"Apa kakak akan menikah dengan kak Alif? Tanya Mawar setelah mereka sampai di dalam kamar. Dia sedih melihat kakaknya yang keliatan bingun dan tak bertenaga, padahal setahunya kakaknya adalah sosok yang sangat ceria dihadapannya. Apalagi tadi dia melihat air mata kakaknya berlinang tanpa henti, tanpa memperdulikan kak Alif di sekitarnya. Air mata kakaknya itu bagaikan aurat yang tak boleh di lihat yang bukan Mahramnya, tapi hari ini prinsip kakaknya di langgarnya. Bukan hanya itu kakaknya pun berbohong, yang belum pernah ia lakukan sebelumnya. "Kakak...." Panggil Mawar, sepertinya pertanyaanya barusan di abaikan oleh kakaknya.
"Kakak tidak berbohong..."
"...Apakah membiarkan mereka percaya bahwa kakak bukanlah anak yang di cari mereka bukanlah kebohongan?"sanggah Mawar. "Kak, kita pergi aja ya dari sini, saya enggak mau kakak berbohong terus. Saya tau kakak pasti benci berbohong. Maka dari itu kita jujur aja pada mereka dan kita pergi dari sini" bujuk Mawar.
"Dan membiarkan kakak di penjara lalu kamu di jual?? Atau kakak harus jadi pelayan Bar terus di jadikan pelacur. Itu itu maksud kamu?"
Mendengar kakaknya berbicara seperti itu Mawar ikutan menangis, dan berlari menubruk kakaknya dan memeluknya erat. Sang kakak pun membalasnya dan ikutan menitipkan air matanya, tapi hanya sedikit. Karena dia tidak ingin membuat adiknya tambah sedih. Dia harus kuat dihadapan adiknya.
"Bukan itu maksud Mawar kak, hiks hiks... sa..ya tidak mau kakak di penjara atau jadi pelayan. Saya mau kakak jagain Mawar terus. Dan kalau Mawar sudah besar biar Mawar yang jagain kakak.hiks hiks"
"Ishh sudah ah, kamu keliatan jelek kalau nangis, apalagi ingusnya ikutan keluar. Ishh jorok" canda Alifah membuat adiknya menghentikan tangisannya. Dengan kesal Mawar melap ingusnya di kerudung Alifah sebagai pembalasan karena di katakan jorok. "Ishh Mawarr jaroookkk" teriak Alifah jijik sambil mengindari Mawar yang terus menjahilinya. Dan Alifah membalas adiknya dengan gelitikan yang mematikan. Adiknya memang tidak tahan yang namanya gelitikan.
Seketika suasana kembali ceria, melupakan sesaat suasana hati yang lagi sedih yang perlu untuk di obati. Alifah memang pandai merubah suasana hatinya dengan cepat, menurutnya berlarut-larut dengan kesedihat bisa memperparah keadaan. Mendingan melupakan sesaat, toh belum tentu terjadi, masih tersisa dua hari lagi. Semoga dua hari itu keajaiban akan terjadi. Iya semoga.
Dalam suasana yang masih saling menggelitik dan menghindari gelitikan, pintu kamar mereka terbuka tanpa mereka sadari. Seseorang masuk kedalam kamar mereka tanpa salam dan ketukan, jadi wajar jika mereka tak menyadarinya. Dan yang memasuki kamar mereka mendengus jengkel, karena di fikirnya Alifah akan sedih dengan ultimatum Eyangnya yang tak bisa di bantah.
Jadi apa tadi arti Air mata yang deras itu? Benarkan dia cuma akting? Sangat menyebalkan melihat mereka ketawa-ketiwi. Bikin hati panas aja. Padahal tadi sempat khawatir. 'Apa??khawatir?? Ohh nooo!! yang bener saja saya kkhwatir dengan perempuan aneh bin ajaib itu'. Tidak tahan, dia pun menegurnya dengan sinis, tidak ada manis-manisnya.
"Wah wah...sepertinya kalian sangat seneng dengan keputusa Eyang. Melihat kalian bersenda gurau seperti ini, saya mengira air mata tadi itu cuma air mata buaya. Eh salah..air mata keledai"
Mawar dan Alifah terkejut dengan kedatang Alif yang tak di undang, dengan reflex Mawar menapok Alif dengan Boneka Dolfin tepat mengenai wajahnya secara tidak sopan, sambil berteriak yang bisa memecahkan gendang telinga.
"Kak Alif kenapa masuk tanpa iziiiin?? Kalau kak Alifah enggak pake jilbab bagaimaaaaa....??"
