webnovel

Mengalami Demam

Maaf jika terlambat UP. Akhit-akhir ini banyak hal yang harus saya lakukan, di tambah ada kedukaan. Dan itu semua membuat inspirasiku untuk mengetik anjlok.

————————————————————————

Aku terduduk diam bersandar di kepala ranjang, sambil menatap undangan pernikahan Zhu Zheng di atas nakas. Tanggal pernikahan Zhu Zheng akan di adakan tepat di hari ulangtahunku yang ke 19 tahun, yaitu tanggal 21 maret.

Sungguh ini sangat menyiksaku.

Tuhan, kenapa engkau menakdirkan tanggal pernikahan Zhu Zheng tepat di hari ulangtahunku(?!) Kalau seperti ini, sampai napas terakhirpun aku akan selalu mengingat tanggal dan bulan pernikahan Zhu Zheng. Sungguh ini adalah suatu kesulitan yang harus aku hadapi saat ini dan di masadepan nanti.

.....

Kedua bola mataku saat ini sudah membengkak karena terlalu banyak menagis. Sejak pulang dari taman dan berpisah dari Anita, aku mulai menangis sepanjang perjalanan pulang ke Apartemenku. Bahkan aku sama sekali tidak perduli lagi dengan orang-orang asing yang berada si sekitarku. Mungkin mereka semua akan berpikir bahwa aku baru saja putus cinta atau kehilangan uang karena di tipu.

Jika ada yang bilang 'laki-laki kok cengeng?' maka aku hanya bisa menjawab aku juga tidak tahu. Tapi rasa sakit yang aku rasakan saat ini, tidak mampu di ungkapkan. Kalau aku menahan rasa sakit ini dalam diam, mungkin saja saat ini aku sudah menjadi salah satu pasien yang berada di rumah sakit jiwa.

Saat ini aku hanya bisa menghembuskan napasku dalam pasrah, aku pria yang bernama Resa, kini telah menyerahkan seluruh hatinya pada seorang pria bernama Zhu Zheng. Pria yang tidak akan pernah di miliki, dan pria yang hanya bisa di pandang dari kejauhan.

Keesokan paginya seluruh tubuhku dan kedua mataku terasa berat, aku membuka mataku perlahan dan menyentuh dahiku. Ini sangat panas, dan aku merasa seluruh tubuhku menggigil kedinginan.

Sepertinya aku demam.

Aku mencoba untuk bangun kembali, tapi tetap saja hasilnya nihil.

Apa yang harua aku lakukan, aku merasa sangat haus.

Akhirnya apa yang bisa aku lakukan hanyalah berbaring di tempat tidur sepanjang hari.

....

Di sore hari, ibuku datang ke Apartemenku dan menemukan keadaanku yang bisa di katakan sangat mengenaskan. Ibuku sangat terkejut dan langsung berlari ke arahku dan secepat kilat membawaku di Rumah Sakit.

"Bagaimana keadaannya dok?"

"Anak ibu mengalami demam tinggi dan dehidrasi. Walaupun anak ibu hanya mengalami dehidrasi ringan, tapi itu bisa saja dapat menyebabkan penurunan sisitim kekebalan tubuh."

"Apa anakku akan baik-baik saja?"

"Kami akan melakukan yang terbaik. Dan kami akan memindahkan anak ibu di ruang rawat inap sekarang."

Itulah percakapan dokter dan ibuku yang sempat aku dengar, sebelum aku tertidur.

Pada saat aku terbangun kembali, ibuku masih setia berada di sampingku.

"Ibu," Panggilku pelan.

"Apa kamu haus?"

"Tidak."

"Apa kamu lapar?"

"Tidak."

"Tapi sayang, kamu tetap harus makan. Kebetulan sekali, makananmu baru saja datang (makanan RS) dan ini masih hangat, jadi kamu harus makan."

"Resa tidak lapar, bu."

Ibuku menghembuskan napas dan berkata, "Resa, dokter mengatakan,salah satu yang membuatmu sakit seperti ini, karena kamu selalu terlambat makan. Dan apa kamu pernah melihat dirimu di cermin? Kamu sudah sangat kurus dan berantakan. Di mana anak ibu yang terlihat manis dan gemuk? Bahkan di Apartemenmu, ibu sama sekali tidak melihat ada bahan-bahan dapur untuk di masak. Yang lebih parahnya, ibu tidak melihat sebutir beras di dapurmu."

