webnovel

part 11

Setelah kemarin tak pulang ke rumahnya, hari ini Ezell kembali ke kediamannya. Kemana lagi Ezell pergi jika bukan ke tempat Celinna. Hanya wanita itu tempat berlarinya. Harusnya kemarin sore ia pulang tapi ia tengah tak ingin melihat Qiandra.

Cklek.. Ezel membuka pintu kamar Qiandra. Ia menemukan wanita itu sedang memainkan ponselnya.

Bruk,, Ezell melemparkan dua paper bag yang ia bawa tadi ke arah Qiandra hingga mengenai tangan Qiandra.

"Kenakan itu dan berdandanlah, waktumu hanya satu jam!" Ezell menatap tajam Qiandra. Entah kenapa mata itu selalu menajam jika berhadapan dengan Qiandra.

Qiandra meraih paper bag yang terjatuh di lantai, "Baik." Ia menjawab singkat.

♥♥

Satu jam sudah berlalu, Qiandra kini sudah berada di dalam helikopter bersama dengan Ezell yang duduk di sebelahnya. Sepanjang perjalanan Ezell tak mengatakan apapun begitu juga dengan Qiandra.

"Jaga baik-baik pandangan matamu. Jika aku menemukan kau memandang tak hanya padaku maka kau akan tahu akibatnya!" Ezell mencengkram pinggang Qiandra kasar.

Qiandra tak menjawab kata-kata Ezell namun ia mengerti jelas maksud dari kata-kata Ezell.

Ezell membawa Qiandra menuju ke Aeden dan Zavier, setelahnya mereka melangkah bersama-sama ke arah Oriel yang datang bersama dengan Beverly.

Qiandra tak menyangka jika ia akan berkumpul dengan orang-orang yang ia kenal, meski akhirnya mereka akan bersikap tak saling mengenal tapi bagi Qiandra cukup nyaman berada dengan orang-orang yang ia kenal secara tersembunyi itu.

Melihat interaksi Beverly dan Oriel, Qiandra tersenyum kecil, ketuanya yang biasanya dingin menjadi cukup hangat malam ini. Qiandra yakin ini bukan pertanda yang buruk, dari yang ia lihat Beverly dan Oriel memiliki kecocokan. Sama-sama seorang pemimpin, sama-sama kuat dan memiliki kesempurnaan fisik. Ya meskipun perkejaan mereka berlawanan tapi Qiandra pikir pekerjaan dan masalah hati tak bisa dijadikan satu.

Seperti yang Ezell katakan padanya, ia tak melihat ke arah manapun selain pada Ezell. Setelah mengetahui isi dari ruangan penuh kenangan Ezell, Qiandra berpikir untuk bersikap lunak. Batu pasti akan terkikis oleh titik air yang jatuh, dan Qiandra yakin, jika ia bersikap baik pada Ezell maka Ezell akan luluh. Ia tak berani berharap Ezell akan memaafkannya dan ibunya tapi ia berharap jika Ezell memperlakukannya sedikit lebih baik.

Pesta usai. Ezell dan yang lainnya melangkah ke tempat parkir helikopter mereka.

"TIDAKK!" Zavier berteriak kencang, ia memeluk Bryssa dengan cepat. Semua terjadi dengan cepat. Ezell berlari bersama dengan Aeden sementara Oriel segera mendekat ke Zavier.

Qiandra melihat ke arah Bryssa yang terdiam. Hari ini Qiandra melihat dua perlakukan manis dari dua mafia dengan cara yang berbeda. Jika Oriel menunjukan perasaannya pada Beverly dengan tutur kata dan perhatian maka yang Zavier lakukan adalah dengan tindakan perlindungan. Qiandra tahu jika Beverly dalam bahaya Oriel pasti akan melakukan hal seperti itu juga. Dari yang Qiandra lihat bisa ia simpulkan, meski berdarah dingin, cinta menurut Oriel dan Zavier masih sama, melindungi dan berkorban untuk wanitanya.

Karena bentakan Oriel pada Bryssa, Qiandra tersadar, ia segera masuk ke helikopter besama dengan Beverly dan Dealova. Masih dalam sikap seolah tak pernah dekat sebelumnya, Qiandra dan dua temannya tak saling bicara, mereka masih bersikap seakan mereka asing.

♥♥

Ezell kembali ke rumahnya setelah dari kediaman Zavier, sekian kali tertembak Zavier terus bertahan. Ezell tahu jika sahabat termudanya itu memang selalu kuat. Ia tahu satu tembakan saja tak akan berhasil membuat sahabatnya meregang nyawa, apalagi tembakan itu hanya dari seorang wanita putus asa yang tak terima Zavier bersama dengan seorang wanita.

