webnovel

Chapter 37 : Doing The Right Thing

Tring..

Tring...

Tep..

"Hoam!"

Kedua mata emerald perlahan terbuka, menggerling beberapa saat, mendapati keadaan kamar yang begitu gelap dengan seberkas cahaya yang nampak menembus sela-sela jendela yang terbuka.

"Ah! Sehari lagi!" Pekik Sakura, dengan cepat beranjak dari tempat tidur, menghampiri pintu kamarnya.

"Eh, ayah?" Pekik Sakura kaget, mendapati Kizashi yang sudah berdiri tepat di depan pintu kamarnya sesaat setelah Sakura membuka pintu.

"Ah, kukira kau belum bangun!" Kizashi sedikit terkejut, namun akhirnya hanya bisa terkekeh.

"Biasanya kan kau bangun selalu siang!" Tambah Kizashi, tertawa keras sekarang.

"Apa sih ayah!" Sakura mendengus sebal, semburat merah kecil menghiasi kedua pipinya.

"Ayah kan hanya bercanda." Gurau Kizashi, nada bicaranya masih disertai dengan tawa kecil.

"Ayah menyebalkan ah!" Pekik Sakura, dengan segera menutup pintu kamarnya, bergerak melewati Kizashi ke arah tangga yang berada tak jauh di depannya.

Sementara Kizashi akhirnya tertawa keras kembali, mulai mengikuti pergerakan Sakura dari belakang.

"Selamat pagi Sakura" Sapa Mebuki dari balik meja dapur, mendapati Sakura yang baru saja turun dari tangga.

"Selamat pagi Kaa-San." Sapa Sakura riang, dengan segera menghampiri Mebuki yang berdiri di belakang meja dapur.

"Sini Kaa-San, biar kubantu!" Sahut Sakura, menghampiri wastafel, mendapati Mebuki yang tengah menyiapkan sarapan pagi.

Setelah mencuci tangan, Sakura segera menghampiri Mebuki yang masih sibuk dengan kegiatannya.

"Eh kok sudah jadi?" Tanya Sakura, terkejut mendapati makanan yang sudah siap.

"Kaa-San juga bisa sendiri Sakura, kamu ga seharusnya membantu Kaa-San tiap pagi menyiapkan sarapan." Mebuki terkekeh pelan, membuat Sakura menggembungkan kedua pipinya.

"Tapi kan-"

"Sudah-sudah, kalau begitu bantu aku menaruh piring-piring ini di atas meja." Sela Mebuki, masih menampakkan sebuah senyuman sambil bergerak membawa beberapa piring ke arah meja makan.

"Hai!" Sakura berseru semangat, dengan cepat membawa beberapa piring yang masih terletak di atas meja dapur ke arah meja makan.

"Ara-ara, kau terlihat semangat sekali hari ini." Sahut Mebuki, memandangi Sakura yang sedang terduduk di hadapannya.

"Benarkan Kizashi?" Tambah Mebuki, menoleh ke arah Kizashi yang sedang membaca Koran sambil terduduk di atas kursinya.

Kizashi melipat korannya, mulai meletakkan koran di atas meja sambil memasang sebuah senyuman, mengangguk singkat sebagai jawaban.

"Tidak sabar dengan hari besok kah?" Tanya Kizashi, menatap Sakura sambil mengukir sebuah senyum aneh.

"Tidak-tidak!" Sanggah Sakura cepat, sambil mengibaskan tangan di depan dada, wajahnya semerah tomat sekarang.

Kizashi dan Mebuki yang melihat sikap Sakura yang seperti itu akhirnya tertawa keras, membuat Sakura semakin malu, mulai menundukkan kepala.

"Hmm, lihat Kizashi, waktu berlalu begitu cepat ya, Sakura kecil kita akan segera menikah besok." Ujar Mebuki, mulai mengukir sebuah senyum lembut.

"Hmm, aku juga tidak menyangka, aku akan segera menjadi kakek!" Seru Kizashi, tertawa keras kembali.

