webnovel

Kebohongan Manis

***

Tanpa Sejeong sadari, seseorang mendengarkan ucapannya dari balik pintu ruangan tersebut. Napasnya tercekat hingga membuat dadanya naik turun. Ia tidak habis pikir bagaimana bisa wanita itu berbohong.

Perempuan itu mengarahkan langkahnya menuju parkiran mobil. Kini pandangannya terlihat kosong, seperti raga tanpa jiwa. Pikiran perempuan itu terfokus pada kalimat yang baru saja didengar dari ruang dandelion.

"Kenapa? Bagaimana jika Daniel mengetahui ini?" gumamnya sambil menggigit ujung jarinya, kebiasaan ia saat gelisah.

Tiba-tiba rasa setitik keegoisan muncul dalam hatinya. Apa yang akan ia rencanakan? Siapa pun tidak ada yang tahu.

Tanpa perempuan itu sadari, seseorang yang sedang ada dalam pikirannya menyerukan namanya.

"Park Hyera!" sapa Daniel dari arah yang berlawanan.

Perempuan itu --Park Hyera, tercekat saat mengetahui Daniel tengah menghampirinya. Dengan cepat ia menetralkan raut wajahnya yang sempat kebingungan.

"Kau baru saja menjenguk Sejeong?" ucapnya sambil tersenyum kecil, bahkan gigi kelincinya terlihat.

Hyera mengangguk namun sedetik kemudian ia menggeleng dan membuat Daniel mengernyitkan dahinya.

"Bukan, maksudku baru saja aku ingin menjenguk Sejeong tapi ponselku tertinggal di dalam mobil jadi aku ingin mengambilnya sebentar," ucapnya menjelaskan.

Daniel sedikit membuka mulutnya dengan tanda O. "Ah, kalau begitu ayo pergi bersama. Aku akan menunggumu di sini. Cepatlah kau ambil ponselmu yang tertinggal itu" ucapnya.

Hyera mengangguk. "Baiklah, aku akan segera kembali," sahutnya.

Perempuan itu melangkahkan kakinya dengan langkah yang lebar, seperti berlari kecil. Sedang, Daniel lebih memilih untuk duduk di salah satu kursi yang tersedia di lobi rumah sakit tersebut.

Daniel tersenyum melihat kotak bekal makanan yang sengaja ia bawa dari rumah dan ia masak sendiri untuk wanitanya itu --Kim Sejeong. Tadi, saat Somi ke apartemennya, laki-laki itu meminta tolong padanya untuk membelikan bahan makanan yang akan ia gunakan untuk membuatkan masakan kesukaan Sejeong.

"Semoga kau mengingatku setelah memakan masakanku. Ini makanan yang sering kau request padaku Se," gumamnya sambil tersenyum.

Ah, dengan memikirkanmu saja dapat membuatku sebahagia ini. Batin Daniel.

Hanya butuh sepuluh menit, Hyera kembali dengan membawa ponselnya di tangan kirinya. Pasalnya itu hanya alasan saja. Padahal ponsel perempuan itu ada di dalam tasnya. Berhubung telah ketahuan oleh Daniel, perempuan itu terpaksa berbohong.

"Ayo Niel. Ponselku sudah ada padaku," ucapnya sambil menunjukan ponsel yang ada di tangannya.

Daniel mengangguk sebagai jawabannya. Akhirnya mereka pun melangkahkan kaki menuju ruang dandelion, kamar Sejeong.

Mereka berdua sampai di lift. Lagi, Daniel melirik kotak bekal makan yang ia bawa sambil tersenyum. Hal itu pun tidak luput dari perhatian Hyera. Perempuan itu merasa kasihan dengan laki-laki di sebelahnya. Seandainya saja Daniel mengetahui yang sebenarnya, Hyera tidak bisa memikirkan hal-hal yang belum tentu saja terjadi.

Jadi, perempuan itu lebih memilih membungkam mulutnya. Membiarkan takdir yang akan menentukan bagaimana mereka --Daniel dan Sejeong ke depannya.

"Kau tidak bersama Doyoung? Ah, atau dia shift pagi hari ini?" tanya Daniel dan menjawabnya sendiri.

Hyera menggeleng. "Tidak. Hari ini dan seminggu ke depan, Doyoung ada pertemuan dengan Dokter ahli bedah di Jepang."

"Ah, begitu. Lalu siapa Dokter yang menggantikan Doyoung untuk merawat Sejeong?" tanya Daniel penasaran.

Hyera menggedikan bahunya tanda ia juga tidak tahu. Namun, saat ini rasa penasaran muncul seketika. Pasalnya Hyera bertemu dengan Dokter tampan yang baru saja keluar dari ruangan Sejeong.

Apakah Dokter bername tag Oh Sehun itu Dokter yang menggantikan Doyoung? Batinnya.

***

Suasana siang hari di Jepang, tidak berbeda jauh dengan negara-negara lainnya. Terutama laju lalu lintas yang selalu ramai. Juga, tiupan angin memasuki musim dingin sangat terasa.

"Terima kasih sudah mengisi kelas di sini padahal kau pasti sibuk," ucap seseorang sambil meminum kopi instan yang ada dalam cup.

Laki-laki yang diajak mengobrol hanya diam sambil memegang cup kopi yang sama dengan seseorang itu.

"Sebagai seorang Profesor, aku senang karena role model para muridku menjadi pembicara," timpalnya lagi.

"Ya," sahut pria itu singkat.

