webnovel

Nonton Malam (17+)

Setelah hari yang panjang dan lambat, Gaea keluar dari kamarnya, mengintip di balik pintu kamar melihat situasi.

Keadaan sepi sesuai dugaan, maklum ia keluar jam sepuluh malam.

Gaea membawa selimut di tangannya, film yang belum selesai ditonton olehnya tadi itu film aksi, sesuka apa pun akan genre itu masih suka takut melihat adegan berdarah-darah sadis makanya membawa selimut buat penutup matanya jika ada adegan sadis dan menghangatkan tubuhnya juga.

Gaea menuruni tangga masih melirik ke sana ke mari.

Ia masih tidak percaya keluarga Enzo tidak merayakan natal malam ini bahkan tidak ada pohon cemara hanya sekedar memeriahkan.

Tahun ini, natal yang paling buruk baginya.

Ketika Gaea sampai di lantai bawah, tanpa sengaja matanya bertemu dengan mata biru laut Lola.

Mereka berdua membeku di tempat mereka berdiri.

Gaea sudah sukses menghindar sampai bela-belain menahan lapar, nyatanya semua gagal sekarang.

Lola yang baru dari dapur habis mengambil minum, mengerutkan keningnya, "Apa yang kau lakukan malam-malam begini?" tanyanya dingin.

Gaea terhenyak masih belum terbiasa dengan sikap baru Lola yang dingin padanya, "Aku mau nonton film di ruang tamu, belum makan juga," sahutnya sedih.

Lola jadi teringat ada makanan cepat saji di kulkas, tahu Gaea suka makanan tersebut, "Aku kagum denganmu bisa memaksa Eryk menyimpan junk food, kau memang memiliki energi membujuk seseorang."

Gaea tersentuh mendengarnya, mungkin benar kata Rainer bahwa Lola hanya marah saja, tidak benar-benar benci padanya, dan sifat Lola selama bersamanya tidak sepenuhnya palsu. Tanpa sadar bibirnya mengulas senyum, "Eryk melawan, tapi aku bisa menang tanpa perlu mengancamnya pakai Bintang," katanya dengan penuh rasa bangga.

"Apakah aku sedang bermimpi? Eryk mengijinkanmu memelihara kucing di rumah ini? Iya aku pasti sedang bermimpi sekarang," Lola bertanya-tanya heran, sejak dulu musuh abadi Eryk adalah kucing tepatnya bulunya.

Gaea mencubit pipi Lola.

"Aww ... apa yang kau lakukan!?" seru Lola sambil memegangi pipinya yang habis dicubit tadi.

"Memastikan kau tidak sedang bermimpi?" Gaea menjawab polos, sebelum tertunduk sedikit, "aku tahu kita tidak sejalan kali ini, tetapi aku ingin mengucapkan terima kasih sudah menjadi sahabatku, menjagaku. Lola, meskipun yang kau lakukan palsu, aku tetap bersyukur bisa bertemu denganmu dan Ava."

Lola terhanyut mendengarnya sebelum kemudian membuang mukanya, "Aku juga merasakan yang sama. Kau juga aku anggap temanku Gaea, hanya aku butuh waktu agar bisa menerima ini semua," Ia mengakuinya dengan suara pelan.

Gaea mengangguk, "Aku akan menunggumu, Lola," katanya lembut, "sekarang aku mau nonton film!" serunya mengangkat tangannya penuh semangat, "makan juga!"

"Kau bisa nonton lebih bagus di ruang home theater kami," Lola menyarankan.

"Whooaa ... kalian punya bioskop pribadi sendiri?" Gaea bertanya terkagum-kagum.

Kenapa Alex tidak mengajak nonton di sana tadi?

Lola mengangguk, "Ruangannya ada di bawah tangga, aku bisa membantumu menyalakan filmnya kalau mau."

Gaea menggelengkan kepalanya, "Kau pasti masih lelah sehabis naik pesawat tanpa istirahat, jadi tidak usah," katanya, "walau aku heran juga sih, jarak ke sini dan Shanghai takkan cukup hanya dua hari ...," pikirnya, "kau tidak naik jet pribadi, 'kan?"

