Ya Ampun dia harus melakukan apa di sini. Andai saja dia bawa handphone atau buku itu lebih baik. Atau seandainya dia bawa uang dirinya pasti bakalan pulang sendiri, tak peduli jika Alif akan marah besar.
Tapi itu hanya Andai. Dia di seret dan di paksa Alif untuk ikut dengannya sebelum sempat mengambil dompet dan HPnya. Atau memang Alif sengaja kah melakukan ini padanya? agar dia tidak di tinggalkan. Sebab kalau dia pulang sendiri Eyang pasti akan bertanya-tanya bukan. Dan pastinya Alif tidak ingin di salahkan.
Dia baru sadar jika dirinya hanya di manfaatkan agar Alif di izinkan keluar oleh Eyang. Sebab Eyang pernah memberi ultimatum pada Alif agar dia jangan terlalu dekat dengan Alifah sahabatnya agar menjaga perasaan menantunya. Tapi apa jadinya jika kejadian ini di ketahui Eyang? Haruskah Alifah mengadu?
***
Tak jauh dari tempat Alifah berhenti tadi, Alif menghentikan motornya di parkiran kafe yang tak jauh dari taman. Seseorang telah menunggu beberapa menit yang lalu di dalam kafe.
Setelah melihat Alif, dia buru-buru menghapus Air matanya. Bersikap biasa-biasa saja seolah tidak terjadi apa-apa. Padahal beberapa jam yang lalu terjadi sesuatu pada dirinya. Karena tidak tahan, makanya dia kabur dari rumah dan menghubungi Alif untuk curhat seperti biasa. Hanya Alif sahabat yang dia punya di dunia ini. Dia tidak punya teman selain Alif, bahkan teman sekelasnya pun tak ada yang mau berteman dengan dirinya. Bahkan terkadang mereka menghujat dirinya. Membanding-bandingkan dengan dirinya dengan Alifah yang juga memiliki nama yang sama dengannya. Dan hanya Alif lah yang sering membelanya.
"Hei kamu kenapa? "tanya Alif khawatir setelah dilihat wajah sahabatnya sembab. Hidungnya merah dan masih ada sisa lelehan air yang masih tersisa. Dirinya tak tega melihat sahabatnya terpuruk lagi. Alifah itu sangat sensitif orangnya.
"Aku... " Alifah tidak sanggup melanjutkan kata-katanya. Dirinya kembali menangis, tak peduli dengan lingkungan sekitar yang ada dalam kafe , banyak orang yang memandangnya dengan pandangan yang aneh. Padahal dirinya sudah sekuat tenaga untuk membendung air matanya. Dirinya tak ingin dirinya di nilai Alif jadi wanita yang lemah padahal kenyataannya memang seperti itu.
"Kita cari tempat yang lain ya. Jangan di sini. Tidak enak soalnya, banyak orang yang memandang kita aneh" ajak Alif keluar.
Ingin rasanya Alifah memeluk Alif agar kesedihannya berkurang, tapi apa boleh buat Alif melarang itu sejak mereka aqil balik. Ya mereka sudah bersahabat sejak lama, ya sekitar usia mereka 10 tahun. Tapi semenjak mereka baliq tidak ada lagi kontak fisik. Bahkan sentuhan tangan pun mereka tidak melakukannya Lagi.
Ya meski pun mereka belum mendalami Islam, tapi interaksi antara wanita dan pria dia jaga. Semenjak Rival masuk organisasi Islam dirinya selalu diperingati oleh sahabatnya batasan interaksi dengan lawan jenis, meskipun mereka bersahabat. Bahkan sebenarnya, saat ini pun seharusnya mereka tidak boleh jalan berduaan. Tapi bagaimana lagi, tidak mungkin Alif tega mendengar sahabatnya bersedih. Tapi sebisa mungkin ia menjaga dirinya agar tidak berlebihan dalam berinteraksi dengan sahabatnya.
"Iya saya mengerti perasaan kamu, tapi kamu jangan sampai kabur begini dong dari rumah. Biar bagaimana pun mereka itu keluarga kamu. Ntar mama kamu khawatir lho" Nasehat Alif setelah mereka sampai di dekat danau buatan yang masih agak ramai dari orang-orang yang berlalu lalang. Lebih mending dari dalam Cafe tadi.
"Aku enggak mau pulang ke rumah kalau kak Fatih masih di rumah" Balas Alifah berusaha menghapus air matanya.
"Terus kamu mau kemana kalau enggak balik? Kak Fatih kan anak mereka. Justru kalau kamu begini, mereka akan marah."
