Karena hingga saat ini belum ada kepastian tentang tempat latihan untukku, akhirnya Vincent menyuruhku memulai latihan fisik lebih dulu.
Sementara Ia mulai sparring bersama Bastien lagi, aku menjalani latihan fisik bersama Alex hampir setiap sore.
Olah raga adalah satu-satunya pelajaran yang paling kubenci saat di sekolah. Tapi ternyata latihan fisik jauh lebih menyebalkan dari pelajaran olah raga.
Bahkan sebelum latihannya dimulai, aku harus melewati berbagai macam jenis peregangan dan pemanasan lalu diikuti dengan lari sejauh lima kilometer.
Tiga hari pertama aku hampir menangis saat Alex memintaku push-up lima set setelah aku selesai berlari.
Ternyata masih ada sisi Alex yang belum pernah kujumpai sebelumnya... Sisi kejamnya. Walaupun aku sudah mengeluarkan sumpah serapah atau air mataku, Alex tidak tergerak sama sekali dan malah menambah porsi latihanku.
Ia benar-benar seorang monster.
Dan bagian terburuknya adalah pagi harinya. Seluruh tubuhku terasa sangat sakit di hari berikutnya setelah aku latihan fisik. Alex bilang hal itu normal karena aku jarang berolah raga selama ini.
Ia sendiri selalu menemaniku saat aku pemanasan. Alex ikut lari jika aku berlari, Ia juga push-up dua kali lipat jumlah set-ku saat aku sedang melakukannya, semuanya dilakukan olehnya sementara Ia mendengar protesku sepanjang latihan.
Minggu berganti bulan hingga akhirnya aku mulai terbiasa dengan perubahan rutinitas harianku.
Pagi harinya aku bangun lebih awal untuk membantu memasak sarapan bagi anggota Pack muda yang masih harus berangkat sekolah dan bekerja.
Lalu dilanjutkan dengan sarapanku sendiri bersama Alex, kadang Jake juga ikut bergabung jika Ia sedang tidak sibuk.
Partisipasiku membuatku semakin dekat dengan anggota yang lain, kini aku hampir hapal semua nama anggota Pack muda yang tinggal disini. Aku juga berhasil membuat mereka memanggil namaku, dan bukan Luna lagi.
Latihan fisikku dan Alex masih berlangsung tiap sore menjelang malam. Kami berlatih di hutan Redforest, agak dekat dari tempat sparring Vincent dan Bastien agar lebih mudah.
Sesekali Vincent dan Alex bertukar partner, Ia mengajariku teknik memukul atau menghindari pukulan.
Dari trainingnya yang sesekali itu aku jadi merasa bersyukur Ia sedang sibuk sparring bersama Bastien selama ini. Karena ternyata Vincent lebih kejam dari Alex saat latihan fisik.
Lebam di tubuhku lebih parah saat aku latihan dengannya daripada saat aku latihan bersama Alex.
Hari terus berlalu tanpa kusadari hingga tidak terasa musim panas sudah mau berakhir.
Jadwal ujian Vincent untuk menjadi Enforcer sudah ditentukan minggu depan.
Alex sudah memperingatkannya melawan Luca dan Jordan sekaligus tidak akan mudah.
"Aku hanya perlu menghajar keduanya, kan?" tanyanya saat kami beristirahat di tengah latihan fisik dan sparring. Bastien ikut duduk bersama kami di bawah salah satu pohon yang aku tidak tahu namanya.
Alex mendengus saat mendengarnya. "Ujian Enforcer bukan hanya sparring melawan keduanya."
Vincent yang sebelumnya meremehkan, kini menoleh ke arah Alex dengan sedikit rasa tertarik.
"Lalu seperti apa ujiannya?" tanyaku agak penasaran juga.
Alex tersenyum kecil. "Kurasa seperti permainan tikus dan kucing?" balasnya tidak terlalu yakin. "Setiap tahun peraturannya berubah, tapi pola ujiannya masih sama."
"Apa kau pernah ikut ujiannya?" tanya Bastien sebelum menenggak air dari botolnya.
"Aku dan Jake ikut bersamaan beberapa tahun yang lalu. Luca yang menjadi penilaiku saat itu."
"Apa kau berhasil?" tanya Vincent dengan senyum mengejek.
Alex tidak menghiraukan senyumannya. "Aku berhasil, tapi langsung didiskualifikasi karena statusku yang masih menjadi calon Alpha Pack Night Walker saat itu."
