webnovel

44. Painful

Keesokan harinya, Leonna sendirian mengintip ke kantor Verrel. Entah bawaan hamil atau memang hatinya, dia selalu ingin melihat dan bertemu Verrel walau hanya melihatnya dari jauh. Saat ini hujan turun dengan derasnya, Ia segera menuruni taxi yang ia tumpangi dan berjalan memasuki kantor Verrel.

Sesampainya di depan ruangan Verrel, Leonna tak melihat Sarah di mejanya, mungkin Sarah tengah keluar. Leonna berjalan mengendap-endap mendekati ruangan Verrel. Leonna melihat sekitarnya, di rasa aman. Ia mengintip Verrel dengan membuka pintunya sedikit. Berharap Leonna mampu menatap wajah Verrel yang tengah sibuk bekerja.

Deg ...Mata Leonna memanas melihat apa yang di lakukan Verrel di dalam sana. Verrel tengah asyik berciuman dengan Caren di atas kursi kebesarannya. Bahkan Caren duduk di atas pangkuannya, mereka berciuman dengan sangat panas.

Leonna terduduk di lantai dengan pandangan syoknya. Tubuhnya terasa lemas dan tak bertenaga, pandangannya kosong dengan air mata yang luruh membasahi pipi. 'Tidak nak, kamu jangan membencinya. Ayahmu tidak bersalah, sungguh.'

Leonna akhirnya memutuskan untuk pergi meninggalkan tempat itu, ia berjalan dengan langkah tertatih dan tangannya terus menyentuh perutnya, hatinya sangat terluka. Verrel tega melakukan ini padanya....

Ia terus berjalan tanpa membalas sapaan dari beberapa karyawan yang mengenalnya. Leonnapun menerobos hujan deras, tanpa memikirkan tubuhnya yang terguyur air. Ia berharap, hujan mampu menghapus luka di dalam hatinya.

Leonna berjalan dan terus berjalan, adegan ciuman Verrel dan Caren terus terbayang di benak Leonna. 'Kamu tega, Kak.'

Ia terduduk di trotoar jalanan dan menangis sejadinya-jadinya. "Hikzz..."

Hatinya sangat sakit, hancur tanpa sisa. "Kenapa Kak? Apa aku begitu tak berartinya di matamu? Apa secepat ini kamu membuangku?" isaknya.

"KENAPA, KAK?" teriaknya sudah tak sanggup lagi menahan kesakitannya.

"KENAPAAAAA???" Jeritnya sangat memilukan.

"Leonna," panggilan dan sentuhan di lengannya membuat Leonna menengok.

"Abang,, hikzzzz." Leonna menangis sejadi-jadinya di pelukan Vino. "Dia jahat sama aku, abang. Apa salah aku,, hikzzz." Isaknya. "Dia berciuman dengan wanita lain, padahal kami baru menandatangan surat cerainya kemarin." Vino mengepalkan kedua tangannya dengan kuat. Untuk pertama kalinya ia melihat adik kesayangannya menangis sehisteris ini. Verrel.....



Verrel menghentikan mobilnya saat melihat Vino berdiri di depannya. Iapun menuruni mobilnya dan berjalan ke arah Vino.

Bug ...Satu pukulan mendarat di pipinya. Verrel tersenyum kecut menerima pukulan dari Vino.

"Sialan kau!"

Bug

Bug ... Tubuh Verrel terkapar di aspal, Verrel bahkan tak melawan sedikitpun. Dia hanya diam saja menerima pukulan Vino yang sangat kuat. Darah segar keluar dari hidung dan sudut bibirnya. "Bangun loe sialan, lawan gue!"

Verrel kembali berdiri dan Vino mencengkram kerah baju Verrel. "loe pria brengsek! Berani sekali loe nyakitin adik gue!"

Bug ...Tubuh Verrel terdorong hingga menabrak mobilnya sendiri, Vino kembali menarik kerah baju Verrel dan memukulnya hingga Verrel kembali tersungkur ke aspal. Vino menindih tubuh Verrel dan memukuli wajah Verrel dengan emosinya yang meluap, hingga sebuah mobil datang.