"Ayah!" Pekik Sakura, wajahnya semakin memerah setelah mendengar perkataan Kizashi tadi.

"Dan aku akan menjadi seorang nenek kelak." Sahut Mebuki, mengangguk setuju mendengar perkataan Kizashi tadi.

"Kaa-San!"

--------------

"Sial, kenapa cepat habis sih!" Decak Naruto kesal, mendapati sekotak susu di dalam kulkas hanya bisa mengisi setengah cangkirnya.

Dengan cepat Naruto meneguk setengah cangkir susu, sambil melemparkan sekotak dus susu tepat ke arah tong sampah di ujung dapur.

"Baiklah, mungkin hari ini aku akan mencoba kopi saja!" Seru Naruto, dengan semangat segera beranjak dari kursi, dengan tergesa-gesa bergerak ke arah pintu apartemen.

Brak.

Naruto menghirup nafas dalam-dalam setelah membuka pintu dengan kasar, mengeluarkannya kuat-kuat, mulai mengukir senyum lebar.

"Yosha! Aku harus menikmati hari terakhir ini!" Seru Naruto, dengan cepat meloncat dari balkon teras apartemennya, melewati atap-atap gedung menuju suatu tempat.

---------------

"Hmm, bagaimana ini?"

"Tuan Hokage, aku membawakan teh!" Seru Shizune, dengan perlahan membuka pintu kantor Kakashi.

Kakashi hanya bisa menghela nafas, menatap malas ke arah Shizune yang tersenyum, sepertinya setiap perkataannya tidak akan berpengaruh dengan panggilan barunya itu.

"Ada apa, lagi-lagi kau terlihat lesu." Tanya Shizune, dengan segera meletakkan sebuah cangkir di atas meja Kakashi.

"Hmm, ya aku sedang bingung sekarang." Jawab Kakashi pelan, mengalihkan atensinya ke arah dokumen yang berada di tangannya.

"Tentang hadiah?" Tanya Shizune penasaran, sambil mendekatkan wajahnya ke arah dokumen yang dipegang Kakashi.

"Ya begitulah, menentukan peringkatnya ternyata bukan hal yang mudah." Kakashi menghela nafas, menyenderkan pelipis di salah satu tangannya.

"Ada apa? Apa semua hadiahnya terlihat bagus?" Tanya Shizune semakin penasaran, mendekat ke arah samping Kakashi yang terduduk di atas kursinya.

"Mungkin, jika dilihat menurutku Shikamaru dan Chouji yang sekarang memimpin, mereka terlihat benar-benar merencanakan ini." Jelas Kakashi.

"Eh? Rencana bulan madu?" Tanya Shizune setelah membaca hadiah yang dilaporkan Shikamaru.

"Dan jangan lupa dengan Chouji, dia merencanakan sebuah makan malam yang mewah di salah satu restoran terkenal di Konoha." Jelas Kakashi malas.

"Lalu yang lainnya?" Tanya Shizune lagi, semakin penasaran dengan apa yang akan diberikan teman-teman Naruto sebagai hadiah pernikahan.

"Semua bagus, bahkan sedikit nyeleneh, seperti Kiba dan Shino yang memberikan setoples madu spesial dari desa kecil di timur Konoha." Jelas Kakashi, menyodorkan salah satu dokumen ke arah Shizune.

"Eh?! M-madu bu-at?" Shizune terkesiap, semburat merah kecil muncul di kedua pipinya setelah membaca Laporan Kiba dan Shino.

"Lalu untuk Ino, dia hanya memberi sebuah bingkai foto kecil, entahlah ini terlihat sederhana sekali, aku jadi tidak enak memberikan peringkat paling bawah untuknya." Jelas Kakashi lesu, menghela nafas.

"Lalu Hinata, dia memberi dua laporan, dia sepertinya sedang bimbang, tapi aku akui hadiahnya cukup bagus."  Tambah Kakashi, menyodorkan lagi salah satu dokumen ke arah Shizune.

