webnovel

Sang Maharani

Setelah Messalina meninggal, Claudius tak memiliki istri. Beberapa orang wanita dari mantan istri, kerabat dan para bangsawan diajukan untuk menjadi permaisuri terbarunya. Ada beberapa kandidat yang cukup kuat, namun Claudius kurang menyukai mereka.

Memberanikan diri, Agrippina kemudian memilih pindah kembali ke istana. Claudius menerima keponakannya itu dengan tangan terbuka. Apalagi mereka memang telah menjalin hubungan sebelumnya, meski tidak terlalu sering bertemu.

"Kau membutuhkan istri baru," kata Agrippina.

"Kau menginginkan posisi itu?" tanya Claudius.

"Aku tak ingin memaksamu.. tapi menurutku ini pilihan yang baik. Aku punya anak laki-laki, dia keturunan Augustus sepertiku," ujar Agrippina.

"Tapi aku sudah punya anak laki-laki juga... Britannicus, sayangnya dia dari ibu yang memalukan," kata Claudius.

Setelah menimbang beberapa hal, meskipun Agrippina sebenarnya adalah keponakannya sendiri, akhirnya Claudius memilihnya sebagai istri. Itulah yang Agrippina harapkan, menjadi istri seorang kaisar Romawi. Walaupun sebelumnya ia tak pernah menyangka akan menjadi istri Claudius.

Pernikahan mereka dilakukan sederhana di istana. Sebagian warga kurang suka dengan pernikahan itu namun mereka tentu tak bisa berbuat apa-apa.

"Apa Agrippina tak seburuk Messalina? ia dulu bermasalah dengan Caligula kan."

"Ah, dari wajahnya ia sepertinya wanita yang jahat dan licik."

"Tapi aku dengar ia wanita yang pintar."

Seperti biasa ada pro dan kontra di kalangan warga. Namun mereka hanya bisa mengumpat saja jika tak suka sesuatu, tak bisa berbuat lebih.

Salah satu impian Agrippina terwujud. Ia bisa menjadi wanita nomor satu di Romawi, seorang pendamping kaisar. Meskipun tak secara resmi memiliki jabatan di pemerintahan, namun setiap ucapannya selalu dipertimbangkan oleh kaisar. Agrippina juga bisa dengan leluasa mengangkat orang di luar istana untuk kepentingannya sendiri.

"Sekarang tinggal mendidik anakku agar bisa menjadi kaisar... aku harus membuatnya lebih baik dari Britannicus. Anakku yang nanti harus jadi penerus Claudius."

Tak lama kemudian, Seneca yang sebelumnya diasingkan, dipanggil kembali ke Roma. Claudius mengizinkannya menjadi guru bagi anak Agrippina, Lucius.

Seneca sebenarnya merasa aneh karena sebelumnya ia diasingkan namun sekarang malah dipanggil lagi untuk menjadi guru bahkan diberi jabatan.

"Hidupku bergantung dari kuasa orang lain, tapi selama diasingkan di pulau aku bisa menulis banyak hal," kata Seneca.

"Kau pasti menulis kisah tragedi lagi? Aku minta maaf tak bisa berbuat apa-apa saat kau dan adikku diasingkan."

"Itu bukan salahmu. Aku yang berterima kasih akhirnya bisa kembali ke Roma..."

"Aku membutuhkanmu untuk menjadi guru anakku," kata Agrippina.

"Tapi, aku tak bisa menjanjikan apa-apa.. setiap anak itu berbeda, aku tak akan bisa memaksakan ilmuku padanya."

"Kau orang hebat, ia harus punya guru hebat," kata Agrippina.

Sejak itu Lucius akhirnya mendapat guru seorang Seneca the Younger. Selain menjadi guru, Seneca juga diberi posisi sebagai pejabat negara. Semua itu berkat pengaruh Agrippina sebagai istri dari kaisar.

Sebagai seorang istri kaisar, Agrippina mencoba menjaga sikapnya agar tidak terlihat buruk apalagi mengingat soal Messalina. Ia juga beberapa kali memberikan saran kepada suaminya dalam hal kebijakan pemerintahan. Saran yang rupanya memberikan kebaikan untuk kepemimpinan dari Claudius.

Kekaisaran Romawi berjalan dengan cukup baik di bawah kepemimpinannya, apalagi didukung oleh istri yang mendorongnya. Wilayah Romawi juga semakin luas dengan pembangunan yang juga terus dilakukan. Claudius juga sangat peduli soal kependudukan. Ia melakukan sensus terhadap warga Roma, untuk mengetahui dengan pasti bagaimana jumlah dan keadaan rakyatnya.

Tak cukup puas, Agrippina juga ingin ikut memberikan masukan soal hukum di Romawi.

