webnovel

Part 2

Saat Rio membuka mata, sebuah bangunan yang ia tebak sebagai sekolah terpampang di depannya. Sedikit tertegun kenapa ia bisa sampai di sini. Dengan ragu, Rio mulai melangkah masuk.

"Permisi, Pak!" Rio mulai menyapa satpam yang berjaga di gerbang.

Rio memicingkan matanya saat sapaannya tidak di respon oleh satpam itu. Jangankan di respon, bahkan mendengar saja sepertinya tidak.

Rio menepuk pundak satpam itu hingga menoleh. Saat Rio berharap mendapat tatapan ramah, justru yang di dapat adalah tatapan kebingungan dan ketakutan.

"Pak, saya mau minta tolong boleh?" tanya Rio sekali lagi saat melihat satpam itu hanya diam sambil menoleh ke kanan dan ke kiri.

"Siapa yang nepuk pundak Inyong?" gumam satpam itu lalu bergidik dan masuk ke pos satpam.

Rio terpaku, menatap kedua tangan dan dirinya sendiri.

Apa ia sekarang menjadi arwah gentayangan?

Berbagai pikiran berkecamuk di benak Rio. Untuk membuktikan, ia pun berlari kearah toilet dan melihat pantulan dirinya di kaca. Kosong. Ia tak menemukan bayangan dirinya di kaca itu.

Rio tertunduk lesu. Teringat apa yang menjadi pesan Kakaknya sebelum ia berada di sini sebagai arwah gentayangan.

"Bagaimana mungkin aku bisa menyelesaikan urusanku kalau tidak ada seorang pun yang bisa melihatku?" gumam Rio frustasi.

Rio membuka kran wastafel saat kebetulan seorang siswa masuk ke dalam toilet. Wajah siswa itu memucat, Rio yang terkejut pun mematikan kran wastafel yang semakin membuat siswa itu ketakutan.

"Han ... hantuuu!!!" Siswa itu berlari ketakutan setelah meneriakkan nama hantu berkali-kali.

Rio mengerang frustasi. Otaknya panas memikirkan cara untuk segera menyelesaikan urusannya, agar ia bisa secepatnya kembali ke tempat seharusnya ia berada dan hidup bahagia bersama Kak Axel.

Langkah kakinya membawanya ke taman belakang sekolah, hawa sejuk langsung menyambutnya. Harum bunga-bunga yang sedang mekar sedikit menenangkan pikirannya.

Rio melihat sebuah kursi yang berada di bawah pohon rindang. Mungkin dengan menenangkan pikirannya, ia bisa mendapat jalan keluar dari masalahnya.

Mata Rio menyipit kala melihat seorang gadis yang tengah memejamkan matanya dengan penampilan yang sangat berantakan. Terlihat sekali gadis itu sangat kelelahan tetapi Rio mengangkat bahunya tak peduli. Toh, gadis itu tak akan bisa melihatnya jadi Rio memilih untuk duduk sejenak mendinginkan pikirannya yang mengepul panas.

****

Mata Ify mengerjap perlahan, menyesuaikan sinar yang masuk ke retinanya. Entah sudah berapa lama ia tertidur tetapi ia merasa badannya sudah sangat segar.

Ify melihat jam tangan putih yang bertengger di lengannya, seketika itu juga matanya terbelalak lebar.

"Astaga! Lima menit lagi jam istirahat, berarti aku sudah tidur satu jam," gumam Ify panik tetapi tak berniat untuk pergi. Lagipula Pak Duta sepertinya juga lupa jika dia punya murid yang dihukum.

"Ah, rejeki anak sholehah kali, ya? Sekalian aja masuk kelas habis istirahat," sambungnya kemudian dan berniat untuk kembali tidur saat sebuah tawa kecil terdengar di sampingnya.

Dengan gerakan cepat, Ify menoleh dan mendapati seorang pemuda yang sedikit lebih tua darinya, mungkin seumuran kakak sepupunya yang sudah kuliah sedang duduk di sampingnya dan tersenyum geli.

"Ada yang lucu?" tanya Ify sinis.

Respon pemuda itu sangat aneh, matanya terbelalak lebar lalu menoleh ke kanan dan ke kiri.

"Kamu bisa melihatku?" tanyanya kemudian sambil menunjuk dirinya sendiri.

Ify memandang pemuda itu aneh. "Kamu gila, ya? Bagaimana mungkin aku tidak melihatmu? Badanmu terlalu besar untuk bersembunyi dibalik daun," ujar Ify tanpa melepaskan pandang dari pemuda aneh di sampingnya ini.

"Kalau begitu, aku butuh bantuanmu," ucap pemuda itu yang semakin membuat Ify bingung.

"Tunggu! Aku saja tidak mengenalmu, kenapa kau sangat lancang meminta bantuanku?" Ify mulai kesal dengan pemuda yang seenaknya sendiri itu.

"Tolong, hanya kamu yang bisa melihatku. Aku butuh bantuanmu." Pemuda itu memohon meski ekspresinya sangat menyebalkan menurut Ify. Ekspresinya tidak seperti orang memohon, tetapi orang memberi perintah. Datar.

"Dengar! Aku tidak mengenalmu dan sepertinya otakmu kurang satu ons, mana mungkin hanya aku yang bisa melihatmu? Memangnya kamu setan? Jin? Malaikat?" saat Ify lalu meninggalkan pemuda itu begitu saja. Niatnya untuk melanjutkan mimpi hancur sudah gara-gara pemuda aneh itu.

"Kamu harus membantuku." Ify menghentakkan kakinya kesal. Bahkan pemuda itu mengikuti kemana ia pergi.