"Tapi aku enggak suka kalau kak Fatih ngomong kalau aku itu sengaja menghilangkan adik aku. Padahal kan aku itu juga sedih. Bukan hanya mereka aja yang sedih. Walau pun aku bukan anak kadung mereka, tapi aku sayang sama mereka. Aku bukan orang jahat Lif... Bukan!! " pekik Alifah kembali mengundang perhatian banyak orang.
"Iya aku percaya. Ya sudah kalau kamu belum mau pulang ke rumah. Tapi setelah ini kita pulang ya. Aku yakin mama kamu pasti khawatir sama kamu. Mama kamu pasti lagi marahin Kak Fatih"
****
Dilain tempat, Alifah semakin kebingungan di taman sendiri. Apalagi perutnya mulai minta jatah. Sunggu Alif keterlaluan. Ya Allah bolehkah dirinya membalas Alif?
***
Setelah dirasa Alifah mereka cukup tenang, Alif pun mengantarnya pulang. Dia memesan taksi online sementara dia mengikuti taksi itu dari belakang. Ya begitulah Alif menjaga sahabatnya. Malam-malam begini rawan pelecehan terhadap wanita. Dan tidak mungkin juga dirinya yang membonceng Alifa pulang, kan mereka haram hukumnya berduaan. Sekali lagi, sebisa mungkin dirinya mengurangi dosa.
Karena Sementara ini dia mulai kembali belajar agama Islam yang sempat ia lalaikan sebelumnya. Dirinya sudah mulai mengikuti kajian-kajian di sekolahnya. Ini semua berkat sahabatnya, yang membawanya lebih baik lagi. Jadi kawan-kawan, agar hidup kita lebih baik, pilihkan sahabat yang akan membawa diri kita semakin dekat dengan Allah, bukan memilih sahabat yang justru menjauhkan kita dari Allah. Ibarat kita berteman dengan penjual parfum, meskipun kita tidak memakai setidaknya kita bisa mencium aroma harumnya.
****
Setelah Alif mengantar Alif kerumanya dan memastikan sahabatnya baik-baik saja, maka dia pun putar arah kembali ke rumahnya. Dan di pertengahan jalan tiba-tiba hujan turun walau tidak deras tapi bisa membuat badan basah kuyup. Meskipun begitu Alif tetap menerobos hujan, karena hari semakin malam, dan takutnya hujannya bukannya berhenti tapi mala tambah deras.
Sampai d rumah Alif memarkirkan motornya di bagasi. Dan buru-buru masuk ke rumah untuk mandi air hangat agar badannya hangat dan tak terkena flu.
"Kak Alif udah pulang? " tegur Mawar gembira yang menghentikan langkah Alif menuju kamarnya.
"Kamu kok masih di sini. Kenapa belum masuk kamar, tidur. Anak kecil tidak boleh lambat tidur" tuduh Alif.
"Mawar nunggu kak Alifah kok." Bela Mawar yang membuat Alif syok.
"Apa?? Alifah belum pulang??" teriak Alif tanpa sadar. 'Ha...Alifah belum pulang. Astaga ini sudah jam berapa? Masa iya Alifa beneran nurut sama perintahnya. Gerutunya dalam hati. Mana mungkin dia menyuarakan isi kepalanya di depan Mawar.
"Apa maksud kamu Alifah belum pulang? Bukannya kamu perginya sama Alifah? Sebenarnya kamu itu pergi kemana? Bukannya kalian itu pergi kencan? Trus kamu kencannya sama siapa? Tanya mama Alif yang tiba-tiba muncul dari dalam kamar.
Alif tidak bisa menjawab mau pun membela dirinya. Dirinya salah karena meninggalkan Alifah di taman. Dan lupa menjemputnya. Tapi kan seharusnya Alifah pulang sendiri dong, tidak harus menunggunya apalagi ini sudah jam berapa?
Dasar gadis bodoh nyusahin aja. Gerutu Alif dalam hati. Tapi kan dirinya yang ngajak Alifah keluar? Kenapa dia mesti menyalakan Alifah. Gini-ni manusia yang tak mau di salahkan. Mencari kambing hitam untuk di salahkan.
"Mama enggak mau tau, sekarang telpon Alifah kemudian jemput dia. Sebelum Eyang tau, kalau kamu bohong sama dia. perintah mamanya.
Tapi sebelum Alif melaksanakan tugas yang di berikan mamanya tiba-tiba...
"lho kamu sudah pulang sayang? Alifahnya mana? Kok enggak keliatan? Apa sudah di kamar? " Tanya Eyang yang membuat keduanya gelagapan.