Mengingat keluarga Enzo kaya raya, kemungkinan mereka memiliki setidaknya satu jet pribadi sangat mungkin.

"Tidak, sejujurnya aku tidak ke Shanghai! Aku sudah mau pergi, tetapi setelah berpikir cukup lama, aku membatalkan itu, aku yang sudah di pesawat jelas membuat kegaduhan hingga tanpa sadar menyerang Pramugari, karena kejadian itulah keberangkat pesawat ditunda sebentar, aku diturunkan tetapi harus berurusan dengan Polisi mengenai tindakanku. Sebastian yang mengurus semua ini ...," jelas Lola panjang lebar.

Gaea mengangguk paham, pantas saja tadi pagi ia tidak melihat Sebastian, baru ada saat Lola pulang ternyata pelayan Eryk sedang mengurus masalah Lola, "Kalau begitu tetap kau butuh istirahat, aku bisa mengatasinya."

"Kalau begitu maunya, iya sudah," kata Lola, dan kembali ke kamar.

Gaea melanjutkan lagi, mengambil pizza di kulkas sisa tadi pagi serta minuman soda beserta gelas baru ke tempat yang tadi Lola sarankan.

"Oh," Gaea teringat belum mengambil kaset film di ruang tamu, yakin masih di sana, jadi kembali dan mengambilnya, dan lanjut ke home theater di bawah tangga, "Wah ...," Ia tidak perlu bersusah payah mencari sebab ada tulisan 'home theater' di atas pintu, dan ketika masuk ke dalam, terkagum lagi melihat ruangan ini sungguh-sungguh seperti bioskop kecil.

***

Eryk kembali terbangun syok dari tidurnya, napasnya kembali terengah-engah, "Kenapa aku ini?"

Mimpi buruk lagi, sudah kedua kalinya terjadi, berendam air hangat tetap tidak berpengaruh sama sekali

Eryk bangun dari ranjangnya dan keluar hendak mengambil air dan melihat di lantai bawah ada Gaea dan Lola sedang mengobrol, penasaran apa yang mereka bicarakan, melihat dari wajah mereka yang serius nampaknya bicara mengenai pertengkaran tadi.

Eryk memutuskan kembali ke kamarnya lalu, merebahkan tubuhnya lagi di ranjangnya dan mengerang pelan, "Itu hanya mimpi, mimpi takkan menyakitimu, Eryk," gumamnya, "takkan mungkin ...," gumamnya perlahan menutup matanya.

***

Sayangnya mantranya gagal, Eryk kembali terbangun dari tidurnya, menggertakan gigi frustrasi. Tubuhnya kembali dipenuhi keringat meskipun tidak memakai baju atasan maupun pendingin ruangan, kerongkongannya terasa kering juga.

Eryk bangun kali ini benar-benar keluar kamar mengambil minum di kulkas. Ia berpikir sebentar mau minum apa, dan memilih susu mengingat katanya merangsang ketenangan?

Eryk keluar dari dapur hendak naik ke atas terhenti mendengar suara tembakan dari arah ruang teater?

Siapa malam-malam begini menonton film?

"Alex?" Eryk menebak-nebak mengingat tadi Alex memang menonton film, mungkin Alex ketagihan? Penasaran menghampiri ruang teater, dan menghela napas hanya Gaea, "Malam-malam begini nonton film, kau sesuatu sekali, iya?"

Gaea menoleh, "Eryk? Iya, aku penasaran sama filmnya, asyik sekali."

"Hm ...," Eryk melirik layar lebar yang menampilkan adegan tembak-menembak, di luar dugaan Gaea senang film aksi? Ia kira perempuan akan suka film romantis? Tertarik akan filmnya memutuskan duduk di samping wanita itu.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Gaea.

"Menonton," Eryk menjawab singkat, lalu menepuk tangannya yang seketika itu juga lampu redup perlahan.

Gaea takjub melihat lampu ruangan padam tanpa perlu menekan tombol saklar, "Apakah ini keajaiban atau semacamnya!?"

Eryk memutar bola matanya, "Itu dinamakan teknologi Gaea, lanjutkan saja filmnya."

Gaea mengangguk dan menekan tombol play, melanjutkan film yang tadi dihentikannya.