"Vino hentikan !!" Orang itu adalah Dhika, Dhika segera menarik Vino menjauhi tubuh Verrel yang sudah terkapar di atas aspal.

"Lepaskan Ayah, dia sudah menghancurkan Leonna. Tadi siang Leonna menangis histeris karena bajingan ini!" pekik Vino.

"Cukup Vino, jangan mengambil tindakan sendiri," ucap Dhika menenangkan Vino. Vino mengatur nafasnya yang naik turun karena emosi. "Pulanglah,"

"Tapi yah?" Vino tak terima.

"Pulanglah Vino," Vinopun berlalu pergi dengan kekesalnya. Dhika membantu Verrel untuk bangun dan memberikan tissue kepada Verrel untuk mengusap darah di wajahnya.

"Kau ada waktu?" Verrelpun mengangguk.



Leonna sudah memutuskan tidak akan menemui Verrel lagi, kejadian kemarin sudah menjelaskan segalanya. Kalau Verrel memang sudah bukan miliknya lagi, sekarang Leonna akan lebih fokus pada bayi dalam kandungannya. Walau terkadang bawaan bayi selalu ingin berdekatan dengan Verrel. Leonna bersyukur karena Serli masih membantunya, setiap kemeja habis Verrel pakai selalu di serahkan ke Leonna. Leonna mampu tenang dan tertidur dengan nyenyak hanya memakai kemeja Verrel dimana aroma tubuh Verrel masih menempel.

Malam ini Leonna merasa tidur tak nyaman, dia terus berguling kesana kemari karena tidurnya. "ada apa sih kamu, debay? Kok bawaannya gak nyaman tidur." gumam Leonna terbangun dari rebahannya. "Kamu lapar yah, sepertinya pecel lele enak yah sayang."

Leonna segera beranjak dan memakai mantelnya, ia juga tak lupa memakai lejing hitamnya karena saat ini dia hanya memakai kemeja milik Verrel. Ia berjalan keluar kamar dengan membawa kunci mobilnya. Ia berjalan mengendap-endap menuju tangga. "Mau kemana loe?"

Pertanyaan itu menyentakkan Leonna, membuatnya langsung berbalik dan mengusap dadanya kaget. "Loe ngagetin,"

Leon yang berjalan ke arahnya. "Ini sudah pukul 1 dini hari, loe mau kemana?"

"Gue pengen makan pecel lele, es balok." cicit Leonna mengusap perutnya sendiri. "dede bayi kelaperan."

"Loe tunggu disini, gue ambil jaket dan kunci mobil dulu. Gue akan antar loe beli makan." Leonna mengangguk setuju, dan Leon berlalu pergi meninggalkan Leonna sendiri.

Saat ini Leonna dan Leon tengah menikmati pecel lele di pinggir jalan. Leonna bahkan sudah habis dua porsi, sedangkan Leon hanya minum teh hangat saja.

"Ini enak," kekeh Leonna. "dede bayinya kenyang yah sekarang." Leonna mengusap perutnya.

"Wah neng lagi hamil muda yah." ucap ibu penjual pecel lele itu.

"Iya Bu, sekarang sudah mau jalan 3 bulan." jawab Leonna.

"Wah aden setia banget menemani istrinya kemana-mana." Ibu itu yang mengira Leon adalah suami Leonna. "Ternyata benar yah kalau jodoh itu wajahnya mirip. Seperti kalian bedua lho begitu mirip mana udah cantik dan ganteng banget."

Leonna tertawa mendengarnya dan Leon hanya tersenyum. "Iya ibu, suamiku ini memang sangat tampan." kekeh Leonna mencubit pipi Leon.

"Kalian serasi sekali," ucap ibu itu tersenyum bahagia.

"Iya dong bu, iya kan sayangku." Leonna merangkul Leon yang hanya tersenyum kecil.

"Sudah selesai? Pulang?" Tanya Leon yang di angguki Leonna.

Leon membayar makanan yang barusan di belinya. "Semoga kalian selalu bahagia dan menjadi keluarga yang sakinah mawadah warohmah."