"Hmm, perlengkapan untuk bayi ya, pantas saja dia bingung." Gumam Shizune, memutar cepat bola matanya,membaca laporan yang diberikan Hinata.

"Lalu untuk Tenten, hadiahnya kurasa cukup bagus, sebuah cinderamata kunai spesial, menurutmu bagaimana?" Tanya Kakashi, menoleh ke arah Shizune.

"Hmm, Kunai ya, bagus juga." Shizune mengangkat dagu, lalu mengangguk singkat.

"Nah sekarang bagian terburuknya, ini hadiah yang diberikan Lee, aku tidak tahu apa yang Guy katakan pada anak itu." Kakashi semakin lesu, mengelengkan kepalanya singkat,.

"Biar kutebak, alat olahraga bukan?" Sela Shizune.

Kakashi mengangguk lesu, dengan cepat kembali membaca beberapa dokumen.

"Ah, sekarang hadiah milik Sai, sepertinya dia memanfaatkan bakatnya dengan baik!" Seru Kakashi, sedikit menampakkan sebuah semangat setelah membaca Laporan milik Sai.

"Lalu, kalau begitu kenapa kau terlihat tidak senang? Bukankah hadiah yang mereka berikan cukup bagus, dengan begitu semuanya bisa menghadiri resepsinya bukan?" Tanya Shizune, heran dengan ekspresi yang ditunjukkan Kakashi.

"Sudah kubilang bukan, teman-teman mereka adalah Jounin penting di desa, jika mereka semua menghadiri pernikahan itu, urusan desa akan terhambat." Jelas Kakashi lesu, membuat Shizune akhirnya mengerti.

Sementara kedua orang dewasa itu berbicara panjang lebar, mencoba memikirkan sebuah solusi, sampai tidak menyadari sesuatu.

Di balik pintu yang dibiarkan terbuka sedikit oleh Shizune, nampak seorang remaja bersurai coklat berdiri di sana, menguping setiap pembicaraan yang dilakukan Shizune dan Kakashi.

---------------

"Ah, aku harus menemui Ino!" Pekik Sakura tiba-tiba, membuat kedua orang tuanya yang berjalan di sampingnya terkejut.

"Lalu bagaimana dengan persiapannya, Sakura? Waktu kita sudah kurang dari sehari loh!" Tegas Mebuki, membuat Sakura yang baru saja hendak berlari menghentikan langkahnya.

"Sebentar saja Kaa-San, aku ada urusan penting." Ujar Sakura, menautkan kedua telapak tangan di depan dada, memohon.

"Lebih penting dari acara pernikahanmu?" Tanya Mebuki penasaran.

"Tidak juga sih..." Sakura menggaruk pelipisnya.

"Tapi aku cuma 5 menit kok, sebentar sajaaa." Sakura memohon lagi, membuat Mebuki menghela nafas.

"Baiklah, kalau sudah selesai, cepat susul kami ya!" Ujar Mebuki, melangkahkan Kaki bersama Kizashi melewati Sakura.

'Sekarang, hanya perlu bertanya satu hal lagi!'

'Ayo Sakura!'

------------

"Hmm, minum Kopi di pagi hari tidak buruk juga!" Gumam Naruto, sekali lagi menyeruput pelan segelas Kopi Panas.

Naruto terduduk di bangku samping jalan, sesekali memejamkan mata, sekedar menikmati rasa kopi hangat yang memenuhi tenggorokannya, membuatnya lebih terjaga hari ini, rasa lelah akibat bangun lebih pagi dari biasanya perlahan mulai sirna.

"Hah..." Naruto menghela nafas, meletakkan secangkir kopi di sampingnya, mulai menyenderkan tubuhnya di atas sandaran Kursi.

Kembali memejamkan mata, membiarkan hembusan angin menerbangkan beberapa helai rambut pirangnya, mencoba menikmati suasana yang begitu tenang.

