webnovel

Bab 32

Pertanyaan Elena yang tiba-tiba dan antusias sangat mengejutkan Brian, terutama pertanyaan wanita itu. Kembar? Elena mengandung anak kembar?

Brian menatap Elena lekad. Benar, Elena dan Elise kembar jadi ada kemungkinan Elena juga hamil anak kembar. Astaga, mendengar Elena hamil anaknya saja, Brian sudah sangat bahagia, seakan dia memenangkan tander milyaran rupiah. Dan jika Elena hamil anak kembar, Brian sangat-sangat-sangat bahagia. Tak terlukiskan betapa besarnya rasa itu. Bayangan anak kembar yang lucu muncul dalam otaknya.

"Astaga, Brian! Kau hampir saja membuat aku jantungan." Elena menatap Brian kesal dan marah. Dia mengusap perutnya. Ada sedikit nyeri disana akibat seatbelt yang ditarik tubuhnya hingga menekan perut.

Ucapan Elena menyadarkan Brian dari lamunannya dan melihat wajah Elena yang meringis, Brian dengan sigap menatapnya. Pandangan matanya berubah penuh kekhawatiran.

"Kau baik-baik saja?" tubuh Brian condong mendekat dan menghadap Elena.

"Dasar bodoh!" maki Elena, tangannya memukul pundak Brian.

"Untung saja kita sudah ada di area parkir rumah sakit, jika tidak. Aku yakin akan ada kecelakaan beruntun akibat kebodohanmu yang menggerem mendadak," oceh Elena panjang lebar.

"Maaf. Aku sangat kaget mendengar pertanyaanmu. Aku tak pernah memikirkan akan memiliki anak kembar. Jangankan anak kembar, mendengar kau hamil saja aku sudah sangat bahagia."

Pancaran kejujuran dan tatapan intens Brian menghangatkan hati Elena. Ada perasaan yang tak bisa Elena katakan saat mendapatkan kata-kata itu. Tersanjung? Bahagia? Atau terharu? Entahlah, Elena tak tau. Dia hanya tersenyum menatap Brian.

Brian membalas senyuman itu. Tangannya mengusap kepala Elena pelan dan kembali berucap, "Maafkan aku."

Brian langsung berbalik dan kembali menjalankan mobil.

"Ayo parkirkan mobil dan segera periksa kondisimu. Semoga kejadian barusan tak menimbulkan dampak buruk bagimu."

....

Kini Elena sudah berbaring di atas brankar dengan atasan yang tersingkap, mempertontonkan perutnya yang kini sudah menyembul. Diana sudah mengoleskan gel ke atas perutnya. Wanita muda itu berdiri di sisi ranjang dan memegang alat scan usg. Sedangkan Brian berdiri di belakangnya.

"Lihat itu adalah bayimu." Diana fokus menatap layar yang menunjukkan hasil usg dengan sebelah tangan yang memegang alat yang diletakkan di atas perut Elena.

Brian dan Elena menatap lekat layar itu. Sebenarnya mereka tak mengerti akan gambar yang ditampilkan dalam layar itu. Yang mereka tau itu adalah anak mereka.

"Lihat, organ tubuhnya sudah mulai terbentuk. Sepertinya tak ada yang salah dengan perkembangannya. Tunggu ...." Diana terdiam dan dengan perlahan menggerakkan tangannya. Mencari posisi yang pas agar gambar di layar itu lebih jelas bentuknya.

"Kembar! Anak kalian kembar," pekik Diana antusias. Dia ikut bahagia akan hal itu. Diana menoleh ke arah Brian di belakangnya.

"Kembar? Kau yakin?" Brian menuntut jawaban Diana. Dia tak percaya.

"Ya, Brian."

"Kau tidak salah bukan. Coba periksa lagi," tuntut Brian. Dia tak ingin Diana memberikannya harapan palsu. Dia masih tak percaya akan hal itu.

Diana kembali menoleh ke layar dan menggerakkan kembali tangan kanannya.

"Lihat, ini satu janin terbentuk. Dan disini ada satu lagi yang terbentuk." Dengan perlahan Diana menjelaskannya. Memang benar ada dua janin yang terbentuk disana.

Elena hanya diam menatap layar itu. Matanya sudah berkaca-kaca. Itu adalah anaknya. Darah dagingnya yang kini berada di dalam rahimnya. Tak hanya ada satu tapi ada dua.

"Selamat Brian, kau akan menjadi ayah dari anak kembar." Brian menatap Diana lekat, mencari kebohongan dari mata sahabatnya itu. Dan seketika itu juga Brian memeluk Diana.