"Amin," ucap Leonna. "Sayang, gendong." Leonna nyengir dengan lebarnya membuat Leon memutar bola matanya malas.

"Ayolah den di gendong istrinya, kasihan istri sedang hamil itu harus selalu di manja." Leonpun membopong tubuh Leonna.

"Dadah ibu,"

"Hati hati neng, aden."

Leon membantu Leonna masuk ke dalam mobil dan diapun menaiki mobilnya. "Kenapa berbohong?" Tanya Leon.

"Gak apa-apa," Leonna dengan cueknya mengedikkan bahunya. Leonpun mulai fokus menyetir mobilnya. "Loe gak keberatan kan, di anggap jadi suami gue?" Leon menengok ke arah Leonna saat mendengar penuturannya barusan. "Gue gak mungkin kan menjawab, suamiku gak ada. Dia pergi setelah menjatuhkan talak padaku saat aku hamil."

Leon meminggirkan mobilnya dan merubah posisinya menjadi lebih menghadap ke Leonna. "Ona, gue ini kakak loe. Gue kembaran loe. Kenapa loe mesti minta ijin. Gue ikhlas mau jadi siapapun buat loe, yang jelas gue ingin lihat loe seneng." ucap Leon mengusap pipi Leonna yang baru saja menitikkan air matanya.

"Disini," Leon mengusap perut Leonna dengan sayang. "Ada keponakan gue, dan gue siap untuk menjadi ayah angkatnya. Gue akan temenin loe kemanapun, gue akan manjain loe seperti seorang suami yang selalu manjain istrinya saat hamil. Loe gak usah sungkan."

Leonna langsung memeluk tubuh Leon dengan tangisnya yang pecah. "Gue sayang banget sama loe, bang Leon." ucap Leonna dengan manja.

"Tidak perlu manggil Abang, serasa abang tukang baso." celetuk Leon membuat Leonna terkekeh.

Leon melepaskan pelukan Leonna dan membelai kedua pipi Leonna. "Jangan pernah tangisin lagi pria itu, sekarang ada gue yang akan selalu ada buat loe. Paham?" Leonna menganggukkan kepalanya dengan antusias.

"Gak akan nangis lagi," kekeh Leonna menghapus air matanya.

"Good," Leon tersenyum senang. "Lebih baik sekarang kita balik, mama papa nanti khawatir karena kita keluar tengah malam begini." Leonpun kembali menjalankan mobilnya menuju rumahnya.

Leonna kembali masuk ke dalam kamarnya, dan melepaskan mantelnya. Ia memeluk tubuhnya sendiri yang memakai kemeja Verrel yang terlihat kebesaran. "seperti ini saja sudah cukup, aku bisa merasakan aroma tubuh Kakak."



Hari ini Leonna mengantar Chella dan Vino untuk fitting pakaian pengantin bersama Elza, Lita dan Claudya. Mereka sudah sampai di butik yang terkenal di Jakarta untuk melakukan fitting baju, Leonna duduk di ruang tunggu bersama Thalita sambil menikmati coklat dan cemilan lainnya. "Leonna,"

Panggilan itu menyentakkannya, Chella terlihat menjulurkan kepalanya di balik pintu ruang ganti, "Chell, loe seneng banget ngejulurin kepala. Udah kayak hantu." celetuk Leonna membuat para ibu terkekeh.

"Sini, bantuin gue." Ucapnya,

"Iya iya, I'm coming." Leonna beranjak menuju Chella dan masuk ke dalam ruang ganti. Chella terlihat memakai gaun pernikahan berwarna putih gading, bagian dadanya bermotif bunga tanpa lengan. Ekor gaunnya sangat panjang, terlihat indah dan elegant. "Ini keren," Leonna meminta Chella berputar-putar ala model.

"Pusing, Ona." gerutu Chella.

"Pas udah nikahnya kagak pusing kok." kekeh Leonna.

"Awas loe yah ngomong aneh-aneh lagi yang bikin gue ngeri, gue tendang loe keluar." cibir Chella membuat Leonna terkekeh.

"Nanti kasih tau yah berapa ukuran punya Abang."