"Kalau begitu ujiannya tidak akan terlalu sulit." suara Vincent terdengar skeptis lalu Ia berdiri dari tempatnya.
***
Kabar ujian Enforcer Vincent ternyata tersiar hingga ke luar Pack. Bahkan ada beberapa Alpha dari Pack lain yang menyatakan ingin menyaksikan langsung ujian tersebut.
Kami bertiga baru saja berkumpul di kantor Alex saat salah seorang Alpha itu meneleponnya. Jake dan Bastien sedang berada di bengkel mobil sejak siang tadi.
"Tidak. Tidak boleh." protes Vincent pada Alex saat Ia memberitahunya tentang kabar itu.
"Mereka penasaran karena kau berhasil mengalahkan Igor... dan sekarang kau akan menggantikannya menjadi Enforcer." balas Alex.
"Justru karena itu lah mereka tidak boleh menonton jalannya ujian itu! Semakin banyak yang tertarik padaku, maka akan semakin sulit juga menyembunyikan identitasku."
"Aku tahu." Alex terlihat berpikir sejenak. "Tapi ini adalah kesempatan yang bagus untuk memancing Dimitri keluar dari sarangnya. Kurasa Ia sedang sangat berhati-hati setelah kematian Igor, bahkan saat aku datang ke teritorinya beberapa minggu yang lalu Ia tidak mau menunjukkan batang hidungnya. Padahal Ia sendiri yang mengundangku ke sana."
"Alex, aku tidak bisa mengeluarkan kekuatan penuhku untuk melawan Dimitri jika terlalu banyak saksi yang melihat. Apalagi Alpha dari Pack lain. Apa kau gila? Itu sama saja dengan bunuh diri!"
"Kalau begitu aku dan Bastien akan mencari cara lain untuk memancing Dimitri keluar dari teritorinya." Kata Alex dengan helaan nafas yang panjang.
Vincent mengangguk setuju. "Yang jelas kita harus memancingnya di waktu yang tepat, dan paling penting tanpa disadari siapa pun. Semakin tidak terduga semakin bagus. Dimitri tidak sama seperti Igor, Ia sangat berhati-hati dan cerdas."
Tiba-tiba Ia menoleh padaku, "Bagaimana menurutmu?"
Kuangkat bahuku dengan agak ragu, "Aku tidak tahu... Menurutku Alex ada benarnya, sebaiknya masalah Dimitri dan Bastien diselesaikan secepatnya. Tapi di lain pihak kita juga tidak bisa gegabah..."
"Waktunya akan tiba dengan sendirinya. Bukankah Dimitri sedang mencariku? Cepat atau lambat Ia akan keluar dari tempat persembunyiannya." Vincent berdiri dari tempatnya lalu memandang aku dan Alex bergantian, "Kalian juga berhati-hati... Jangan lupakan Edward Adler."
"Mau kemana?" tanyaku sambil memandangnya berjalan menuju pintu.
"Hari ini aku akan kencan bersama Evelyn, aku pulang duluan!" balasnya sebelum keluar dan menutup pintu.
Aku ikut berdiri karena ingin kembali ke kamarku. Alex mendongak dari balik mejanya. "Kau mau pergi juga?" tanyanya sedikit terkejut.
"Aku akan kembali ke kamarku, apa kau mau ikut?" Aku tidak tahu kenapa pertanyaan itu keluar dari mulutku begitu saja.
Alex terlihat membeku sejenak, tapi kemudian Ia berdiri dari kursinya.
"Uh... maksudku aku akan tidur sebentar. Nanti malam Annelise memintaku menemaninya mengambil pizza dari bazaar."
"Bazaar?"
"Kelihatannya ada bazaar kecil di dekat sekolahku, Annelise berjanji akan memborong pizza temannya jadi aku menawarkan bantuan untuk membawakannya." jelasku sambil berjalan menuju pintu.
"Alex, kau akan ikut ke kamarku?" tanyaku dengan terkejut saat Ia mengikutiku dari belakang.
Ia mengangguk, "Aku juga mau tidur siang sebentar." katanya sambil menguap. "Bukannya kau sendiri yang menawariku barusan?"
Kedua matanya memang terlihat lelah akhir-akhir ini. Kuselipkan salah satu tanganku ke dalam genggaman tangannya lalu tersenyum padanya.