Terus seperti itu, hingga bebeberapa menit telah berlalu, diikuti dengan suara derap kaki yang mulai mendekat.

Naruto tetap diam, agaknya kali ini terbawa suasana, membuatnya tidur sebentar, tak menyadari seseorang sudah berdiri di hadapannya.

"Dia tertidur?" Bisik sebuah suara feminim, kedua mata putihnya nampak menerawang setiap inci wajah Naruto.

"Ehem, Naruto-Kun?" Ujar Hinata pelan, sedikit menggoyangkan bahu Naruto.

Naruto tidak membuka mata, tak menyadari Hinata yang terus memangil namanya, sambil sesekali menggoyangkan bahunya.

"Bangun, Sakura-San mencarimu, dia kelihatan marah." Bisik Hinata tepat di telinga Naruto.

Deg.

Naruto dengan cepat membuka kedua matanya, dengan sigap bangkit dari kursinya, memperhatikan sekitarnya, bersiap untuk lari jika mendapati Sakura yang sepertinya marah karena dirinya masih bersantai-santai.

"Hihihi." Hinata tertawa kecil, membuat Naruto menoleh ke arahnya, mengerenyit bingung dengan ekspresi yang ditampakkan Hinata.

"Dimana Sakura-Chan?" Tanya Naruto, masih mengerenyit bingung.

"Tidak ada Sakura-San disini, aku hanya ingin membuatmu bangun saja." Jelas Hinata, masih tertawa kecil.

"Hei, itu tidak lucu tau!" Seru Naruto, mendelik tajam ke arah Hinata, kembali terduduk di atas bangku samping jalan.

"Habisnya aku panggil dari tadi kau ngga bangun-bangun." Jelas Hinata, tersenyum ke arah Naruto.

"Oh ya? Sejak kapan kau disini?" Tanya Naruto sembari mengorek kuping.

"Beberapa menit lalu, kau sedang apa disini? Bukankah kalian harus mempersiapkan acara pernikahan kalian?" Tanya Hinata, mulai menghampiri bangku, duduk di samping Naruto.

"Oh, soal itu, ya semua sudah siap sih, aku hanya tinggal memeriksanya saja,   dengan begitu semua persiapan beres!" Jawab Naruto sembari mengangkat dagu menggunakan salah satu tangannya.

Hinata yang mendengarnya terus tersenyum lembut, masih terus memandangi Naruto.

"Lalu kalau kau? Kenapa kau ada di sini, Hinata?" Tanya Naruto, sedikit heran melihat Hinata yang keluar di pagi hari.

Hinata terkesiap, segera menundukkan kepala, membuat Naruto semakin heran melihatnya.

"Etoo.. sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan..." Ujar Hinata pelan, masih menundukkan kepala.

"Hmm, apa yang ingin kau tanyakan?" Tanya Naruto, mengalihkan pandangan ke arah depan, mendapati Hinata yang tak lagi menatap dirinya secara langsung.

"Etoo, jika kau menikah-"

"Nak Naruto!" Seru Mebuki keras, membuat perkataan Hinata terhenti.

"Ah, Tante! Paman!" Sapa balik Naruto, tersenyum lebar ke arah dua sosok orang tua yang perlahan mendekat ke arahnya.

"Eh? Sakura dimana?" Tanya Naruto, mendapati tak ada sosok tunangannya di antara kedua sosok itu.

"Ibu juga tidak tahu, tadi Sakura berpisah di tengah jalan, katanya sih akan menyusul." Jawab Mebuki sambil menangkat kedua bahunya, sementara Kizashi hanya menggelengkan kepala.

"Eh ada Hinata juga, kalian sedang apa di sini?" Tanya Mebuki, segera menyadari keberadaan sosok Hinata yang tampak semakin gugup setelah kehadiran orang tua Sakura.

"Ah, kami baru saja bertemu, aku sih tadi baru saja memesan kopi di kedai itu." Jawab Naruto, sambil menunjuk ke arah sebuah kedai di sebrangnya, sesekali menggaruk belakang kepala.