"LEONNA,"

Tawa menggelegar dari Leonna, Leonna senang sekali menggoda Chella yang selalu malu kalau membahas yang mengarah ke mesum.

Indah itu saat kamu dan sahabatmu mampu tertawa lepas hanya karena hal kecil.

Chella keluar dari ruang ganti bersama Elza meninggalkan Leonna sendiri yang masih tersenyum. Tetapi semakin lama, senyuman itu semakin memudar. Sekuat apapun menyembunyikannya, rasa sakit itu tetap akan selalu ada. "Kuat kuat," gumamnya dan kembali memasang senyumannya.

Selesai fitting baju, Leonna ngotot meminta Chella dan Vino menemaninya membeli ice cream di mall. Thalita, Claudya dan Elza sudah kembali pulang.

Dan saat ini Leonna bersama Chella dan Vino menuju mall. Leonna berjalan terlebih dulu meninggalkan dua sejoli yang sedang berbahagia. Mereka berjalan menuju kedai ice cream. Langkah Leonna terhenti saat pandangannya melihat sebuah toko peralatan bayi, di sana ada sepasang suami istri sedang memilih peralatan bayi dengan mesranya. Ia berjalan mendekati tenan itu, dan tersenyum melihat suami istri yang bercanda sambil memilih pakaian bayi. Ia membayangkan kalau itu dirinya bersama Verrel, sungguh bahagia hatinya.

Lamunan Leonna terganggu saat sepucuk bunga mawar putih berada di hadapannya, Leonna menengok ke arah sampingnya, ingin tahu siapa yang memberikan bunga itu. "Mister Emon," pekik Leonna sangat bahagia.

Ia langsung memeluk orang berkostum doraemon itu. "kamu kemana saja? Kamu sedang apa disini?"

Emon menunjuk ke perkumpulan anak-anak yang tengah memegang balon. "Kamu bekerja disini?" Tanya Leonna dan Emon mengangguk antusias.

Setelahnya Emon melukis senyuman di depan bibirnya membuat Leonna tersenyum lebar. Emon menarik tangan Leonna untuk ikut bergabung bersama anak-anak yang lain. Leonna sangat bahagia, apalagi Emon menunjukkan kemampuannya, dengan berjoged jogged dan mengeluarkan beberapa benda dari kantung ajaibnya.

Vino dan Chella memperhatikan Leonna yang tertawa lepas dari kejauhan.

"Siapa badut itu?" Tanya Vino.

"Aku tidak tau Bang, tapi seminggu yang lalu dia datang ke rumah Leonna, di ajak sama Datan." ucap Chella.

"Sepertinya badut itu mampu membuat Leonna melupakan kesakitannya."

"Abang benar,"

Emon memberikan balon berbentuk hati ke Leonna, dan Leonna menerimanya dengan senang hati. Lalu Emon menyerahkan permen kiss dengan tulisan 'Smile'. Leonna seakan melupakan kesedihannya dan juga Verrel, dia asyik bermain dengan beberapa anak dan juga Emon. Hingga akhirnya anak-anak itu kembali pulang di jemput orangtua mereka masing-masing. Emonpun pamit, setelah menyerahkan bunga dan surat untuk Leonna. "Terima kasih mister Emon."

Emon berlalu pergi sambil melambaikan tangannya, dan berjoged jogged kecil membuat yang lain tertawa melihatnya. Leonna kembali menghampiri Vino dan Chella, sepeninggalan Emon. "Jadi makan ice cream, Princes?" Tanya Vino dan Leonna mengangguk antusias.

Mereka berjalan menuju kedai ice cream dan duduk di kursi dekat jendela yang mampu melihat area parkir dan jalanan ibu kota. Merekapun sudah memesan ice cream masing-masing. Leonna mulai membuka beberapa surat yang di berikan oleh mister Emon itu.

Cinta datang dengan pengorbanan yang akan memberikan petunjuk siapa diri kita yang sebenarnya.

Kualitas cinta bukan dilihat dari besarnya kasih sayang, melainkan dari besarnya pengorbanan.