Eryk yang menonton tidak dari awal mencoba mencerna alur dari film tersebut, "Jadi dia ini dikhianati sama saudaranya, huh?"

Seperti seseorang yang dikenal oleh Eryk. Tepatnya hidupnya.

Gaea mengangguk, masih terpaku pada layar.

Eryk melirik lagi kali ini pemeran utama lelakinya sedang bersama pemeran utama wanita ke sebuah pesta mencoba mendapatkan informasi mengenai saudara yang mengkhinati pemeran utama lelakinya, membuatnya tertawa sinis apakah film ini sedang mencemooh hidupnya.

Hingga akhirnya di adegan berikutnya mata Eryk dan Gaea melebar syok melihat kedua pemeran utama ke sebuah kamar dan mulai berciuman panas.

"Aku ...," Eryk kehilangan kata-katanya. Ia bukanlah penggemar film, tetapi teman artisnya memang pernah bilang suka ada adegan panas di film aksi agar tidak membuat penonton bosan. Ia melirik ke arah Gaea—wanita itu wajahnya sudah merona merah hingga ke leher, "mau sampai kapan mereka ciuman?" Ia mengumpat, muak akan adegan tersebut membuatnya tak nyaman.

Umpatan Eryk menjadi kenyataan, kali ini kedua pemeran itu melanjutkan aktifitas mereka di ranjang saling membuka pakaian satu sama lain mendapat teriakan syok dari Gaea.

Eryk segera menutupi mata Gaea menggunakan tangannya, "Kau tidak perlu melihat ini."

Gaea mengangguk, mendekatkan dirinya ke Eryk agar bisa lebih berlindung.

Eryk tentu terkejut, lalu kebingungan apakah Gaea sedang mengetesnya ataukah itu hanya refleks saja, otomatis matanya turun ke bibir wanita itu turun ke dada Gaea yang terlihat karena tank top serta celana pendek ketat yang memamerkan dada serta lekukan tubuh Gaea. Sadar tubuhnya perlahan memanas, ia membuang mukanya.

Eryk tertunduk; tidak mungkin melihat Gaea sebagai wanita, 'kan? Tetapi, suhu tubuhnya yang mulai naik mematahkan bantahannya.

'Film sialan.' umpat Eryk dalam hatinya.

"Apakah sudah selesai ...?" Bahkan ucapan Gaea terdengar begitu menggoda di telinga Eryk.

Pikiran Eryk yang berkeliaran ataukah Gaea sedang merayunya? Ia melepaskan tangannya yang berada di mata wanita itu, "Apa kau mencoba menggodaku?"

"Eh?" Gaea jelas kebingungan; siapa yang menggoda?

"Karena itu berhasil ...," Eryk mendekatkan wajahnya ke Gaea.

"Eh ... ?" Gaea otomatis menjauhkan wajahnya serta tubuhnya hingga akhirnya punggungnya menyentuh sofa, "Eryk ...." Apa yang dilakukan Eryk? Dan lagi posisi mereka sekarang sama dengan dua pemeran film.

Eryk meletakan kedua tangan di sisi kepala Gaea, "Gaea ...." panggilnya pelan.

"Eryk ...," Gaea yang melihat Eryk mendekatkan wajahnya perlahan menutup matanya.

Eryk yang melihat Gaea menutup matanya terkesan menunggunya, menyeringai kecil.

Berani sekali Gaea bersikap seperti ini setelah ketahuan berbohong semalam mengenai rayuan Aizawa yang meminta dicium.

Eryk jadi ingin mengetes perasaan Gaea sedikit padanya lagi pula suara-suara penuh cinta dari kedua pemeran utama di film membuatnya semakin tidak nyaman jadi mau fokus saja pada Gaea.

Eryk memulai permainannya, memiringkan sedikit kepalanya dan perlahan mendekati wajah Gaea hingga akhirnya bibir mereka bersentuhan, tidak menutup matanya untuk melihat ekspresi wajah wanita itu.

Imut bisa Eryk bilang, dengan rona merah di kedua pipi Gaea yang merupakan sesuatu yang jarang ditemui ataukah ia yang memang selama ini tidak memperhatikan?