"Maafkan aku." Itulah kata yang bisa aku ucapkan saat ini pada ibuku. Aku jadi merasa sangat bersalah, ibu dan ayahku selalu memberiku uang saku setiap bulannya dan itu lebih dari kata cukup untuk menghidupi kehidupan sehari-harku, bahkan sisanya aku masih dapat menyimpan dan menabungnnya.

Tapi.

Semenjak masalah penolakan yang di lakukan Zhu Zheng padaku, aku menjadi malas mengurus diriku sendiri. Dan rasa stres yang aku alami membuat napsu makanku menurun dengan sangat drastis. Aku jarang sekali menyentuh makanan dan selalu merasa kenyang sepanjang waktu.

Ibu, "Jadi mulai hari ini kamu harus makan banyak sampai sembuh. Ok."

Aku hanya bisa menganggukkan kepalaku dengan pasrah atas permintaan dari ibuku.

Kurang lebih sekitar lima hari aku di rawat di Rumah Sakit, dan keadaanku sepenuhnya sudah membaik, sehingga dokter mengatakan pada ibuku bahwa aku sudah bisa di pulangkan.

Sesampainya di rumah dan istirahat sebentar, akupun berdiri kembali dan membantu ibuku memasak di dapur.

"Sudah-sudah, kamu menunggu saja di meja makan, biar ibu saja yang memasak."

Sebelum ke meja makan, aku melihat ibuku membuka lemari pendingin untuk mengambil beberapa bahan makanan yang di butuhkan untuk memasak. Sungguh aku merasa cukup terkejut. Ibuku telah mengisi semua rak kulkas dua pintu itu dengan bahan-bahan makanan mentah maupun jadi di dalamnya.

Aku menatap punggung ibuku sambil tersenyum. Ibuku memanglah yang terbaik.

Saat ini aku dan ibuku sedang menyantap makanan kami masing-masing dalam diam. Tidak ada percakapan seperti biasa yang ibuku lakukan.

Aku menatap ibuku. Ibuku seperti sedang memikirkan sesuatu, tapi entah apa yang ibukuk pikirkan. Hanya dialah yang tahu.

Selesai makan siang, aku dan ibuku duduk di ruang tamu sambil berbincang-bincang. Lebih tepatnya ibukulah yang berbicara, mulai dari membicarakan masalah pekerjaannya di kantor, dan bisnis toko kuenya.

Tapi ada satu hal yang tidak ibuku bahas sedari tadi,

Ayah.

Ibuku sedari tadi tidak menyebut atau menyinggung sedikit mengenai Ayah.

Pada saat aku mulai pindah di Apartemen, Ibu dan Ayah pada saat itu sedikim berselisih. Aku tidak tahu mereka bertengkar mengenai apa. Tapi saat itu, Ibu dan Ayah mengatakan padaku bahwa semua baik-baik saja. Jadi aku tidak lagi memikirkannya, karena aku berpikir Ibu dan Ayah dapat menyelesaikan masalah pribadi mereka. Aku mengatakan seperti itu, karena mereka adalah orang dewasa.

"Bagaimana kabar Ayah?" Tannyaku. Aku melihat wajah ibuku tiba-tiba saja murung, tapi itu hanya sepersekian detik, karena wajah murung Ibuku di gantikan dengan sangat cepat oleh wajah tersenyumnya.

"Ayah baik-baik saja." Kata Ibuku.

"Kalian masih bertengkarkhan?" Tannyaku lagi.

"Kapan Ayah dan Ibu bertengkar? Sudah jangan mengada-ngada. Fokus saja dengan kuliahmu." Ucap Ibuku sambil mengelus kepalaku dengan penuh kasih sayang.

"Jangan berbohong."

Aku melihat senyum Ibuku perlahan menghilang dari wajahnya.

"Apa masalah Ibu dan Ayah sangat serius?"

Ibuku hanya terdiam.

"Ayah dan Ibu akan berpisah." Ucap Ibuku dengan senduh

Aku terdiam beberapa saat, dan kemudian berkata pada ibuku mengapa kalian ingin berpisah(?) Tapi Ibuku tidak menjawab pertanyaanku.

"Istirahatlah, masih banyak urusan yang harus ibu selesaikan di toko kue. Ingat jangan sampai lupa makan, dan jangan lupa bercermin. Kamu sudah terlihat sangat kurus." Setelah mengucapkan itu, ibukupun mencium keningku dan meninggalkan Apartemen.

.

.

.

Bersambung . . .

Selesai pengetikan pada hari–

Sabtu, 13 – 06 – 2020, Pukul, 11.15 Wita.

.

.

Sebentar malam menyusul BAB berikutnya.

Chapitre suivant