webnovel

Vol 1 - Bab 3 Membuka Pintu Kenyataan yang Pahit

"Oh? Apa-apaan kalian? Lepaskan aku! Lepaskan akuuu!"

Lia melawan dan memberontak ketika sang bellboy dan resepsionis perempuan itu meraih masing-masing lengannya dan mulai menyeretnya keluar.

"Tolong jangan buat kami susah, nona!" keluh sang bellboy, mukanya terlihat bingung dan kasihan.

"Benar. Tolong segera pergi dari sini!" tambah sang resepsionis, kedua tangannya dikerahkan sekuat tenaga menarik tubuh Lia, tapi perempuan yang sedang sedih bercampur amarah itu lebih dipenuhi kekuatan oleh adrenalin hingga agak menyulitkan mereka menggesernya dari pijakannya.

"Lepaskan aku! Jangan-jangan, kalian bersekongkol dengan mereka berdua, ya? Wuah! Hebat! Kalian benar-benar jahat! Criminal Mastermind! (Dalang Kriminal) Lepaskan aku! Lepaskan!"

Mereka bertiga bergumul satu sama lain layaknya pegulat di atas ring, dan Lia mulai menginjak-injak kaki mereka dengan satu kaki telanjangnya.

"Eh?! Nona ngelunjak, ya!" seru resepsionis itu, ia meringis kakinya yang perih diinjak oleh Lia secara membabi-buta.

"Lepaskan aku! Kalian bersekongkol dengan lelaki bej*t itu sampai segininya, ya? Kalian akan aku tuntut ke pengadilan!" ancam Lia dengan raut wajah mengerikan.

"Ya, ampun! Sudah gila, mana bicara yang tidak-tidak lagi! Gunakan seluruh kekuatan kalian menyeret dia keluar!" teriak sang manajer yang sudah mulai naik pitam, lalu telunjuknya diarahkan ke dua pelayan laki-laki restoran yang kebetulan lewat, "kalian! Bantu mereka, cepat!"

Dua pelayan restoran itu tampak kaget ditunjuk tiba-tiba dengan mata melotot dari sang manajer, panik dan segera membantu mereka berdua menyeret Lia.

"Kurang ajar, kalian! Beraninya main keroyokan! Rasakan pembalasanku ini!"

Lia mulai menggigit tangan mereka satu persatu dengan kekuatan penuh, disertai dengan paduan injakan kaki, tendangan lutut, dan sundulan kepala. Mereka berempat yang kewalahan menangani Lia akhirnya mengerang kesakitan terkapar di lantai menyentuh bagian tubuh mereka yang telah menjadi samsak pelampiasan amarahnya.

"BERIKAN KUNCI CADANGAN KAMAR 504! ATAU AKAN KUVIRALKAN KEJAHATAN KALIAN INI DI MEDIA SOSIAL!" Lia berteriak keras di lobby hingga membuat semua orang berhenti melakukan kegiatannya, mereka melongo dan terdiam.

Sang manajer tadi, buru-buru berlari ke arahnya dan menyumpal mulutnya meski Lia menggigit tepian tangannya.

"Maaf! Maaf atas keributan ini! Ini hanya salah paham! Silahkan lanjutkan aktivitas kalian!" terang sang manajer pada orang-orang di sekitarnya.

"ngengapkan akuuhhh!" koar Lia galak, kedua tangannya berusaha melepas tangan sang manajer dari mulutnya, tapi sang manajer yang bertubuh besar itu ternyata bukan lawan Lia.

Manajer itu pun menyeret Lia ke salah satu sudut ruangan.

"Apa mulut Anda tidak bisa diam sedikit? Jika reputasi hotel ini hancur, saya tidak akan diam begitu saja!"

Jengkel mendengar ancaman itu, Lia menghantamkan belakang kepalanya pada wajah manajer di belakangnya, kemudian menancapkan gigi-giginya lebih kuat dari sebelumnya. Manajer hotel itu berteriak kesakitan, berusaha melepaskan diri dari Lia, tapi Lia malah menahan tangannya dan berkeras menggigit lebih kuat, kulit sang manajer mulai terlihat memerah hebat.

"DASAR WANITA GILA! APA YANG SEDANG KALIAN LAKUKAN?! CEPAT LEPASKAN WANITA INI DARIKU!"

Keempat orang tadi kembali berjuang menarik Lia. Kali ini mereka berempat kompak saling pandang dan menghitung bersamaan sebelum menarik tubuh Lia.

Satu....

Dua....

TIGA!

BRUAK!

Lia pun berhasil dilepas dari sang manajer gara-gara terkejut. Mereka berlima kini berjatuhan ke lantai dengan pantat jatuh terlebih dahulu.

"Nona! Anda sudah keterlaluan! Membuat kegaduhan, menuduh kami yang tidak-tidak, dan berniat menyebar fitnah! Apa Anda tahu semua tindakan Anda itu termasuk tindakan yang bertentangan dengan hukum?"

Sang manajer menunjuk-nunjuk Lia dengan telunjuknya, memarahinya bak anak kecil.