Semua wanita memang sama saja, kecuali ibunya yang telah tiada. Meskipun gambaran tentang seorang wanita yang Ezell dapat dari ibunya adalah sangat baik tapi yang tertanam di otaknya adalah bahwa wanita adalah makhluk perusak yang paling menjijikan. Makhluk yang hanya pantas diperlakukan seperti pelacur dan tak perlu diberi hati sama sekali. Makhluk yang hanya memikirkan dirinya sendiri.

Seperti ibu Qiandra misalnya, seperti wanita yang menebak Zavier, dan seperti wanita-wanita yang pernah bersama dengannya termasuk Celinna.

Celinna memang menjadi teman wanita terbaik yang Ezell miliki tapi Ezell tak akan mengistimewakan Celinna, Celinna memang sama dengan para wanita yang ia kenal, uang adalah hal pertama wanita mendekat padanya, wajah adalah pendukung untuk hal pertama. Jika ia tampan tapi tak punya uang, jelas Celinna tak akan pernah berdiri di sebelahnya, harga yang harus ia bayar untuk seorang Celinna sangat besar bagi orang-orang yang tak memiliki banyak uang.

Ezell melangkah menuju ke tangga, matanya menangkap Qiandra yang saat ini tengah menuruni anak tangga. Wanita itu telah berpakaian rapi. Ezell tak melangkah, ia menunggu Qiandra di penghujung anak tangga.

"Kau mau kemana, Qiandra?"

"Bekerja."

"Apakah aku mengizinkan kau bekerja?!"

"Perusahaan membutuhkanku, Kak Ezell. Aku memiliki banyak jadwal yang harus aku lakukan."

"Kembali ke kamarmu."

"Kak Ezell, perusahaan itu bukan milik orang lain tapi milik Daddymu sendiri. Daddy masih belum terlalu sehat, dia tidak bisa bekerja sekarang. Aku memiliki pertemuan dengan beberapa orang penting yang berhubungan dengan kelangsungan kerjasama yang telah terjalin selama bertahun-tahun."

"Aku tidak peduli dengan perusahaan itu, Qiandra. Kembali ke kamarmu sebelum aku menghancurkan perusahaan itu."

Qiandra tak bisa berpikir sekarang, ia ingin mengikuti Ezell tapi tanggung jawabnya pada perusahaan tak bisa ia abaikan, "Baiklah." Dan pilihannya adalah tak pergi. Qiandra segera membalik tubuhnya, kembali melangkah menaiki anak tangga. Ia memilih untuk menaiki anak tangga karena ia tahu Ezell akan melakukan apapun yang ia katakan. Qiandra masih bisa menghandle masalah perusahaannya lewat sekertarisnya.

Ezell mengamati Qiandra, sejak kemarin tingkah Qiandra sedikit berbeda. Mata yang menatapnya benci kini menatapnya biasanya, dan Qiandra yang memakinya kini kembali memanggilnya 'Kak', apakah ini karena Qiandra tak ingin membantahnya karena sadar akan posisinya sekarang atau karena Qiandra sedang memainkan sandiwara? Entahlah, ia tak terlalu peduli. Ezell tak gila, ia tak akan menyiksa orang jika orang itu tak melakukan kesalahan. Selama Qiandra menuruti apa maunya, entah sandiwara atau karena kesadaran maka ia tak akan menyiksa Qiandra. Hanya tunggu saja, sejauh mana Qiandra mampu bertahan dengan kesadaran ataupun sandiwaranya.

"Tuan."

Kepala pelayan kediaman Ezell sudah berdiri di dekat Ezell.

"Ada apa?"

"Tuan Albert berada di depan."

Wajah Ezell tak bisa ditebak saat ini. Mata tenang dengan wajah datar itu tak bisa menjelaskan apapun. Entah marah atau senang, tak ada yang bisa menebaknya.

"Aku tidak ingin bertemu dengannya, usir saja dia dari sini." Sakit itu sudah terlalu dalam. Meski hanya sedetik, Ezell tak ingin melihat wajah ayahnya. Tidak sama sekali.

"Baik, Tuan." Elly segera membalik tubuhnya.

"Sudah sebelas tahun, Ezell. Tidakkah ini sudah terlalu lama?" Suara itu membuat Ezell menutup matanya untuk beberapa detik.