'Sial, apa mereka salah paham ya?'

"Kalau nak Hinata?" Tanya Mebuki lagi, fokusnya tertuju kepada Hianta seorang, membuat Hinata semakin gugup.

"Etoo.. saya tadi ingin pergi ke tempat latihan, kebetulan tadi saya bertemu Naruto di sini." Jawab Hinata sopan, tersenyum canggung ke arah Mebuki.

'Sial, ini tidak baik!'

"Nee ibu? Bukankah kita harus pergi sekarang." Ajak Naruto, mendapati suasana di sana mulai berubah, berusaha untuk mengalihkan topik, hanya bisa tersenyum canggung ke arah Mebuki.

"Oh iya, ibu hampir lupa! Ayo Kizashi!" Seru Mebuki, seketika itu menyadari sesuatu, dengan cepat menarik tangan Kizashi, menyeret suaminya pergi menjauhi Naruto dan Hinata yang terdiam di sana.

"Naruto kau tidak ikut?" Tanya Mebuki heran, melihat Naruto yang masih tetao berdiri dalam diam.

"Ah, iya sebentar bu!" Sahut Naruto, tersenyum canggung sambil menggaruk belakang kepalanya.

"Jadi apa yang ingin kau tanyakan tadi?" Tanya Naruto, menoleh ke arah Hinata yang masih terduduk di atas bangku.

"Hmm, apa ya, aku lupa hehe." Ujar Hinata, terkekeh pelan sambil menggaruk pelipisnya.

Naruto yang melihatnya hanya bisa mengerenyit bingung, segera melepaskan semua rasa penasaran, melihat kedua calon mertuanya masih menunggu di kejauhan.

Dengan helaan nafas, akhirnya Naruto mengulas senyum singkat, dengan segera menghampiri kedua calon mertua yang masih menunggunya.

"Kalau begitu aku pergi dulu ya!" Sahut Naruto, sedikit melambaikan tangan dari kejauhan.

Sementara Hinata hanya bisa terus tersenyum sambil sesekali membalas lambaian tangan Naruto.

Hinata yang sekarang duduk sendiri di atas bangku samping jalan tak menyadari sesuatu, satu sosok sedang memperhatikannya dari balik pepohonan di belakanganya dengan kedua tangan yang mengepal erat.

----------------------

Cring..

"Hai Ino!" Sakura segera melambaikan tangan, tersenyum riang ke arah Ino, sambil perlahan mendekat ke arah Ino yang berdiri di belakang meja kasir.

"Ah Sakura! Ada apa pagi-pagi kesini?" Tanya Ino, seketika menyadari sosok sahabatnya yang baru saja mengunjungi toko bunganya.

"Tidak ada, hanya ingin mengunjungi sahabatku yang sedang sibuk menjaga tokonya." Jawab Sakura, tersenyum lembut ke arah Ino.

"Heh, kalau begitu kau datang di waktu yang tidak tepat, seperti yang kau lihat aku baru saja membuka toko, dan belum ada yang berkunjung selain dirimu." Jelas Ino, terkekeh pelan.

"Haha benar juga ya!" Sakura tertawa canggung, menggaruk belakang kepalanya, membuat Ino seketika meandangnya heran.

"Kau bohong ya?" Tanya Ino, melihat Sakura yang masih tertawa canggung.

"Haha, kau menyadarinya ya?" Tanya balik Sakura, masih mebggaruk belakang kepalanya.

"Tentu saja, aku kan-"

Ino menghentikan perkataannya, mendapati Sakura yang sekarang menatap tajam ke arahnya, membuat dirinya sedikit terkejut.

"J-jadi ada perlu apa kau datang kesini?" Tanya Ino yang sekarang malah tersenyum canggung, pura-pura tidak mengetahui tujuan Sakura yang sebenarnya.