"Kaisar, aku keberatan dengan pembunuhan tersangka tanpa adanya pengadilan," ujar Agrippina.

"Kadang itu diperlukan," kata Claudius.

"Aku mengerti, namun seharusnya dikurangi.. jangan mudah menuduh dan memberi hukuman."

"Baiklah, akan aku pertimbangkan...."

Agrippina mengingat kejadian yang menimpa keluarganya, seperti ibunya dan Livilla. Saat diasingkan, Livilla akhirnya meninggal karena kelaparan. Padahal hubungannya dengan Seneca saat itu belum bisa dibuktikan. Tak ada yang pernah melihat mereka berhubungan intim atau sejenisnya.

Sementara itu sang anak Lucius malah semakin tertarik dengan seni. Ia bisa memainkan alat musik meskipun diajari oleh seorang pengasuh. Seneca sendiri tak mengajarinya soal seni, ia hanya mengajar soal membaca, menulis, dan berorasi.

"Ambilkan aku alat gambar lagi!" kata Lucius merengek.

Seorang pengasuh kemudian memberikannya selembar papyrus.

Lembaran papyrus yang sebenarnya untuk belajar menulis itu malah dibuat sebagai tempat untuk menggambar oleh Lucius.

"Yang Mulia, ini yang terakhir, kau tak boleh menggambar terlalu sering," kata seorang pengasuh.

"Aku lebih suka gambar dari tulisan!" teriak Lucius.

Saat itu Agrippina sendiri sibuk menemani Claudius di pemerintahan. Ia ingin memberikan banyak masukan pada suaminya. Meskipun tak semuanya disetujui oleh Claudius, namun setidaknya ia sudah mencoba.

"Dulu Caligula sering mengkhawatirkanmu karena kau juga ingin jadi pemimpin juga. Aku baru tahu bagaimana rasanya.."

"Kau menyesal aku jadi permaisurimu?" tanya Agrippina.

"Haha... tidak, sejauh ini semua usulannya bukan hal yang menyesatkan. Kau cukup pintar, kau hanya terlalu berambisi sebagai seorang perempuan. Dulu Messalina sangat egois, tapi ia sangat tak bijaksana dengan keegoisannya."

"Aku punya satu permintaan yang belum kau wujudkan," kata Agrippina tiba-tiba.

"Apa lagi?" tanya Claudius.

"Anakku, aku ingin ia punya nama belakang sepertimu.."

"Kau ingin aku mengadopsinya?"

"Benar.."

Claudius masih menimbang-nimbang permintaan dari Agrippina itu. Menjadikan Lucius sebagai anak adopsinya berarti semakin membuatnya dekat dengan tahta sebagai penerusnya. Namun ia masih memiliki anak lain yang memang darah dagingnya, yaitu Britannicus.

Tiberius Claudius Caesar Britannicus lahir pada 12 Februari 41 M, sedangkan Lucius lebih tua darinya. Lucius lahir pada akhir tahun 37 M. Perbedaan umur itu sebenarnya sedikit membuat Lucius lebih pantas menjadi penerus kaisar, meskipun ia bukan anak kandungnya.

Sebagai anak kaisar, Britannicus juga mendapatkan guru khusus yang mengajarinya tentang membaca, menulis, aritmatika, atau pun berorasi. Namun rupanya Agrippina khawatir dengan Britannicus walaupun ia lebih muda dari Lucius.

"Sebaiknya guru Britannicus diganti saja, aku dengar pria itu pernah terlibat skandal pencurian di Mesir," ujar Agrippina.

Rasa khawatirnya akan kemajuan Britannicus membuatnya memilihkan guru yang biasa-biasa saja. Seorang guru tak terkenal dari kalangan menengah.

Claudius sendiri tidak mempermasalahkan tentang siapa guru dari anak-anaknya. Ia terlalu sibuk mengurusi tentang pemerintahan, apalagi Romawi sedang ingin meluaskan wilayahnya saat itu. Peperangan tak bisa dielakkan saat berhadapan dengan kekuasaan di wilayah lainnya.

Sebagai seorang kaisar, ia bisa dibilang jauh lebih kompeten dari Caligula. Claudius lebih pintar, pandai berdiplomasi dan tidak terlalu egois. Namun tetap saja, ia kadang harus berusaha keras untuk meyakinkan para senator.

Memiliki seorang istri seperti Agrippina sebenarnya membantunya. Tapi terkadang ia terlalu banyak ikut campur urusan pemerintahan. Claudius sering memilih pergi dari Roma untuk fokus membangun di tempat lain. Sementara sang istri tetap bisa mengendalikan Roma.

Chapitre suivant