Lia yang kini sudah merasa tanggung dan tak memperhatikan perkataannya, hendak meraih telunjuk itu dan nyaris menggigitnya lagi.

"EH? DASAR WANITA VAMPIR!"

"Bapak itu yang vampir! Bekerjasama dengan mereka berdua untuk menyakitiku!"

"Anda ini bicara apa? Jangan ngomong tanpa bukti, ya!

"Apa? Bukankah bapak jelas-jelas melarang saya mendapat kunci cadangan itu?"

"Yang benar saja! Itu sudah peraturan hotel di sini! Anda ini seperti perempuan kampung saja!"

"Apa? Perempuan kampung? Saya besar di sini, ya, Pak! Meski lahir di desa!"

"Kalau begitu tetap saja perempuan kampung!"

"APAAA?!!"

Mereka berdua beradu pelototan mata, gigi digertakkan satu sama lain, beradu kekuatan yang tak terlihat.

Setelah berdebat alot hampir setengah jam dengan diwarnai niat menuntut mereka satu persatu secara pribadi disertai gertakan laporan palsu ke polisi tentang tindakan kejahatan berencana melibatkan prostitusi, akhirnya pihak karyawan hotel menyerah.

Sang manajer bersama bellboy tadi menuju lantai 5 ke kamar 504 dengan perasaan campur aduk, Lia berjalan di depan sebagai pemimpin jalan.

Ketika mereka tiba di depan pintu kamar 504, mereka tak langsung menggrebek pasangan mesum itu.

Lia menatap pintu itu dengan perasaan kacau balau, dadanyah kembang kempis oleh hawa panas amarah. Walau sempat terjadi perang di lobby mengenai kunci cadangan, tiba-tiba saja seluruh tubuhnya gemetar hebat disertai hawa dingin menyelubungi seluruh tubuhnya.

Apakah ia takut menemukan kenyataan menyakitkan itu? Atau ia berusaha menghindar dari kenyataan?

"Nona? Kunci sudah anda miliki. Apa lagi sekarang?" tegur sang manajer takut-takut yang berdiri di belakangnya.

"Tau, kok! Berisik banget!"

Tangan Lia gemetar memasukkan kunci pas pada lubang pintu magnetik.

Bip!

Bunyi tanda kunci terbuka terdengar bersamaan lampu hijau kecil yang berkedip sekali.

Lia menelan ludah gugup.

"Nona?" seru bellboy dengan nada berbisik.

Lia menatapnya dengan tatapan berkaca-kaca.

"Jangan bilang Anda takut menggrebek pintu ini, ya, setelah semua keributan tadi!" sindir manajer dengan pose berkacak pinggang, kening bertaut kesal.

"Iya! Iya! Ini sudah mau dibuka! Cerewet!"

Jantung Lia berdegup kencang seolah siap meledak kapan saja. Keringat dingin menuruni kedua pelipisnya. Perlahan ia membuka pintu. Isi kamar itu sangat berantakan dengan sinar lampu temaram yang elegan. Sangat cocok untuk bercinta. Hati Lia kembali terasa panas dan melupakan semua kegugupannya yang sempat muncul sesaat.

Di lantai, terdapat jas hitam, dasi kupu-kupu, dan gaun merah yang berserakan, termasuk sebuah bra minimalis hitam seksi berenda menggoda. Wajah Lia merona malu ketika melirik dua pria di belakangnya melongo melihat bra tersebut, kedua pipi mereka juga sama-sama merona malu dengan pemandangan itu.

"Tutup mata kalian!" perintah Lia dengan nada berbisik tertahan.

Kedua pria itu menurut begitu saja menutup mata mereka sembari berjalan dengan meraba dinding sebagai panduan.

Matanya memeriksa keadaan dengan sangat hati-hati. Ia menengok sejenak ke dalam kamar mandi yang terbuka, masih ada hawa panas menguar dari dalam, sepertinya baru saja dipakai beberapa saat lalu. Di dalam sana, bahkan masih ada beberapa pakaian dari pihak lelaki yang basah di bawah wastel. Lia menutup mata kuat-kuat menolak membayangkan isi dari bak mandi di sudut terdalam kamar mandi itu. Kegilaan macam apa yang telah mereka berdua lakukan sebelumnya?

Halo!

Nat-chan di sini!^^

Maaf, ya!

Harusnya kemarin saya up 1 bab per hari sesuai jadwal, tapi karena saya masih terkendala kerjaan dan aktivitas harian, saya baru up hari ini sekalian sisa bab yang harusnya saya rilis sejak hari Senin.

Selama mengetik ini, saya mendengarkan list track yang sama untuk Saingan Sang Playboy untuk bab 88-91. Bisa kalian cek di youtube dengan judul:

[Sad Japanese Songs] - Fujita Maiko's ( 藤田麻衣子) Playlist

Atau kalian bisa klik langsung di facebook saya:

Natsumi Hikaru

NatsuHikacreators' thoughts
Chapitre suivant