"Jangan pura-pura tidak tahu." Tegas Sakura dengan nada dingin, matanya semakin menatap tajam ke arah Ino yang tampak semakin gugup.

"Ahaha, apa yang kau bicarakan?." Tanya Ino basa-basi, tertawa paksa sambil mengibaskan tangannya di udara.

"Sikapmu aneh sekali." Ujar Sakura, mendengus kesal.

"Ya, kalau begitu berarti memang ada yang disembunyikan ya?" Sakura dengan cepat menyimpulkan, mulai menyeringai kecil.

"A-apa maksudmu?" Tanya Ino gugup, terkejut melihat ekspresi Sakura yang tiba-tiba berubah.

"Aku sudah mengira ceritamu kemarin pasti bohong kan?" Tanya Sakura sambil menyeringai, membuat Ino semakin terkesiap.

'Gawat!'

'Bagaimana ini? Apa aku harus memberitahu yang sebenarnya?'

'Tidak, tidak boleh!'

"Cerita? Yang mana?" Tanya balik Ino, pura-pura tidak tahu dengan apa yang dimaksud oleh Sakura.

"Tentu saja, ceritamu tentang Sai." Jelas Sakura, tersenyum sambil menyenderkan pelipis di telapak tangan.

"Itu-itu..." Ino terbata-bata, perkataan Sakura benar-benar membuat pikirannya kosong, dia tidak bisa mengeles lagi sekarang.

"Tuh kan benar! Jadi apa yang kalian sembunyikan dariku?" Seru Sakura, setelah menyadari Ino yang semakin gugup.

"Tidak, itu benar kok." Jawab Ino pelan, bersiap menimbulkan kebohongan yang lebih besar.

"Hah.. kau tidak bisa bohong lagi Ino-pig." Ujar Sakura santai, mengibaskan tangan di udara.

"Itu benar kok, aku memang memiliki masalah dengan Sai!" Sanggah Ino, berteriak sedikit nyaring, membuat Sakura terkesiap.

"Ja-jadi itu benar?!" Tanya Sakura terbata-bata, mulai percaya dengan perkataan Ino.

Ino memaksakan sebuah anggukan lesu, berharap Sakura semakin percaya.

"Eh?! Jadi benar?" Pekik Sakura, semakin terkejut melihat Ino yang mengangguk.

"Sekarang kau percayakan?" Tanya Ino pelan, memastikam aktingnya tadi cukup bagus.

"Ck, Sai itu, aku jadi semakin kesal saja!" Sakura mendengus kesal, mendelik tajam ke arah samping.

"Sudahlah Sakura, kau tidak perlu mencampuri urusan ini." Ujar Ino, menenangkan Sakura yang kembali tersulut emosi seperti waktu tempo hari.

"Tapi, aku lakukan ini karena aku peduli padamu Ino! Aku tidak mau kau bersedih dan di saat yang bersamaan aku malah bahagia!" Seru Sakura, menatap lekat-lekat ke arah Ino, menunjukkan setiap katanya itu sangat serius.

'Sakura..'

"Pokoknya aku harus bicara dengan Sai!" Tambah Sakura, mulai menunjukkan raut kekesalan.

Ino terdiam, kata-kata Sakura tadi benar-benar menembus hatinya sekarang, muncul perasaan bersalah karena telah membohongi sahabat dekatnya itu.

"Tenang saja, aku bisa mengatasinya sendiri kok!" Ujar Ino, menepuk pundak Sakura, tersenyum lembut di akhir.

"Tapi-tapi-"

"Ssst, aku pasti bisa menyelesaikan masalahku dengan Sai." Sela Ino, menempatkan telunjuk di depan bibir Sakura, meminta Sakura agar tidak lagi khawatir.

"Masalah apa?"

Tanya Seseorang tiba-tiba, membuat Ino terkejut, tubuhnya menegang sekarang.

"Sai!" Pekik Ino, membuat Sakura menoleh ke arah belakang, mendapati sosok Sai yang tengah tersenyum di depan pintu.

