Eros mendengkus dingin. Dia tidak percaya dengan apa yang Namara katakan.
Telapak tangannya mulai mengeluarkan asap hitam yang kemudian menelusup masuk ke dalam sel-sel kulit Namara.
Asap hitam itu menerobos masuk dan memeriksa setiap jengkal tubuh Namara.
Rasa dingin langsung menggerogoti tubuh Namara. Wajahnya berubah menjadi pucat. Apa yang sedang pria itu lakukan? Namara mulai cemas.
Untungnya tidak ada sesuatu yang terjadi. Eros melepaskannya setelah beberapa saat. Dan itu membuatnya merasa sedikit lega.
Sebenarnya Eros baru saja memeriksa kekuatan Namara dan memeriksa apakah ada sesuatu yang aneh atau tidak. Ternyata wanita itu hanya manusia lemah. Dengan demikian kecurigaannya lenyap.
"Kau membuat suasana hatiku semakin buruk," desis Eros. Dia berdiri dan menatap Namara tanpa ekspresi.
Namara merasa lidahnya menjadi kelu. Sekarang dia benar-benar harus berhati-hati dalam bertindak dan berperilaku.
Ternyata tidak semudah itu untuk memenangkan perhatian Eros. Pria itu sama sulitnya dengan gerbang klan Sayap Hitam yang tidak bisa diterobos.
Meskipun enggan, Namara mencoba berlutut di depan Eros. Sekali lagi, prinsipnya untuk tidak berlutut pada orang lain harus dilanggar.
Dia semakin membenci Eros. Dia semakin membenci klan Sayap Hitam.
"Maafkan wanita rendahan ini. Tolong tahan amarahmu, Tuan," ucap Namara dengan suara lirih. Dia menunduk, berpura-pura tidak berani menatap Eros.
Empat wanita yang berada di dalam ruangan itu hanya menatap Namara dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Tidak ada satu pun dari mereka yang ingin berbicara untuk Namara.
Untuk apa? Mereka sama sekali tidak mengenal Namara dan merasa tidak perlu membantunya. Lagi pula di dalam rumah ini setiap wanita adalah saingan.
"Aku tidak mungkin melepaskanmu begitu saja. Kau harus menawarkan sesuatu agar layak menerima maafku."
Namara terdiam. Apa yang diinginkan Eros? Dia tidak tahu apa yang disenangi oleh pria itu. Seharusnya hari ini dia bertanya tentang Eros pada Xanda.
Lagi-lagi dia kurang jeli.
Pada saat itu tiba-tiba pintu diketuk dari luar. Eros langsung menjentikkan jarinya hingga pintu itu pun langsung terbuka.
"Tuan, kepala klan ingin agar Tuan cepat kembali," ucap bawahan Eros yang sebelumnya berjaga di depan pintu.
Eros mendengar itu, tetapi dia tidak mengalihkan pandangannya dari Namara. Dia sedikit membungkuk dan mulai berbicara dengan penuh penekanan.
"Kau harus merasa senang karena aku akan melepaskanmu hari ini. Namun, jika kita bertemu lagi lain kali ... aku tidak bisa menjamin apakah kau masih akan bisa merasa senang atau tidak."
Namara mengangguk dengan perasaan rumit. Dia tahu mereka akan bertemu lagi. Pasti bertemu. Dan pada saat itu, apa yang akan Eros lakukan? Dia tidak tahu.
Kelopak mata Namara terkulai. Dari sudut pandangnya, dia bisa melihat kedua kaki Eros yang melangkah menjauh. Setelah pintu tertutup barulah dia bisa bernapas lega. Rasanya seperti baru saja keluar dari lubang kematian.
Bukan hanya karena kemarahan Eros, sebenarnya keberadaan pria itu sendiri sudah memiliki aura yang kuat. Bahkan tanpa mengeluarkan kekuatan, Namara sudah merasa tertekan berada dalam satu ruangan dengannya.
Seberapa kuat pria itu? Atau setidaknya seberapa besar kekuatan yang ditahan dan disembunyikan?
Jujur saja Namara mulai merasa sedikit ragu. Dulu orang tuanya adalah penguasa klan Matahari. Namun, ketika klannya mengalami sedikit perselisihan dengan klan Sayap Hitam, tiba-tiba orang tuanya ditemukan dalam keadaan tak bernyawa.
Waktu itu Namara tidak berada di dalam klan. Dia belajar di sebuah akademi dan mendengar kabar menyedihkan itu dari pamannya yang bernama Castor.
Namara bahkan tidak sempat melihat jasad orang tuanya. Dari Castorlah dia tahu siapa penyebab kematian mereka. Dan sejak saat itu dia memiliki kebencian dan dendam terhadap klan Sayap Hitam.