"Elly, kemana Robert?" Ezell tak menanggapi sang ayah.

"Untuk apa memanggil, Robert? Untuk mengusirku?"

"Tuan Albert, sebaiknya anda pergi. Tuan Ezell tidak ingin bertemu dengan anda." Elly mengusir Albert dengan halus. Elly tak ingin melihat pertengkaran ayah dan anak ini.

"Aku ingin melihat anakku, Elly. Jangan terlalu kejam."

Ezell mendengus sinis, "Pergilah dari sini. Tak ada anak yang kau cari disini."

"Ezell."

"Pergilah sebelum sesuatu yang lain bicara padamu." Nada suara Ezell terdengar sangat dingin.

"Kau ingin membunuhku, son?" Albert tersenyum kecil, "Kau tak akan menyelamatkanku jika kau ingin aku mati."

Lagi-lagi Albert mendengus, "Elly, panggilkan seseorang yang menukar hidupnya untuk menyelamatkan nyawa tuan ini."

"Baik, Tuan."

Albert tak mengerti maksud ucapan Ezell, "Rumah ini masih sama. Kau menjaga kenangan Elizabeth dengan baik."

Ketika mendengar nama ibunya disebutkan oleh pria yang tak pantas menyebut nama itu lagi tangan Ezell mengepal kuat.

"Kepergiannya sudah sangat lama, Ezell. Tidak bisakah kau menerima kenyataan dia sudah tiada?"

Tak bisa mengendalikan dirinya sendiri lagi, Ezell mengeluarkan senjatanya, mengarahkan moncong senjatanya ke kepala Albert, jari telunjuknya bisa menekan trigger kapan saja.

"Tutup mulutmu! Jangan berani membicarakan tentangnya denganku!"

"EZELL!" Suara teriakan itu terdengar nyaring, langkah berlari menuruni tangga terdengar makin dekat.

Albert terkejut ketika melihat Qiandra, apa yang putrinya lakukan di kediaman Ezell.

"Ezell, turunkan senjatamu!" Qiandra berada satu meter dari Ezell dan Albert.

"Kenapa kau ada disini, Qian?"

"Aku akan menjelaskannya, Dad." Qiandra menatap Albert sesaat.

Ezell menarik tangan Qiandra, ia beralih meletakan senjatanya di bagian samping kepala Qiandra.

"Ezell! Apa yang kau lakukan!"

"Kau mau tahu siapa yang menukar hidupnya dengan nyawamu?" Ezell bertanya licik.

"Ezell, jangan bicara sembarangan." Qiandra mencegah Ezell.

"Wanita ini menukar hidupnya untuk nyawamu. Dia pelacurku, dia ada disini karena dia menjual dirinya untuk menyelamatkan hidupmu."

Albert mendadak kaku. Tatapan matanya terlihat ragu, "Tidak mungkin. Itu tidak mungkin."

"Dia memang putrimu. Aku akui jika dia memiliki kepedulian tinggi padamu. Tapi, dia sama saja dengan ibunya, murahan."

"Ezell, hentikan kata-katamu, aku mohon." Qiandra memohon. Ia tak sanggup melihat tatapan Albert.

"Dia adikmu, Ezell. Kau tidak mungkin melakukan itu pada adikmu sendiri."

Ezell semakin jadi karena tatapan terkejutnya. Mungkin ayahnya tak mati karena sakit kanker hati, tapi bisa saja ia mati karena jantungan.

Ezell membalik tubuh Qiandra, melumat bibir wanita itu tepat di depan mata Albert. Menyesap paksa bibir Qiandra dan menunjukan pada Albert bahwa Ezell tak main-main dengan kata-katanya.

Qiandra mendorong kasar Ezell hingga akhirnya ia terlepas, namun bukan karena dorongannya tapi karena Ezell yang memang sudah selesai menunjukan pada ayahnya.

"Aku tidak punya adik. Aku bisa melakukan apapun pada wanita ini." Ezell menggenggam pergelangan tangan Qiandra kasar, mengangkat tangan Qiandra untuk menekan ayahnya lebih jauh.

"Lepaskan dia, Ezell!" Albert tak tahan lagi. Anaknya sudah gila, "Jika kau mendendam padaku maka jangan libatkan Qiandra!"

Ezell tertawa kecil, "Aku tak melibatkannya, tapi dia sendiri yang datang padaku. Ah, aku pikir dia bukan putri kandungmu, jika kau mau memakainya, aku yakinkan dia pelacur yang lebih baik dari ibunya."