"Enggak sopan kamu ya..dari tadi melempar terus" sungut Alif jengkel.
"Salah kakak. Kakak yang tidak punya Sopan santun. Masuk kamar tanpa ketuk pintu " balas Mawar bergerak cepat hendak mendorong Alif keluar.
" Eh eh..apa-apaan sih" kata Alife mnghindar. "Lagian kan saya itu calon suami kakakmu, jadi tidak Masalah kalau saya melihat Auratnyan" bantah Alif menghalangi Mawar agar badannya tidak terdorong keluar dari pintu.
"Tidak boleh...sebelum kalian beneran menikah" balas Mawar histeris.
"Jadi setelah menikah boleh gitu?" Tanya Alif dengan seringai iblisnya sambil menatap Alifah. Yang di tatap entah kenapa wajahnya jadi panas sampai semburat merah mudah nongol dipipi cantiknya, yang membuatnya tampak semakin manis. Untuk sesaat, Alif terpukau melihat pemandangan yang tak sengaja ia lihat. 'rejeki memang tak lari kemana', tetapi itu hanya sesaat karena kembali si gadis cilik melemparkan Boneka beruang yang jauh lebih besar lagi mengenai tepat di wajah gantengnya.
"Jangan tatap kak Alifah seperti itu,. Ntar kakak jatuh cinta" teriak Mawar.
"Cinta?? Dari mana anak kecil sepertimu tau tentang cinta?? Apa kakakmu yang mengajarimu??" Seringai Alif semakin jelas dan memuakkan.
"Dari...." Mawar tak tau harus menjawab apa. Dia gelagapan ingin membalas Alif tapi tak ada jawaban cerdas yang singgah di otak kecilnya. Padahal ia ingin membantah. Dan tidak mungkin iya mengiyakan persepsi Alif sementara kakaknya tidak pernah mengajarkannya cinta-cintaan dengan lawan jenis.
"Mau apa kemari? " Itu bukan suara Mawar melainkan suara Alifah. Jengah melihat wajah Alif.
"Ada yang ingin saya bicarakan. Penting!!" Jawab Alif menekankan kata 'Penting'
"Apa?"
"Kita bicara di luar saja. Say....."
"Bicara di sini saja atau tidak sama sekali. Saya pikir tidak ada lagi yang perlu untuk di bahas" potong Alifah yang membuat Alif mendengus.
"Tidak bisa, harus di luar.... saya..."
"Keluar kalau begitu!!"
"Ok ok!!!" Kata Alif mengalah. Laki laki memang harus mengalah kan?!
"Kenapa kamu tidak menolak saat Eyang meminta kita menikah dua hari lagi?Kenapa tidak ada respon yang keras tadi? Bahkan Eyang bilang boleh membatalkan pernikahan kita jika kamu tidak menginginkannya. Atau jangan-jangan kamu pengen nikah dengan saya?. Siapa sih yang tidak tertarik dengan saya?? Apalagi harta Eyang melimpah. Siapa yang tidak tergiur? Sementara saya ada cucu satu-satunya"
" Anggaplah saya memang mau menikah dengan kamu. Terserah kamu mau berfikir apa." Balas Alifah. " Sekarang saya minta kamu keluar!! Saya mau istirahat" usir Alifah.
"Jika kamu tidak ingin menikah dengan saya, maka kamu sendirilah yang harus menolaknya. Lakukan segala cara agar pernikahan ini batal. Bukankah kamu mencurigai saya, kalau saya palsu?? Cari bukti akurat. Mungkin itu yang bisa membuat Eyang membatalkan pernikahan ini."sambung Alifah saat di rasa Alif ingin membantah dirinya. "Keluarlah...!! pintunya belum pindahkan?!" sindir Alifah mengingatkan. Mau tak mau Alif keluar dari kamar Alifah dengan perasaan dongkol.
"Hus hus...." Ejek Mawar seperti mengusir kucing, sambil menjulurkan lidahnya, Alif benar-benar ingin menelang Mawar hidup-hidup.
"Mawar tidak sopan!!!" Tegur Alifah.
"Eh tunggu!!"
"Apalagi sih manusia perfec??!" Bentak Alifah jengkel melihat Alif yang masih tersangkut di pintu.
"Sepertinya saya pernah melihat bocah ingusan ini deh" kata Alif mencoba mengingat wajah Mawar seperti tidak asing baginya. "Apa kita pernah ketemu sebelumnya?"
"Enggak!! Saya tidak pernah ketemu sama kakak sebelumnya. Mana mungkin saya pernah ketemu sama kakak jelek seperti kakak" balas Mawar
"Mawar..."tegur Alifah kembali " minta Maaf!!"
