webnovel

PELAMPIASAN 1

" Wi...na!" gumam Revan melihat sosok wanita di hadapannya itu. Wanita dari masa lalunya yang sebisa mungkin ingin dia hindari bahkan lupakan. Wina yang melihat siapa klien Bosnya yang dikatakan istimewa itu begitu terkejut saat melihatnya. Jantung Wina yang setelah sekian lama berdetak dengan normal, saat ini berdetak tanpa di duga berdetak begitu kencang. Tubuhnya bergetar, kerinduan yang lama terpendam di lubuk hatinya hingga dia lupa bagaimana rasanya memiliki perasaan itu kini membuncah. Re...van! batin Wina. Tatapan mata mereka bertemu dan dapat terlihat kilatan-kilatan kerinduan dan kebencian disana.

" Kalu begitu saya tinggal dulu!" kata Halim.

" Iya, Tuan!" jawab Jim mewakili Bosnya yang masih saling menatap dengan mantannya.

" Mari saya antar!" kata Jim lalu secepatnya mengajak Halim keluar dari lobby kantor.

" Maaf! Tuan Revan! Mari! Saya akan menjelaskan keadaan gedung ini!" ucap Wina yang menyadari apa yang terjadi dan berusaha menguasai dirinya. Revan hanya terdiam tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Wina berjalan memasuki sebuah ruangan yang panjang dan Revan mengikutinya.

" Disini ada 25 lantai! Dan tiap lantainya bisa memuat 30 orang tenaga kerja!" tutur Wina tanpa melihat Revan, dia takut jika menatap pria itu, dia tidak akan bisa menahan semuanya. Wina menjelaskan lantai demi lantai dari gedung tersebut dan Revan hanya mengikuti dan mendengarkan tanpa sedikitpun berbicara atau sekedar bertanya.

" Ruangan Tuan maunya di lantai berapa?" tanya Wina lagi.

" Lantai 7!...Jangan! Lantai 9!" jawab Revan. Wina memejamkan kedua matanya, dia tahu Revan selalu memilih lantai 7 untuk ruangannya. Karena angka 7 adalah angka kelahiran Wina dan Revan, tapi dia paham kenapa pria itu memilih angka yang lain.

" Silahkan, Tuan!" kata Wina mempersilahkan Revan masuk ke dalam lift yang terbuka pintunya. Mereka hanya diam selama di dalam lift. Ting! Lift berhenti di lantai 9 dan mereka berdua keluar. Wina berjalan dan menjelaskan desain ruangan yang ada di ruangan itu. Kemudian Wina membuka sebuah pintu dan terdapat sebuah ruangan yang cukup besar.

" Ini adalah ruangan Tuan dan di sebelah bisa digunakan untuk ruang meeting!" kata Wina.

" Aku ingin sebuah kamar yang elegan disebelah sana! Karena istriku sering datang jika aku sedang bekerja!" kata Revan datar. Deg! Bagai dihujam ribuan belati, dada Wina terasa amat sakit mendengar Revan begitu mencintai istrinya.

" Baik, Tuan! Kita bisa melihat kamar tersebut apa sesuai atau tidak dengan selera Tuan!" jawab Wina mencoba untuk kuat. Mereka menuju ke kamar yang dimaksud dan terlihat sebuah cukup besar untuk ukuran sebuah kamar tidur.

" Aku ingin kita membahas tentang kamar ini bersama dengan istriku, karena aku ingin semua terlihat sempurna dimatanya!" kata Revan sengaja.

" Baik, Tuan!" jawab Wina serak.

" Jika tidak ada lagi yang dikatakan, saya pamit!" kata Wina dan memutar tubuhnya menuju ke pintu dengan mata berkaca-kaca.

" Kamu memang hebat, ya, Win!" ucap Revan. Wina menghentikan langkahnya, airmata menetes di kedua pipinya mendengar ucapan Revan.

" Aku hampir buta dan terluka disana, sedangkan kamu bersenang-senang diatas semua itu!" kata Revan, Wina bergeming karena dia memang merasa sangat bersalah akan kejadian itu..

" Kamu bilang cinta padaku...bullshit! Tapi kamu menikah dengan pria lain!" kata Revan meluapkan semua yang disimpannya selama ini.

" Apa salahku? Aku hanya ingin kita bersama! Aku berusaha berubah demi kamu! Demi kita! Masa depan kita! Tapi kamu...kamu malah menghancurkan semuanya!" tutur Revan. Wina memejamkan kedua matanya, hatinya sakit mendengar tuduhan yang dilontarkan Revan.

" Apa maumu? Menghukumku? Lakukanlah!" kata Wina pasrah.