Cinta bukanlah penuntutan, penguasaan, pemaksaan, dan pengintimidasian. Tak lain itu hanyalah cara manusia mendefinisikannya. Karena cinta adalah perjuangan, pengorbanan, tanggungjawab, kejujuran, dan keikhlasan.

Banyak yang akan membencimu, menilaimu, menggoyahkan bahkan menghancurkanmu. Seberapa kuat kamu tegar, itu akan membuktikan siapa dirimu yang sebenarnya.

Satu hal yang pasti bahwa cinta mampu menumbuhkan harapan, menimbulkan pengorbanan, hingga mampu menembus batas ruang dan waktu.

Leonna terpaku membaca isi dari surat surat itu. Semuanya seakan meminta Leonna untuk tetap tegar dan bertahan dalam cintanya. 'Bagaimana mungkin mister Emon tau apa yang aku alami dan rasakan? Apa Datan menceritakan segalanya?'

"Kak Verrel," gumam Leonna saat melihat Verrel tengah berbincang dengan seorang pria di area parkir tepat di luar jendela.

"Ada apa princes?" Leonna menggelengkan kepalanya. Pandangannya terus menatap Verrel yang tengah berbincang dengan seorang pria di dekat mobilnya. 'Apa Kakak akan makan disini juga?'

"Selamat menikmati,"

Suara itu menyadarkan Leonna, ia segera menikmati ice creamnya dengan tak berselera. Kata-kata motivasi dari Emon, membuat hatinya dilemma. Dia bingung harus bagaimana, "Jangan melamun, Princes." tegur Vino. Leonna hanya tersenyum kecil dan menikmati ice creamnya lagi.

Ia kembali melihat keluar jendela, tetapi Verrel sudah tak ada, begitupun dengan mobilnya.



Pernikahan Vino dan Chella akan berlangsung satu bulan lagi. Mereka berdua sibuk mempersiapkan segalanya. Saat ini mereka berdua tengah berada di teras rumah Chella.

"Bagaimana perasaanmu?" Tanya Vino berdiri di samping Chella yang tengah bersandar ke dinding yang ada disampingnya.

"Perasaanku campur aduk," kekehnya.

"Kenapa?" Vino mengungkung tubuh Chella dengan kedua tangannya.

"Aku bahagia, karena akhirnya aku menggapai cintaku dan kita akan segera menikah. Tapi di sisi lagi aku gak tega melihat Leonna."

"Aku yakin, semuanya akan segera berlalu Chell. Leonna gadis yang kuat." ucap Vino yang di angguki Chella.

"Abang benar,"

"Abang? Aku bukan kakakmu kan?" Vino menaikkan sebelah alisnya membuat Chella terkekeh.

"Aku harus panggil siapa dong?" Tanya Chella.

"Panggil saja Al,"

"Al?"

Chella berusaha berpikir keras dan akhirnya mengangguk setuju. "Al," ucap Chella membuat Vino tersenyum.

"Itu lebih enak di dengar, daripada Abang." kekeh Vino.

"Kalau begitu, bagaimana acara pesta topeng kita besok malam?"

"Sudah aku atur, setidaknya tak ada pertunangan. Kita masih bisa membuat pesta topeng." Chella mengangguk antusias.

Vino merengkuh pinggang Chella membuatnya tertarik ke dalam dekapannya. Keduanya bertatapan cukup lama, tangan Vino terulur untuk membelai wajah Chella yang terlihat bercahaya oleh sinar lampu malam. Hidung mereka sudah bersentuhan, perlahan tapi pasti Vino mulai menempelkan bibirnya dengan bibir tipis Chella dan melumatnya perlahan. Chella memejamkan matanya merasakan sentuhan lembut dari Vino. "Al," bisik Chella dan Vino semakin melumat bibir Chella dengan rakus. Chella mengalungkan kedua tangannya di leher Vino dan membalas ciuman Vino. Bahkan Vino mengangkat tubuh Chella yang kecil. Karena ukuran tubuh Chella memang tergolong kecil dan pendek, di banding Leonna yang terlihat lebih tinggi.



Chapitre suivant