"Aku senang menjadi pengajar di sekolah. Kudengar kau juga mendapatkan banyak tawaran. Kau tidak ingin mencoba mengajar, Doyoung-ah?" tanya seseorang itu.

"Aku menikmati merawat pasien, Yuta hyung," sahut Doyoung.

Ya, Nakamoto Yuta adalah senior Doyoung yang telah menjadi seorang profesor dan lebih memilih mengembangkan ilmunya untuk mengajar.

"Yah, fokus pada pekerjaan juga hal yang bagus. Tapi, bukankah ini saatnya bagimu untuk memedulikan kehidupan pribadimu juga?" ucap Yuta.

Doyoung hanya diam tidak menjawab, dan sesekali menyesap kopi yang ia pegang.

"Kapan kau akan berkencan lagi? Lupakan masa lalumu yang menyakitkan dan temukan seseorang yang tulus menyukaimu, begitu pula sebaliknya. Temukan belahan jiwamu," lanjut Yuta memberikan saran.

Yuta memang mengetahui bagaimana Doyoung sangat mencintai Sejeong. Bagaimana pun mereka pernah bekerja di rumah sakit yang sama.

Doyoung tetap diam dan tidak menjawab.

"Tidak adakah seseorang seperti itu dalam hidupmu?" ucap Yuta, lagi.

Doyoung menyunggingkan senyum tipis.

"Apa ini? Dilihat dari caramu tidak membantah, pasti ada seseorang. Jika ada seseorang seperti itu, genggam dia tanpa keraguan. Kapan kau akan membuka lagi hatimu?" Yuta terus mencerca Doyoung.

"Tolong jangan mengkhawatirkan kehidupan kencanku. Ini masalah pribadi. Aku pamit," sahut Doyoung lalu mengarahkan tungkainya ke parkir area.

Mereka berdua memang mengobrol di lobi utama sebuah gedung yang sedang mengadakan seminar para calon Dokter.

"Hei, sampai jumpa!" seru Yuta, lalu tersenyum melihat kelaukan adik tingkatnya yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri.

Kuharap kau menemukan wanita yang tulus mencintaimu, Kim Doyoung. Batin profesor itu.

***

Waktu sudah menunjukan jam satu siang. Sejeong masih saja melirik ke arah pintu berharap seseorang yang ia rindukan muncul dari baliknya. Hingga menunggu pun berubah menjadi rasa kantuk, dalam hitungan menit Sejeong tertidur sambil memikirkan seseorang itu.

Sedang di sisi lain. Lift terbuka, Daniel jalan lebih dulu di depan Hyera. Kakinya melangkah dengan riang ke ruang dandelion. Senyum yang mengembang menghiasi wajah tampannya.

Hyera hanya memandang Daniel dengan tatapan yang sulit diartikan. Ia bisa melihat bagaimana usaha laki-laki itu untuk membuat wanita yang dicintainya mengingatnya lagi. Namun, kenyataan menusuknya dari belakang. Daniel telah dibohongi. Hal itu pun membuat perasaan simpati Hyera muncul.

Tolong ingatkan! Simpati itu, di mana seseorang memulainya dengan sebuah perasaan dan itulah awal dari rasa suka. Bagaimana pun, di masa lalu Hyera pernah menyimpan perasaan lebih terhadap laki-laki itu. Tidak menutup kemungkinan, perasaan itu akan muncul ke permukaan bukan?

Daniel membuka pintu yang bertuliskan dandelion room. Perlahan namun pasti, ia menyembulkan kepalanya dan mendapatkan wanitanya itu sedang tertidur.

Laki-laki itu pun tersenyum dan masuk ke dalam ruangan itu, diikuti oleh Hyera. Ia meletakan kotak bekal yang ia bawa di atas meja.

"Sejeong tertidur, padahal aku ingin menyapanya," ucap Hyera dan duduk di sofa.

Daniel hanya mengangguk dan menghampiri ranjang. "Hai Se. Bagaimana kabarmu hari ini?" tanyanya sambil memiringkan kepalanya dan tersenyum.

"Apa kau bermimpi tentangku di dalam tidurmu saat ini?" lanjut Daniel bertanya.

Laki-laki itu membenarkan letak poni yang sebagian menutupi mata Sejeong. Tiba-tiba wanita itu mengerjapkan matanya pelan. Irisnya kini menatap sosok yang ia tunggu sedari tadi.

Seulas senyum terlihat dari wajah cantiknya walaupun masih pucat. "Kau di sini?" tanyanya.

Daniel mengangguk dan tersenyum. "Ya, aku Kang Daniel yang kemarin. Apa kau sudah makan siang? Kurasa belum, kulihat nampan makan siangmu masih utuh di meja sana," ucapnya sambil melirik ke arah meja.

Sejeong mengangguk. "Aku tertidur lama sepertinya. Hampir saja aku tidak ingin bangun karena mimpiku sangat indah," sahutnya sambil mengingat mimpinya tadi.

Daniel mengernyit. "Apa ada aku di alam mimpimu itu?"

Sejeong diam tak bergeming. Pasalnya ia lupa kalau saat ini Daniel belum mengetahui kalau ia sudah mengingat laki-laki di hadapannya itu.

Namun, bersamaan perasaan takut pun muncul. Ia tidak ingin Daniel membencinya karena telah membohonginya. Di satu sisi, ia ingin sekali memeluk Daniel. Ia menyesali perbuatannya.

***

Bagaimana jika perasaan ini melebur bersama dengan kepercayaan yang terkhianati? Takdir, apa yang akan terjadi?

***

Chapitre suivant