"Pergi! Minta bantuan saja sama orang lain, jangan padaku."

Saat itu, koridor sangat ramai karena waktu istirahat telah tiba sehingga suara teriakan Ify mampu mengundang perhatian sebagian murid yang kebetulan lewat. Tak sedikit dari mereka yang memandang ke arah Ify aneh. Ify yang tidak menyadari itu menganggap jika teman-temannya juga memandang aneh pemuda di belakangnya ini.

"Sa, tunggu sebentar!" Ify menghentikan salah satu siswi yang lewat.

"Kenapa, Fy?" tanya Sasa.

"Kamu bisa bawa orang gila ini pergi, nggak?" tanya Ify sambil menunjuk ke belakangnya. Ke arah pemuda yang sedang berdiri dengan kedua tangan yang dilipat di dadanya.

Sasa memandang Ify aneh. "Fy, kayaknya kamu lagi sakit, ke UKS, gih!" ujar Sasa lalu berlalu meninggalkan Ify.

Ify memandang kepergian Sasa dengan jengkel lalu melotot ke arah pemuda yang tengah menyunggingkan senyum miringnya. Salah seorang siswa yang kebetulan lewat di belakang pemuda itu mengeryit, dan balik melotot ke arah Ify karena mengira Ify melotot padanya.

Sepanjang perjalanan menuju kelas, berbagai tatapan dilayangkan ke Ify. Itu semua semakin membuat Ify aneh dan risih. Sesampainya di depan kelasnya, Ify segera berlari ke arah Agni yang tengah bersiap ke kantin.

"Ag, bantu aku!" seru Ify dengan nafas terputus-putus.

"Kamu kenapa, Fy? Dikejar setan?" tanya Agni heran.

Ify mengangguk lalu menunjuk ke belakangnya. "Tuh ada setan ngikutin mulu daritadi," adu Ify.

Agni menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Nggak ada siapa-siapa, Fy. Hantu beneran, ya?" tanya Agni dengan raut wajah bingung luar biasa. Niatnya hanya ingin menggoda Ify tak tahunya Ify menanggapi dengan serius.

Ify terkejut dengan respon Agni lalu menatap pemuda itu yang kini duduk di meja yang tepat berada di belakangnya.

"Aku sudah bilang, hanya kamu yang bisa melihatku dan kamu harus membantuku," ujar pemuda itu melihat Ify yang masih shock.

"Tapi, bagaimana mungkin?" Ify bergumam lirih. Mengucek matanya untuk memastikan penglihatannya.

"Dia ada di sini, Ag. Ada pemuda yang duduk di meja ini," kata Ify mencoba memberikan penjelasan kepada Agni sambil menunjuk meja di belakangnya.

"Nggak ada siapa-siapa, Fy. Kamu sakit, ya?" Agni menempelkan tangannya ke dahi Ify.

Ify terdiam seribu bahasa. Dengan terbata, ia duduk. Pikirannya benar-benar blank, ia tak habis pikir dengan semua kejadian aneh yang menimpanya. Semua hal yang terjadi itu seakan diluar nalar. Sebagai orang yang hidup di jaman modern, sulit bagi Ify untuk menerima hal-hal yang berbau gaib, meskipun Ify juga masih sedikit takut saat berada di tempat gelap. Sejauh yang ia tahu, setan bentuknya sangat menyeramkan sementara pemuda di depannya ini, jangankan menyeramkan yang ada malah ganteng dan manis gak ketulungan.

"Fy ... Alifya!" Suara teriakan Agni membangkitkan Ify dari lamunan.

"Kamu kenapa sih, Fy? Sakit? Ke UKS aja, gih!"

Ify berdecak sebal. Sudah dua orang yang bilang ia sakit hari ini. Mungkin mereka ada benarnya. Saat ini ia sedang sakit, sakit otak.

Agar tak terlalu mengganggu pikirannya, Ify menganggap tidak ada hal penting yang terjadi dan pemuda itu hanya halusinasi saja, meski nyatanya kemanapun Ify pergi pemuda itu selalu ikut.

Seharian Ify benar-benar tidak bisa fokus, berkali-kali ia harus dihukum mengerjakan soal di papan tulis. Untung saja, meskipun sering terlambat dan hobi tidur, Ify memiliki ingatan fotografis yang bagus. Itu adalah kelebihan yang dimilikinya dibalik semua kekurangannya.

Agni yang duduk di sebelah Ify pun tak habis fikir. Berkali-kali Ify terlihat gelisah dan melamun. Agni ingin bertanya tetapi ia merasa waktunya tidak pas. Mungkin Ify butuh menenangkan dirinya sehingga Agni memilih untuk bungkam sampai bel pulang sekolah berbunyi.

"Pulang bareng, Fy?" tawar Agni yang khawatir dengan Ify yang terlihat lesu dan kacau.

Ify menggeleng. "Aku bawa motor, Ag."

"Kalau gitu aku duluan ya, hati-hati," pesan Agni sebelum berlalu dengan matic merahnya.

"Aku perlu bantuanmu!" Ify mendesah kasar saat pemuda itu merengek lagi untuk kesekian kalinya.

"Aku tidak mau membantumu, aku tidak mengenalmu dan tolong berhenti menggangguku!" teriak Ify sebal tak peduli dengan pandangan aneh teman-temannya karena melihatnya berbicara sendiri.

Ify menuju ke arah motornya, memakai helm dan mulai melajukan motornya ke rumah. Pikirannya benar-benar penuh dan ia butuh tidur untuk menyembuhkannya.

****

See u next chapter 👋👋

Thanks

_Dee

Sidoarjo, 06 Maret 2020

Chapitre suivant