebaikan Daddy sama mommy tapi cuman ini yang bisa Aku lakuin." Dariel dengan ketulusannya mengutarakan rasa terimakasih atas setiap kebaikan yang telah dilakukan Kenan dan Jesica.

"Mommy ga cuman seneng sama ide kamu mommy terharu untuk kepedulian kamu." Jesica berhenti sejenak untuk menahan tangisnya.

"Ayo kita sama-sama ngebangun Aderald Group." Jesica kali ini dengan tersenyum yang menandakan dia setuju dengan ide Dariel tanpa perlu waktu untuk berpikir lagi.

"Makasih mommy, aku ga akan ngecewain mommy."

"Udah-udah." Kenan mengusap pelan punggung istrinya yang tampaknya sedang merindukan kedua orang tuanya makannya dia sedikit melankolis namun bukannya tenang Jesica malah semakin terlihat menangis. Kenan segera memberikan kode kepada Ara dan dan Dariel untuk pergi meninggalkan mereka berdua. Tanpa protes keduanya kini melangkah keluar dari ruang kerja Jesica dan begitu anaknya keluar Kenan menarik pundak istrinya untuk berada dalam pelukannya.

"Kamu kenapa sayang?" Kenan menundukkan kepalanya untuk melihat wajah istrinya yang sudah basah dengan air matanya.

"Kangen ya sama papah sama mamah?" Kenan menyeka air mata istrinya dengan tangannya. Belum terdengar jawaban dari Jesica yang terdengar hanyalah suara isak tangisnya.

"Oke. Besok kita ke makam aja yuk sayang, kota doain supaya kangennya ilang. Papah sama mamah pasti seneng ternyata semua warisannya ada yang ngurusin. Udah ya jangan nangis.." Kenan berbicara lagi mencoba menghibur. Kali ini tangisan Jesica mereda. Dia mencoba duduk kembali, mengeringkan semua air matanya dengan tisu lalu menatap suaminya.

"Makasih Mas, cuman Mas yang ngertiin aku." Jesica membelai lembut pipi Kenan dengan tangannya sementara Kenan hanya membalas dengan satu senyuman terbaiknya.

***To be continue

Chapitre suivant