" Cih! Aku bukan pria seperti itu! Aku sudah memiliki istri dan aku...sangat mencintainya! Bukan hanya kamu yang memiliki suami dan mencintainya!" kata Revan sinis. Sebutir airmata menetes di pipi Wina, hatinya hancur mendengarkan semua pengakuan Revan.

Ponsel Revan tiba-tiba berbunyi, nama Angel tertera di layar ponselnya.

" Sayang!" sapa Angel.

" Ya, sayang! Kamu sedang apa?" tanya Revan dengan jelas hingga Wina bisa mendengarnya.

" Aku kangen!" kata Angel manja.

" Aku lebih kangen lagi, sayang!" jawab Revan sambil menatap tubuh Wina yang diam tak bergerak.

" Serius? Kalo begitu pulanglah kita makan siang!" kata Angel senang.

" Iya, sayang! Aku akan pulang jika kamu memintanya!" kata Revan.

" Trima kasih, sayang! I love you!" kata Angel.

" I love you more!" jawab Revan dan airmata Wina tidak terbendung lagi, mendengar kemesraan Revan dan istrinya, terlebih kemyataan bahwa Revan sangat mencintai istrinya.

" Permisi, Tuan! Selamat siang!" kata Wina lalu dia berlari dan turun melewati tangga karena dia tidak mau turun dengan lift. Revan menatap punggung Wina dengan nafas panjang, dia menghantam tembok yang ada di hadapannya dan membuat tangannya berdarah.

" Aauwwwww!" teriakan Wina menggema dan terdengar hingga ke telinga Revan karena ruangan yang belum banyak barangnya. Dengan cepat Revan berlari keluar ruangan dan menekan tombol lift. Tapi samar-samar dia mendengar Wina merintih kesakitan, dia membuka pintu darurat dan melihat Wina yang terduduk sambil memegang kakinya. Revan berlari turun dan melihat Wina mencoba berdiri tapi tidak bisa. Revan mendekati Wina dan melihat kaki yang tak bersepatu itu.

" Apakah kamu sengaja mencari perhatianku?" tanya Revan datar. Wina kesal mendengar ucapan Revan.

" Pergilah! Aku bisa sendiri!" kata Wina mencoba berdiri dan terjatuh lagi.

" Masih saja arogan!" kata Revan lalu memegang kaki Wina dan mencoba mencari urat yang terjepit.

" Aaauuwwwww! Lepasin Rev! Sakittt!" teriak Wina sambil memukul-mukul tangan Revan.

" Cih! Kamu masih ingat bagaimana memanggilku!" kata Revan datar.

" Tanganmu...berdarah!" ucap Wina khawatir.

" Hanya luka kecil!" jawab Revan.

" Tapi..."

" Kamu bisa berdiri?" tanya Revan.

" Bisa!" kata Wina tegas, dia mencoba untuk bangun dan berjalan, tapi masih terasa sakit. Tiba-tiba Revan mengangkat Wina ala bridal style.

" Awwww! Ap..apa yang kamu lakukan?" tanya Wina terkejut.

" Diamlah! Aku tidak mau dianggap mantan yang keji!" jawab Revan kemudian membawa Wina naik ke lantai 7. Deg! Deg! Deg! Jantung Wina berdetak kencang, dia berusaha untuk menahan agar Revan tidak menyadarinya. Sedangkan Revan sekuat tenaga menahan semua itu.

Perlahan Revan mendudukkan Wina di headboard ranjang, beberapa detik wajah mereka begitu dekat dan Wina bisa merasakan hembusan nafas dari hidung Revan. Wina menundukkan kepalanya dan seakan tersadar, Revan berjalan mendekati sofa dan duduk disana.

" Telponlah suamimu! Aku akan menunggu hingga dia datang!" kata Revan.

" Tidak perlu! Biar asistenku yang menjemputku! Pergilah! Kita buat janji bersama istrimu!" kata Wina datar. Revan memang tidak mau berada satu ruanga hanya berdua dengan Wina. Dia takut tidak dapat menahan dirinya.

" Ok! Aku pergi!" kata Revan lalu meninggalkan Wina sendiri.

Revan keluar dari lobby dan melihat Jim berdiri di badan mobil.

" Bos!" sapa Jim.

" Kita pulang!" kata Revan.

" Iya, Bos!" jawab Jim.

Revan pulang kerumah sambil memikirkan Wina di sepanjang perjalanan. Dia terlihat lebih cantik, anggun dan ,,,akhhhh! Revan menyugar rambutnya. Ingat kamu sudah beristri dan akan memiliki anak! batin Revan kesal. Kenapa takdir mempermainkan dirinya seperti ini, disaat dia berusaha untuk melupakan semuanya dan membangun masa depannya bersama Angel...Ah, Angel! Gadis muda yang sangat manis dan begitu mencintainya! batin Revan.

Chapitre suivant