"Astaga, Diana. Ini sebuah keajaiban. Apa yang sudah kulakukan hingga mendapatkan keberuntungan sebanyak ini. Aku tak hanya mendapatkan satu anak tapi dua. Dua, Diana. Oh astaga." Teriakan kegembiraan Brian membuat Elena tersenyum lebar. Airmatanya sudah menetes sejak tadi. Dia sangat rerharu, bahagia dan juga ... sedih. Elena sadar bahwa sebahagia apapun dia saat ini, tapi anak itu bukanlah miliknya. Anak kembar itu milik Brian dan Elise.

Sesuai kesepakatan, Elena harus memberikan bayinya kepada mereka. Rasa itu mulai muncul dihatinya. Elena menyayangi anaknya. Darah dagingnya dan Elena menginginkannya. Bolehkah Elena memiliki salah satu dari bayi kembarnya? Anaknya kembar, bolehkah Elena memiliki salah satu dari mereka? Ya, Elena menginginkannya. Ingin merawat dan membesarkan anaknya. Elena harus membicarakan keinginannya ini dengan Brian. Brian dan Elise hanya menginginkan anak bukan. Mereka bisa memiliki satu anaknya dan Elena bisa merawat satu anaknya yang lain. Walau Elena masih ingin keduanya namun dia tak bisa menentang perjanjian itu.

Lama dengan segala pemikirannya. Elena tak sadar jika kini dia sudah selesai diperiksa. Elena bahkan tak sadar saat tadi Brian memeluk dan mencium keningnya. Wanita itu terlalu larut dalam pemikirannya.

Saat mereka keluar dari ruangan Diana. Elena menahan tangan Brian. Dia harus mengatakannya saat ini juga. Sebelum pria itu mengklaim kedua anak kembarnya. Dan menutup kemungkinan Elena memiliki salah satunya.

"Brian, aku ingin berbicara."

"Kita bicarakan di rumah ya. Aku yakin Elise sudah tak sabar menunggu kita."

"Tidak, aku ingin bicara saat ini juga." Harus saat ini sebelum Elena kehilangan keberaniannya. Itu sebabnya dia bersikeras menarik tangan Brian untuk duduk di salah satu kursi tunggu yang ada di lorong itu.

"Apa yang ingin kau bicarakan?"

"Hmm, Brian." Elena meremas tali tas salempang yang dia kenakan. Gugup melanda.

"Apa?"

Elena menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Menguatkan hati dan tekadnya. Wanita itu menoleh dan menatap Brian tepat di matanya.

"Kita berdua sangat terkejut dengan fakta bahwa baby tak hanya ada satu tapi dua. Dan aku juga sangat bahagia akan hal itu." Elena menjelaskan dengan perlahan. Dia tak ingin menembak Brian dengan pertanyaaan langsung.

"Sesuai dengan kesepakatan, setelah baby lahir dia akan menjadi milikmu dan Elise." Brian masih terdiam mendengarkan apa yang ingin Elena katakan.

"Dan di dalam kesepakatan juga tak disebutkan perihal bayi kembar. Kalian hanya membutuhkan satu bayi. Jadi ... aku menginginkan bayi yang satunya lagi."

"Maksudmu?"

"Brian, aku hamil dua bayi. Satu bayi menjadi milikmu dan aku menginginkan bayi yang satunya lagi." Elena mengatakan itu dengan penuh keyakinan.

"Apa?!" teriakan Brian menggema ke penjuru lorong rumah sakit.

"Apa kau bilang? Kau menginginkan baby?" Ada ketidaksukaan dan amarah dalam nada suara Brian. Bahkan nadanya naik satu oktaf.

"Brian, ada dua baby. Kalian hanya membutuhkan satu bayi dan aku menginginkan bayi yang satunya lagi."

"Tidak! Kedua bayi itu milik kami. Sesuai kesepakatan bayi yang kau kandung adalah milikku dan Elise."

"Brian, kau membutuhkan penurus dan cucu untuk Mommy-mu kan. Jadi satu bayi sudah cukup. Jadi, biarkan aku memiliki bayi yang satunya."

"Tidak, sekali tidak tetap tidak Elena."

"Brian, kumohon. Aku ingin membesarkan dan merawatnya. Kumohon ijinkan aku memiliki salah satu dari mereka."

"Elena, kesepakatan tetaplah kesepakatan."

"Brian," panggil Elena dengan nada putus asa. Dia sangat menginginkan bayi itu. Dia tak akan egois dan tak akan mengingkari kesepakatan dengan merelakan satu anaknya diasuh dan dimiliki Brian juga Elise. Tapi izinkan dia merawat satu bayinya.

Dering ponsel membuat Brian mengalihkan pandangan. Pria itu merogoh saku celana dan mengeluarkan ponselnya. Elise menelpon.

Chapitre suivant