Kemudian Eryk merasakan tangan Gaea bergerak melingkari lehernya dan mulai merespon ciuman mereka malu-malu dan bergerak lembut di bibirnya.

Sesuatu berkata di kepalanya bahwa ini sangat salah bahwa Eryk sudah mempunyai Katherine, bukan saatnya melakukan hal ini.

Namun, bibir Gaea yang terus aktif di bibirnya membuat Eryk perlahan hanyut dan mulai menutup matanya, membalasnya tak kalah, menghisap bibir bawah Gaea penuh gairah.

Gaea yang merasakan Eryk akhirnya membalas, memberanikan diri lagi, menarik Eryk agar semakin dekat dengannya.

Eryk tidak mau kalah juga, memberikan kecupan singkat baru memberikan ciuman lagi kali ini lebih dalam, menggigit bibir bawah Gaea sebelum membelainya dengan lidahnya.

"Mm ...," Gaea mendesah di sela-sela ciuman panas mereka, yang dimanfaatkan oleh Eryk untuk memasukan lidahnya ke dalam mulut mengajaknya bermain.

'Eryk ....'

Gaea menyudahi ciuman mereka untuk mengambil napasnya, pikirannya masih belum dapat memproses apa yang terjadi Eryk menyatukan kembali, enggan melepas kontak mereka lama-lama, bukan cuma itu, Eryk juga sempatkan menyelipkan tangan untuk memeluknya, mengangkat tubuhnya dan menempatkan di atas Eryk, di saat itu juga ciuman mereka berakhir, dan bibir Eryk bergerak turun menuju lehernya tanpa absen memberikan kecupan singkat.

Tubuh semakin Gaea memanas akan setiap sentuhan Eryk di lehernya, otaknya tidak bisa berpikir jernih, hanya ada Eryk di sana, dan keinginan untuk disentuh lebih.

Apa yang terjadi?

Gaea mencengkeram erat helaian rambut pirang Eryk merasakan gigitan di lehernya yang disusul kecupan lagi.

'Apa yang terjadi? Aku ....'

Gaea tidak menyangka akan terjadi hal seperti ini hanya karena menonton film yang ternyata ada adegan dewasanya.

Eryk terpaksa mengakhiri ciuman di leher Gaea untuk menurunkan tali tank top yang wanita itu pakai, ketika berhasil melepas satu tali, sebuah gambaran Gaea sedang berdiri bersama Katherine seketika muncul di kepala Eryk, memaksanya mengakhiri secara tiba-tiba, menyingkirkan Gaea dari pangkuannya, lalu memegangi kepalanya.

Gaea ikut duduk juga, bertanya-tanya apakah salah tadi? Apakah Eryk tidak menikmatinya? Namun, wajah Eryk yang tampak menahan rasa sakit memberikannya kecemasan, "Kau baik-baik saja?"

Eryk menurunkan tangannya dari kepalanya, "Iya."

"Mau minum obat?" Gaea menawarkan.

Eryk menggelengkan kepalanya.

"Kau sungguh-sungguh baik-baik saja, Eryk?" Gaea memastikan sekali lagi karena wajah Eryk kian pucat.

Eryk tidak menjawab memilih merebahkan kepalanya di paha Gaea, "Aku baik-baik saja," Ia mengulangi pelan dengan mata yang tertutup, "bisa kita di sini sebentar?" pintanya lemah.

Gaea menarik selimut miliknya buat menutupi tubuh Eryk, lalu meletakan telapak tangannya di kening Eryk memeriksa apakah panas yang ternyata suhunya normal-normal saja.

Tak lama, terdengar dengkuran halus dari bibir Eryk.

Gaea tersenyum kecil, dan menatap layar lebar yang masih menampilkan adegan tak pantas baginya membuatnya teringat lagi akan ciumannya dengan Eryk tadi. Dimatikan filmnya, ikut menutup mata berusaha tidur juga meskipun posisi tubuhnya tidak nyaman, tak apa.

***

Mimpi

***

Eryk kembali menyadari dirinya berada di rumahnya dulu. Langkah kakinya bergerak melangkah ke lorong pelan, sayup-sayup terdengar suara pertengkaran seseorang.

"Serahkan Gaea padaku, Pak Tua ...."