"Tapi...." Melihat kakaknya melotot terpaksalah ia meminta maaf pada Alif secara paksa. "Maaf..maafkan Mawar kak"cicitnya yang hampir tak terdengar.
"Tidak kedengaran gadis yang Bawel" ejek Alif.
"Dimana kamu pernah melihat Mawar??" Tanya Alifah tiba-tiba. Ia penasaran dengan perkataan Alif.
"Emm ntahlah saya lupa"
"Ya sudah, keluarlah kalau kamu tidak ingat"kembali Alifah mengusir Alif.
"Saya tidak bohong lho"
"Saya percaya. Keluarlah!!"
Blamm.!!
Suara pintu keras terdengar nyaring di pendengaran Alifah dan Mawar. Bukti jika Alif jengkel teramat sangat.
Dua hari telah berlalu, ternyata keajaiban yang di harapkan Alifah tidak kunjung menghampirinya. Yang ada sekarang ia menatap pantulan dirinya di dalam cermin mengenakan pakaian kebaya syar'i berwarna putih, di padukan dengan Kerudung berwarna ungu. Air matanya telah kering, terkuras tak tersisa. Semalaman ia menangis lagi, bersimpuh di atas sajadah setelah Mawar tertidur pulas. Dan hari ini air mata itu telah kering menyisakan mata yang membengkak. Tapi berkat tangan dingin dari penata rias yang di sewa Mama Alif, mata bengkak Alifah tidak terlihat. Bahkan wajahnya terlihat mirip barby yang imut. Hanya polesan sedikit saja wajahnya sudah tidak bisa di kenali.
"Lho kok wajah saya jadi begini sih Mbak.??!" Protes Alifah setelah melihat dirinya yang lain dari biasannya, ini takutnya 'tabarruj'.
"Ini cantik kok Mbak, Mirip barby" bela si mbak si penata rias.
"Ini itu berlebihan lho mbak"
"Enggak kok Mbak. Saya dari tadi mengikuti instruksi MbakAlifah lho. Mbak Alifah saja yang terlalu cantik. Di make up sedikit saja hasilnya sudah luar biasa"
"Sudah sudah. Jangan bertengkar lagi. Ini tidak berlebihan kok sayang." Kata Bu Tania menengahi. "Riska terimah kasih ya. Kerjamu luar biasa" sambung Bu Tania memuji
"Tidak kok Bu, Mbak Alifah saja yang cantik. Jadi di make up sedikit saja sudah terlihat cantik"
Bu Tania hanya tersenyum sebagai balasan. " Ya sudah saya permisi Bu. Ini Sudak kelar semua"
"Iya, sekali lagi terimah kasih ya"
"Iya Bu, sama-sama"
"Bu, apa saya harus menikah dengan Alif? Bukannya perjanjian awalnya saya hanya bersandiwara sebagai cucu teman Eyang?"
"Mulai sekarang jangan panggil saya Ibu! Panggil saya mama! Sama seperti Alif memanggil saya"
"Bu..." Rengek Alifah karena perkataannya di abaikan.
"Mama..!!" Tegur Bu Tania membenarkan panggilan Alifah. "Menikahlah dengan Alif hanya sampai setahun sesuai lama perjanjian kita. Sebab jika kamu menolak maka Eyang akan curiga. Alasan Eyang menikahkan kalian, karena untuk menghindari omongan-omongan orang di luaran sana. Biar bagaimana pun kalian tidak boleh berada di atap yang sama"
"Kan saya bisa keluar dari rumah kalian"
"Eyang melarang itu. Dia mengkhawatirkan kamu berada di luar sana tanpa pengawasannya"
"Tapi kan...."
Tok tok.....
Suara ketukan pintu menghentikan sanggahan Alifah.
"Masuk!!" Teriak Bu Tania sebagai balasan.
"Maaf Bu mengganggu. Non Alifah sudah di bolehkan untuk ke mesjid. Sebentar lagi acaranya akan di mulai" kata salah satu asisten Bu Tania.
"Baiklah kami akan ke sana. Terimah kasih ya"
"Iya Bu. Permisi"
"Kamu tunggu di sini sebentar. Mama akan kembali" kata Bu Tania lalu bergegas keluar tapi pintu sengaja ia tidak tutup rapat.
Deg. Alangkah kagetnya Alifah setelah ia melihat keluar ke arah pintu, di sana ia melihat sosok Alif melihat ke arahnya, dengan wajah yang masam. 'Apakah Alif mendengar pembicaraanya dengan mamanya?' pikirnya tak tenang.