'Apa maksudnya itu? Dia itu bener-bener ga peka ya!'

Sakura terlihat sangat kesal sekarang, mendelik tajam ke arah Sai yang masih saja tersenyum.

'Sai, bukan waktu yang tepat!'

'Aku harus bagaimana sekarang?!'

Ino sesekali menoleh ke arah Sakura yang terlihat berusaha menahan emosi, membuatnya sedikit meringis, takut Sai yang akan menanggung akibat dari semua kebohongannya tadi.

"Nah Sakura, bukankah ada pernikahan yang harus kau urus?" Tanya Ino, memecah keheningan, hanya bisa tersenyum canggung setelahnya.

"Naruto sepertinya sudah menunggumu." Tambah Ino, tersenyum paksa ke arah Sakura.

Kedua mata Sakura perlahan membulat, sesekali berkedip, masih tidak percaya dengan perkataan Ino.

Sai yang melihatnya semakin bingung, tak mengerti dengan apa yang baru saja terjadi, memilih untuk diam tak berbicara sepatah katapun.

Ino yang melihat ekspresi Sakura segera menghela nafas, dengan cepat menepuk kedua pundak Sakura, membuat Sakura lagi-lagi terkejut.

"Kau tidak perlu khawatir!" Seru Ino berbisik, mulai mengukir senyum manis sambil mengedipkan Sebelah matanya.

'Aku percaya sahabatku itu pasti sudah dewasa!'

Kata-kata Naruto tempo hari terlintas di benak Sakura, membuat Sakura akhirnya terkekeh pelan, mulai mengukir senyum kecil.

"Ah iya Ino, untung kau mengingatkanku!" Sahut Sakura tiba-tiba, mengikuti sandiwara yang dilakukan Ino tadi.

"Ya kalau begitu aku pergi dulu ya!" Tambah Sakura, bergerak pergi dari sana sambil tersenyum riang.

"Dah jidat!" Sahut Ino mengejek.

'Syukurlah rencanaku berhasil!'

Ino menghela nafas lega, menyadari akhirnya dia tidak lagi harus berbohong, hanya satu yang harus dia lakukan sekarang, menjelaskan semuanya pada Sai.

"Kalian membicarakan apa?" Tanya Sai, mulai bersuara setelah Sakura keluar dari toko bunga milik Ino.

"Etoo.. gimana menjelaskannya ya?" Ujar Ino malu-malu, rasanya menjadi bersalah membuat Sai dan Sakura jadi salah paham.

"Hmm?" Sai mengerenyit bingung, mendapati Ino yang memintanya untuk mendekat.

Sai yang sudah penasaran akhirnya mendekat ke arah Ino, setelah melihat Sai yang mendekat, Ino segera mendekatkan bibirnya ke arah telinga Sai, menjelaskan semuanya melalui bisikkan, takut jika Sakura belum pergi jauh.

Setelah mendengarkan penjelasan yang cukup panjang, Sai hanya bisa kembali tersenyum, membuat Ino terkejut, dia mengira Sai akan betulan marah kepadanya.

"Kau tidak marah?" Tanya Ino pelan, memastikan.

"Untuk apa? Kau melakukan itu untuk Sakura bukan? Mana mungkin aku marah." Ujar Sai, masih tersenyum.

"Maksudku.. kau bahkan hampir saja menanggung akibat dari kebohonganku." Jelas Ino pelan, semakin merasa bersalah.

"Aku tidak akan marah, kau melakukan hal yang benar cantik." Ujar Sai, mengelus lembut pipi Ino, membuat Ino sedikit terkejut.

"Sai.."

Dengan pelan Sai mendekatkan wajahnya, membuat kedua pipi Ino mulai merona, ikut mendekatkan wajahnya.

Dengan begitu pula kedua kekasih yang saling percaya satu sama lain, membagikan sebuah ciuman kasih sayang, membuat siapapun akan tersenyum melihatnya.