Eryk berlari mendekati ke arah pertengkaran tersebut yang ternyata kamar ayahnya, menarik kenop pintunya bersamaan dengan bunyi letusan pistol dari arah dalam.

Pintu kamar ayahnya terbuka otomatis, memperlihatkan Ayahnya, Xander jatuh ke lantai tepat di depan mata Eryk, di sana berdiri sosok Kervyn dengan tangan masih memegang pistol yang baru melepaskan peluru menimbulkan asap di moncongnya.

Kervyn melirik ke arah pintu, siapa yang berani mengganggunya, dan menyeringai mengetahui itu Eryk, "Kau muncul, Tuan Eryk? Bicara terlambat," katanya sambil mengarahkan pistolnya pada Eryk.

Eryk yang masih membeku melihat sendiri ayahnya tergeletak di lantai berkata, "Apa?"

Kervyn melepaskan tembakan yang sayangnya meleset, anehnya bibirnya mengulas senyum kepuasan di sana, "Kau sungguh-sungguh menyedihkan, untunglah tanganku masih belum terbiasa memegang pistol jadi tembakan tadi tidak mengenaimu."

"Tapi kenapa?"

Kervyn menguap bosan, "Tipikal korban, selalu banyak bertanya, kenapa kita tidak bermain sambil aku menjawab pertanyaan bodohmu?" Ia mengarahkan lagi pistolnya pada Eryk.

Eryk langsung lari sekencang-kencangnya entah kemana, ketika mendengar letusan pistol sontak melindungi kepalanya memakai tangannya. Ketika sampai di pintu utama rumahnya langsung dikuncinya dari luar agar beristirahat sejenak mengatur napasnya.

Tembakan di arahkan ke jendela di samping pintu, membuat kacanya menjadi retak.

Memaksa Eryk berlari lagi ke arah hutan sambil berusaha menghindari tembakan yang lain dari Kervyn. Ia bersembunyi di balik pohon, menggigit tangannya supaya tenang.

Kervyn mengisi ulang peluru di pistolnya dan menarik pelatuknya, mulai mencari di mana Eryk bersembunyi, "Pilihan yang bagus Eryk, bersembunyi di tempat luas, hahaha ...!"

Eryk melirik di balik pohon, Kervyn tidak jauh darinya.

"Kau ingin tahu Eryk?" kata Kervyn sambil menembak pohon, mencoba melihat reaksi Eryk, "Ayahmu tidaklah sebaik yang kau kira, hahaha ...."

Eryk tidak menjawab.

"Dia dengan sok pahlawan mengadopsi kita semua padahal itu salah dia, hahaha ...."

Eryk melirik lagi, Kervyn berjalan mendekat padanya, harus menghitung waktu yang tepat untuk keluar dari persembunyiannya dan merebut pistol Kervyn, namun sebelum itu harus menghubungi Polisi. Tangannya yang gemetaran hebat mengambil ponsel di saku celananya, menyetel ponsel ke mode diam agar saat mengetik tidak terdengar, terlintas keinginan menelepon tapi baterainya mau habis.

Eryk mencoba mulai mengetik, tetapi jarinya yang juga gemetaran hebat menekan huruf yang salah, digigit tangannya lagi agar bisa berhenti gemetaran setelah berhasil segera mengirim pesan ke grub keluarganya yang lalu dikirimnya.

Bunyi ponsel memenuhi suasana sunyi hutan.

Kervyn mengambil ponselnya mengecek siapa yang mengirim pesan, apakah Pak Tua itu, menyeringai lebar mengetahui dari Eryk, "Kau benar-benar bodoh."

Eryk lupa mengeluarkan nomor Kervyn dari pesannya tadi, langkah yang buruk. Namun, cukup membuat Kervyn teralihkan, mungkinkah saudaranya itu menunggu orang lain? Ia mencoba mendengar langkah kaki Kervyn sambil tangannya sudah bersiap-siap di dekat tombol panggil.

"Eryk!"

Sekarang.

Eryk menekan tombol panggilan, yang membuat nada dering ponsel Kervyn berbunyi, melirik lagi melihat Kervyn mengecek ponselnya, tidak menghilangkan kesempatan ini keluar dari persembunyian memberikan pukulan di pipi kiri Kervyn yang memaksa saudaranya jatuh ke tanah.