Kata-kata Ezell membuat Qiandra terhantam keras, ulu hatinya terasa sangat sakit. Tenggorokannya seperti tersengkal gumpalan jarum, menyakitkan.

"Jaga baik-baik ucapanmu, EZELL!!" Albert kini emosi.

"Aku serius. Kau penyuka pelacur, kan? Dia bisa kau coba."

Plak! Tangan Albert mendarat keras di wajah Ezell.

Ezell bukannya merasa sakit ia malah tersenyum. Seumur hidupnya sang ayah tak pernah memukulnya meski marah dan saat ini ia sangat yakin jika ayahnya benar-benar marah hingga menamparnya kuat.

"Lepaskan Qiandra!" Albert menarik tangan Qiandra dari Ezell.

Ezell melepaskan Qiandra namun bukan untuk menyerahkannya pada Albert tapi untuk membuat sesuatu yang lebih menyakitkan lagi.

"Qiandra, katakan pada Tuan ini, kau milik siapa?"

Qiandra yang wajahnya sudah basah karena air mata menatap Ezell dengan tatapan rapuh. Ezell tahu benar cara menyakitinya, benar-benar tahu.

"Qiandra, kita pulang." Albert melupakan tujuan utamanya, ia harusnya datang kesini untuk melihat putranya yang terjadi ia malah melihat putrinya dengan situasi yang tak pernah terpikirkan olehnya. "Apa yang kau tunggu, Qiandra! Ayo pulang!" Albert bersuara tinggi. Ini pertama kalinya ia membentak Qiandra.

Ezell tersenyum sinis, ia hanya melihat datar ke Qiandra yang masih menatapnya.

"Aku tidak bisa pulang, Dad."

"Kenapa tidak bisa, hah! Ayo pulang!"

"Aku tidak bisa, Dad. Aku harus menepati kata-kataku. Aku miliknya."

"Apa yang kau katakan, Qiandra! Kau hanya takut padanya, tidak perlu takut, Daddy akan melindungimu."

"Sudahi sandiwara keluarga ini. Aku muak melihatnya." Ezell melepaskan genggaman tangan Albert dari Qiandra. "Qiandra, kembali ke kamarmu. Aku harus menyelesaikan urusanku dengan tuan ini."

"Ezell, tolong, jangan seperti ini."

"Kembali, Qiandra." Ezell masih bersuara tenang.

"Ezell, jangan melibatkan Qiandra. Biarkan dia pergi. Kau bisa melakukan apapun padaku, jangan libatkan dia!"

"Apapun?" Ezell menaikan alisnya, ia kemudian tersenyum, "Aku tidak keberatan membunuhmu, tapi saat ini aku lebih suka seperti ini. Jika kau mati aku tidak bisa menikmati tubuh Qiandra lagi. Dia pasti akan memilih bunuh diri. Mencegah orang bunuh diri bukan keahlianku."

"Ezell, Daddy mohon. Jangan lakukan ini pada Qiandra. Dia adikmu."

"DIA BUKAN ADIKKU, SIALAN!" Akhirnya ketenangan itu hancur. "Ah.." Ezell mendesah karena tak berhasil mengontrol emosinya. Ia kembali tenang hanya dalam hitungan detik. "Dia bukan adikku. Dia pelacurku, pe-la-cur." Ezell mengeja dengan dramatis.

"Daddy, kembalilah. Aku baik-baik saja, aku mohon." Qiandra memelas. Ia tahu jika Ezell melakukan ini untuk menyakiti hati ayahnya. Ia tahu sejak awal bukan dirinya yang dijadikan sasaran, ia hanya alat untuk menyakiti hati ayah dan ibunya.

"Qiandra, ayo kita pulang, nak. Daddy tidak bisa menatap Mommymu jika kau tidak pulang bersama Daddy."

"Rahasiakan ini dari Mommy. Daddy pulanglah. Qiandra janji akan baik-baik saja. Pulanglah, Dad. Qian mohon."

"Benar, rahasiakan saja. Rahasiakan hingga itu terbongkar seperti kasus perselingkuhanmu. Ah, aku yakin itu akan jadi bom untuk pelacur lainnya. Well, itu ide bagus." Kata-kata Ezell membuat Qiandra dan Albert semakin meradang. "Ah, jika kalian tidak mau memberitahunya, aku bisa menjadi orang baik untuk memberitahunya. Dibohongi itu menyakitkan. Mommyku sampai bunuh diri karena dibohongi oleh orang yang dia cintai." Luka itu benar-benar terbuka lagi. Ezell mengatakannya dengan nada datar tapi sakit di hatinya menjalar hingga ke otaknya.