Termasuk Sakura yang saat ini tengah mengintip dari balik jendela, tersenyum kecil melihat pemandangan itu.

'Mungkin Naruto benar, aku hanya khawatir berlebihan.'

--------------

"

Sakura belum datang ya?" Tanya Mebuki, mendatangi Naruto yang tengah duduk di sebuah kursi.

"Ah ya kurasa belum, tante." Jawab Naruto tergugup, masih merasa canggung dengan kejadian di bangku tadi.

"Hei, sudah kubilang panggil ibu saja!" Seru Mebuki, terkekeh di akhir.

"Maaf-maaf, hehehe."

"Kemana sih anak itu, katanya cuma 5 menit!" Seru Mebuki, berkacak pinggang, mulai mendengus kesal.

"Urusannya mungkin penting bu." Ujar Naruto, berusaha bersikap positif, menenangkan calon mertuanya yang sedang kesal.

"Sepenting apa sampai meninggalkan persiapan terakhir pernikahannya!" Sanggah Mebuki, semakin kesal.

Melihat hal itu Naruto hanya bisa tertawa cikuk, mulai menyadari dari mana sikap Sakura yang selalu marah-marah itu berasal.

'Jika ibu ada di sini mungkin aku akan dikelilingi oleh tiga orang wanita menyeramkan!'

Naruto segera menggeleng, menepis semua pikiran menyeramkan yang terlintas di benaknya, sungguh mungkin dia tidak akan pernah hidup bebas jika hal itu terjadi!

"Nee Ibu, apa aku bisa membantu sekarang?" Tanya Naruto, mulai merasa bosan jika harus terus duduk seperti ini.

Mebuki yang mendengarnya segera menoleh, hilang sudah semua raut kekesalannya, tergantikan oleh senyum lembut yang ditujukkan kepada Naruto.

"Tidak-tidak, biar kami yang urus, kau cukup duduk manis saja!" Seru Mebuki, tersenyum lembut.

Naruto yang mendengarnya hanya bisa menghela nafas, memilih untuk mengambil sebuah catatan di atas meja.

Sementara Mebuki yang melihat Naruto sudah fokus kembali, memilih untuk pergi dari sana, meninggalkan Naruto yang sudah sibuk dengan urusannya sendiri.

"Hmm, jadi ini sudah ya.." gumam Naruto, memutar bola mata malas, terus menelusuri apa yang dia lupakan tentang persiapan resepsi.

"Ini juga sudah."

"Ini sudah."

"Kau sedang membaca apa?"

"Ini, daftar apa saja yang telah disiapakan untuk resepsi pernikahan."

"Oh begitu, lalu apa ada yang kita lewatkan?"

"Tidak ada."

"Baguslah, berarti tinggal menunggu hari pernikahan kita kan?"

"Ya, kau ben-"

"Tunggu!" Naruto menoleh cepat, baru menyadari tidak ada lagi calon ibu mertuanya, melainkan hadirnya sosok Sakura yang secara tiba-tiba berada di sampingnya.

"Sakura-Chan? Sejak kapan kau disini?" Tanya Naruto, terkejut.

"Sejak tadi!" Jawab Sakura, memasang senyum manis.

"Ah, kemana saja Sakura? Ibu sudah mencarimu sejak tadi!" Seru Mebuki, kembali mendekat ke arah Naruto.

"Hehehe, maaf, tadi urusannya sedikit panjang!" Ujar Sakura, menggaruk belakang kepalanya sambil tersenyum canggung.

"Aduh, kau ini!" Mebuki menghela nafas, memijit keingnya yang terasa pusing.

"Sudahlah itu tidak penting, ayo kalian berdua, ada yang ingin ibu tunjukkan!" Seru Mebuki, segera membalikkan badannya, bergerak ke arah sebuah ruangan.

Sakura dan Naruto tak bergeming, saling menatap, menunjukkan ekspresi kebingungan.

"Heh malah diam, ayo cepat ikut aku!"

To Be Continued.

Chapitre suivant