Eryk yang berdiri mengarahkan pistol rebutannya ke arah Kervyn.

Kervyn yang terkapar di tanah, tertawa kecil.

"Kau masih sempatnya tertawa padahal nyawamu ada di tanganku sekarang," kata Eryk dingin.

"Tembak aku kalau begitu," kata Kervyn tanpa rasa takut sama sekali.

"Diam. Sebelum aku melakukannya aku ingin kau menjawab kenapa kau melakukan ini pada Ayah!?" tanya Eryk memerintah dingin.

"Otakmu yang kecil itu takkan mampu memprosesnya," sahut Kervyn sambil bangkit perlahan.

"Aku perintahkan kau diam," kata Eryk, "dan jelaskan kenapa!?"

Masih dengan seringai di bibirnya Kervyn menjawab, "Aku butuh dia sebagai bahan penelitian."

"Dia siapa?" tanya Eryk.

"Ding, sesi jawab selesai," kata Kervyn dan dengan cepat menyerang Eryk, memberikan pukulan di pipi kiri saudaranya.

Eryk sempat terhuyung ke belakang habis dipukul, memfokuskan lagi pistolnya bermaksud menembak, matanya melebar tidak ada peluru yang dimuntahkan yang berarti sudah kosong sejak awal direbutnya. Tidak mau kesulitan segera membuangnya, dan menahan pukulan Kervyn lagi dengan kedua tangannya yang berhasil namun ada pukulan lain dari Kervyn menggunakan lutut tak bisa ditahannya mengenai perutnya.

Kervyn merapikan rambut pirangnya yang terurai berantakan menutupi wajahnya. Ia hendak memberikan pelajaran lagi, tapi terpotong oleh suara mobil polisi dari kejauhan, "Bagaimana bisa ...? Aku sudah menghapus pesanmu."

Eryk yang terbatuk-batuk juga bingung.

Apakah salah satu keluarganya ada yang membaca sebelum dihapus oleh Kervyn?

Kervyn melihatnya dengan pandangan mata sedingin es, "Saudaraku yang menyedihkan, sampai di sini bermain-mainnya, ada urusan penting yang harus aku kerjakan."

Eryk berusaha menghentikan Kervyn dengan memegang sepatunya, yang sayangnya gagal.

***

Mimpi Selesai

***

"Eryk! Eryk!"

Eryk langsung bangkit dari tidurnya, napasnya kembali memburu.

"Kau baik-baik saja?" tanya Gaea cemas, "kepalamu bergerak terus sampai-sampai membangunkan aku."

Eryk melirik keliling ruangan yang gelap hanya bermandikan cahaya rembulan dari atas jendela kecil. Ia masih berada di ruang teater bukan di rumahnya yang dulu.

Bersama Gaea bukan Kervyn.

"Kau bermimpi buruk sepertinya," kata Gaea, "mau aku ambilkan minum?"

Eryk meletakan tangan di wajahnya, "Ukh ...."

Mimpi buruk yang nyata, sebuah kejadian yang pernah di alaminya dua belas tahun yang lalu.

Eryk tidak mengerti kenapa menghantuinya lagi, apakah efek besok akan ke lelang yang diadakan Kervyn jadi tubuhnya memberikan sinyal padanya?

Mimpi buruk ini akan mempengaruhi kesehatannya padahal harus fit buat menghadapi lelang besok malam.

Seandainya ada Katherine, pasti kekasihnya itu akan menyanyikan lagu tidur untuknya.

Eryk melirik Gaea yang masih memasang tampang kebingungan, sebelum kemudian memeluk wanita itu, menenggelamkan wajahnya di lekukan leher jenjang Gaea mencari kenyamanan.

"Eh!? Eryk?" Gaea berusaha melepaskan namun semakin kuat berusaha semakin kuat juga pelukan Eryk di tubuhnya hingga wajah pria itu hampir mengenai dadanya. Wajahnya seketika merona, "Eryk ..." Ia merengek minta dilepaskan.

"Bisakah kau bernyanyi untuk aku?"

Chapitre suivant