"Ezell, jangan lakukan ini, Nak. Daddy minta maaf karena kematian Elizbeth. Itu salah Daddy."

"Maaf?" Ezell tertawa karena kata-kata itu, "Aku bahkan tak tahu apa arti kata itu, Tuan. Itu memang bukan salah anda, salah Mommyku yang mencintai bajingan busuk seperti anda. Ah, anda dan pelacur itu memang pas, pasangan tak punya otak. Tak punya malu. Tak punya perasaan. Astaga, kenapa aku seperti ini." Ezell tak pernah menunjukan rasa sakitnya pada orang lain, tapi hari ini, hari ini ia tak bisa menahannya lagi. Ia tak pernah menyuarakan sakti hatinya pada sang ayah, ia memilih diam dan menelan pahitnya sakit itu. Tapi hari ini, hari ini kata-kata itu keluar, menjelaskan sakit hati yang begitu mendalam. "Wanita ini, dia yang datang padaku, bukan aku yang mendatanginya. Dia sepertinya sadar jika ibu pelacurnya sudah membuat seorang anak kehilangan ibunya jadi dia datang kemari untuk mengurangi dosa ibunya dengan menjadi pelacur disini. Tapi, dosa yang ibunya lakukan padaku tak berkurang sama sekali. Tangan ini masih saja ingin membunuhnya. Otak ini masih saja memikirkan wanita jenis apa pelacur itu, dan hati ini, masih menyimpan sakit dan dendam yang tak pernah surut. Aku ingin dia bunuh diri, mati perlahan dengan rasa sakit yang dirasakan oleh Mommy. Karena ibunya pelacur akhirnya sang anak jadi pelacur juga. Ibunya yang melakukan dosa tapi anaknya yang kena akibatnya. Pulanglah, tenangkan istrimu, dan tetaplah disisinya karena ini baru dimulai. 11 tahun, selama 11 tahun aku tidak melakukan apapun, kan? Mari kita mulai dari sekarang. Aku akan hancurkan hati kalian semua dari sekarang."

"Ezell. Jangan lakukan apapun pada Mommy dan Daddy, lampiaskan saja dendammu padaku. Aku mohon." Qiandra selalu lemah jika menyangkut orangtuanya. Menyangkut kesalahan yang telah dilakukan oleh orangtuanya serta dirinya.

"Kau pasti akan dapat bagiannya, Qiandra. Meski tujuan utamaku bukan kau tapi kau bagian dari mereka. Kau putri pelacur yang sudah membuat Mommyku tiada."

"Ezell, arahkan semua kemarahanmu pada Daddy. Jangan sentuh Mommy tirimu dan Qiandra. Mereka tak tahu apapun, Daddy yang telah mengkhianati Mommymu."

"PELACUR ITU SALAH, ALBERT!" Ezell berteriak keras. Air matanya jatuh, "Pelacur itu merayu pria yang sudah punya suami. Menyiksa hati seorang wanita lembut yang hanya punya cinta untuk satu pria. Jika dia wanita baik-baik, maka dia tak akan mungkin menerima pria yang sudah punya istri. Dia tak akan membuat seorang anak kehilangan tempatnya mencari kehangatan. Darimananya dia tidak salah, Albert!! DARI MANA!" Teriaknya keras. Air matanya yang sempat jatuh tadi segera ia bersihkan. Ia sudah terlalu rapuh sekarang.

"Ezell, Daddy mencintai wanita yang kau sebut pelacur itu."

"Lalu bagaimana dengan Mommy? Kau tidak mencintainya? Apa yang aku lihat selama 16 tahun jika bukan cinta?! Wanita sampah itu datang mengacau, aku bersedia mati jika dia tidak merayumu dengan tubuhnya! Wanita itu menarik hatimu dengan mengangkangkan kakinya, menunjukan vagina yang tak terpuaskan oleh suaminya!"

Albert menelan ludahnya sulit, apa yang Ezell katakan memang benar adanya.

"Albert, Albert, aku heran, dari sekian banyak wanita kau sandingkan Elizabeth, wanita baik-baik yang hanya mengenal kau selama hidupnya dengan janda beranak satu yang wajahnya tak lebih baik dari Elizabeth. Ah, benar, dia mungkin lebih bisa memuaskanmu, mengingat dia janda yang lama tak dipuaskan suaminya." Kata-kata Ezell makin pedas.

tbc

Chapitre suivant