Sayang sekali Namara tidak bisa mempelajari kekuatan apa pun. Tidak peduli seberapa keras dia mencoba, hasilnya hanya bisa disebut 'mengerikan.'
Orang-orang menyebutnya cacat dan tidak normal karena dia tidak bisa menguasai kekuatan api selayaknya orang normal. Itu adalah luka tersendiri yang selalu merayap di dasar hati.
Namara tidak bisa mewarisi klan karena dia lemah dan tidak diinginkan. Jadi, dia menyerahkan segalanya pada Castor. Hanya pamannya itu yang bisa dipercaya untuk mewarisi tahta klan Matahari.
Namara menggertakkan gigi, tatapannya menjadi tajam.
Sekarang dia berada di sini. Di rumah pelacuran yang menjijikkan. Hatinya benar-benar dipenuhi dendam dan kebencian yang terus menggerogotinya.
Satu-satunya tujuan hidupnya sekarang adalah menghancurkan klan Sayap Hitam. Dia tidak menginginkan klan Matahari, dia tidak menginginkan harta atau tahta apa pun.
Hanya kehancuran klan Sayap Hitam. Itu sudah cukup untuknya.
Persetan dengan harga diri, persetan dengan martabatnya sebagai wanita. Lebih baik dia menyingkirkan itu semua daripada melihat bangunan istana klan Sayap Hitam berdiri dengan kokoh.
"Hei! Kau .... Siapa namamu?"
Namara tersadar dari lamunannya. Dia menoleh pada wanita yang baru saja menanyainya. "Namara," balasnya.
"Namara, biar kuberi tahu padamu." Wanita itu berkata sambil menyilangkan tangan di dada. Tatapannya terlihat kurang bersahabat.
"Jika kau berani membuat marah Tuan Eros lagi, kau benar-benar akan mendapatkan permusuhan dariku!"
Namara berdiri dan menatap wanita itu dengan datar. "Kurasa itu bukan urusanmu. Lagi pula aku yang akan menanggung akibatnya," ucap Namara. Dia tersenyum kecil dan memutar langkah.
"Bukan urusanku? Tentu saja ini urusanku! Gara-gara kau dia tidak jadi menghabiskan waktu di sini!"
"Dia pergi bukan karena aku. Lebih tepatnya karena kepala klan Sayap Hitam yang ingin dia cepat kembali," jawab Namara yang tidak mau kalah.
Namun, bukankah yang dia katakan memang benar? Jika kepala klan Sayap Hitam tidak memanggil Eros, pasti pria itu masih ada di sini.
Tentu saja jawaban Namara membuat wanita itu semakin marah. Tiba-tiba sosoknya menghilang dan kembali muncul persis di hadapan Namara.
"Kau hanya pendatang baru di sini, tetapi sikapmu benar-benar kurang ajar!"
Tangan wanita itu terangkat dan bersiap melayangkan sebuah tamparan. Namara segera menangkapnya. Dia tidak akan membiarkan seseorang menamparnya.
"Aku tidak ingin membuat permusuhan denganmu. Aku juga tidak menaruh perasaan apa pun pada Eros. Kau menginginkannya bukan?"
Wanita itu berdecih lalu menarik tangannya menjauh. "Bagus jika kau tahu tempatmu sendiri!" Dia mengerutkan bibirnya lalu melenggang pergi.
Namara menatap kepergian wanita itu dengan heran. Ternyata wanita-wanita di sini memang gila. Mereka benar-benar tergila-gila pada seorang Eros.
Namara mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan dan menyadari sudah tidak ada orang lain di sana, hanya dia sendiri. Akhirnya dia mengambil langkah pergi.
Baru saja Namara membuka pintu, dia langsung melihat Verna yang sudah berdiri di sana. Wanita itu menatapnya dengan tajam. "Apa yang baru saja kau lakukan, hah?!"
Verna menyeret Namara dengan kasar. "Benar-benar tidak berguna! Bagaimana kau bisa membuat Eros marah?! Kau harus diberi hukuman yang pantas!"
"Verna .... Ini tidak seperti yang kau pikirkan." Namara meringis kesakitan ketika Verna mencengkeramnya dan menyeret tanpa peduli pada langkahnya yang tersaruk-saruk.
Verna adalah seseorang yang memiliki kekuatan dan sihir, sedangkan Namara tidak. Tentu saja mereka tidak sebanding.
"Berhenti berbicara! Jika dari sekarang kau tidak diberi pelajaran maka kau tidak akan pernah mengerti!" bentak Verna yang sudah merasa geram.
Namara hanya bisa menelan rasa pahit. Hidupnya benar-benar tidak akan mudah.