Fruit 12: Murid Baru Lagi
=[Author POV]=
Pagi ini di kelas 2 Fis A, suasana tampak lengang. Tak ada lagi keributan mencontek PR seperti sebelumnya. Andrea menolak keras teman-teman yang biasanya merengek minta menyalin PR. Dia sudah sakit hati pada mereka atas kejadian kemarin. Dan tampaknya teman-temannya juga sudah tak mau lagi berurusan dengan Andrea.
"Ndre, kamu liat bolpen DR-ku?"
Andrea menoleh ke Shelly yang sedang heboh mengacak-acak tasnya. "Nggak, beb. Kamu sih gak nyiapin itu semalem. Malahan nonton Barb**"
"Isshh~ aku kan sibuk ngurus luka kamu juga, Ndre," tangkis Shelly tak mau kalah.
"Oh iya yah, hehe." Si tomboi memberikan cengiran, lalu mengernyit tatkala hidungnya dicubit sohib kentalnya.
Semalam mereka memang cukup heboh sekaligus panik karena luka itu bagai tak berhenti melelehkan darah. Shelly sudah memaksa untuk membawanya ke rumah sakit untuk minta dijahit, tapi Andrea bersikeras menolak. Bahkan sudah dibujuk akan dibelikan apapun yang Andrea mau, seperti pizza atau tiramisu kesukaan Andrea, gadis tomboi itu tetap menolak keras.
"Pokoknya aku bakal lari minggat dari sini dan gak mau lagi kenal kamu kalo kamu maksa, beb!" pekik Andrea semalam. Shelly pun menyerah. Akhirnya mereka pun sibuk mengobati lengan Andrea dengan obat-obatan apa adanya. Lantai kamar Shelly yang berlapiskan karpet tebal penuh akan tisu bernoda darah. Satu box penuh tisu nyaris habis hanya untuk menyeka dan menyerap darah Andrea.
Anehnya, meski darah yang keluar begitu banyak, Andrea tidak merasa anemia atau pucat. Shelly takjub melihatnya, dan pemikiran sederhananya yang lugu cuma menyangka bahwa Andrea kuat dan daya tahannya tinggi. Itu saja.
Ternyata sikap penolakan Andrea di bawa ke Rumah Sakit itu didasari atas ketakutan si tomboi pada jarum. Wohohoo~ begitu rupanya. Berkat ini, Shelly jadi tau bahwa sahabatnya amat takut dengan jarum.
"Ahh! Ketemu!" seru Shelly penuh wajah sumringah menemukan bolpen yang dia cari. "Hahaha, ternyata nyelip di buku sejarah."
"Tuh kan, dasar nenek-nenek." Andrea ganti mencubit hidung Shelly, gemas.
"Awwhh, Ndre sakiitt~ ntar tambah mancung gimana?" Shelly memegangi hidung korban bully ringan dari Andrea yang sedang terkekeh.
SRIINNGG~
"Urrfsshh!" Andrea seketika mengaduh membuat Shelly lekas menoleh ke lengan si tomboi. Mereka berdua benar-benar kuatir luka itu akan membuka lagi setelah semalaman mereka sibuk menutupnya dengan obat luka seadanya yang Shelly punya.
FWOOSSHH~
Dante lewat di dekat bangku kedua gadis yang sedang fokus pada luka di lengan Andrea. Netra legamnya melirik sekilas ke Andrea diiringi segaris senyum seringai yang tertangkap mata Andrea.
BRAK!
Andrea sudah bangkit berdiri namun Shelly menahannya dan memaksa tubuh Andrea kembali duduk. Rupanya asumsi Andrea makin yakin bahwa memang Dante yang menyebabkan luka itu entah bagaimana prosedurnya. Dia hanya menaruh asumsi bahwa Dante pakai ilmu santet pada Andrea. Itu saja. Walau itu terdengar norak, tapi hanya hal demikian yang bisa masuk ke penalaran Andrea.
"Ndre, jangan. Lebih baik nggak perlu berurusan dengan dia, Ndre. Aku.. aku punya firasat buruk tentang dia." Shelly memelas menatap Andrea yang tengah berkobar dalam emosi. Ia tau persis tabiat sahabatnya yang mudah emosi, apalagi kalau merasa dirinya benar.
"Tapi, beb, dia---" Dan Andrea pun surut setelah mendapatkan senyuman lembut Shelly beserta elusan pada lengannya, memaksakan dirinya diam meski hatinya berkobar ingin memaki Dante.
Tetapi, bila memaki Dante, apa tujuannya? Toh Dante hanya lewat di samping bangku mereka. Mengenai luka yang selalu kambuh tiap ada Dante? Memangnya apa hubungan luka itu dengan si bule? Bukankah Andrea akan diketawakan seisi kelas jika dia menuduh Dante sudah melakukan santet padanya dan memberinya luka? Andrea tau dia takkan bisa membuktikan itu. Justru dia akan semakin dipandang negatif, seperti misalnya dianggap kesal karena Dante merebut perhatian seisi kelas?
Andrea bisa bersumpah bahwa dirinya sama sekali tidak peduli apakah Dante jadi top idol di sekolah atau di dunia sekaligus. Dia hanya tak terima jika menjadi bulan-bulanan Dante begini. Apalagi ini sudah menyangkut masalah fisik!
"Hurrmmhh~" si tomboi menderam menahan diri. Ujung matanya melirik benci ke Dante yang duduk di belakangnya.
Yang dilirik malahan senyum mengejek, alias menyeringai. Tentu bisa dibayangkan bagaimana panasnya Andrea. Namun, lagi-lagi Shelly tampil sebagai penyejuk di tengah menggelegaknya kobaran bara dari sukma sang sahabat.
"Kenapa kau menggeram seperti anjing?" Dante malah memprovokasi terang-terangan. Suaranya lirih tapi Andrea bisa jelas mendengar. Leon hari ini tidak masuk sekolah, entah kenapa.
"Bangsat lu, yah!" Andrea nyaris menjulurkan tinjunya ke arah Dante yang sudah memundurkan punggungnya di kursi saat tangan seputih giok murni milik Shelly menahan.
Shelly lagi-lagi menggeleng ke Andrea.
"Beb, kamu liat sendiri kan gimana dia ngatain aku?!" raung Andrea tak terima. Para siswi menoleh ke Andrea, ingin tau ada apa.
"Udah, abaikan saja," tutur lembut Shelly. "Kan ada pepatah, anjing menggonggong kafilah berlalu? Benar, kan?" Shelly buraikan senyum hangatnya ke Andrea.
"Ah, ya benar! Dia emang lagi gonggong ke aku, hahah!" Andrea akhirnya merasa senang. Tak diduga sahabatnya memberikan kalimat yang sesuai.
Kini ganti Dante yang menggeram marah karena dianggap anjing menggonggong.
"Heh, anjing yang baek kagak boleh menggeram gitu ke majikannya, yah!" sombong Andrea puas.
"Lihat saja nanti apa kau masih bisa tersenyum menjijikkan seperti itu nantinya!" geram Dante.
"Dante," sergah Shelly. "Kenapa, sih kamu selalu menyusahkan Andrea? Memangnya Andrea salah apa ke kamu? Ada dendam apa antara kalian? Bukankah lebih baik kalau kita semua berteman dengan benar?" Shelly menatap ke Dante, berharap Dante bisa melunak hatinya. Apalagi Shelly mengucapkannya dengan nada lembut, bukan untuk mencari permusuhan.
"Kau tak usah ikut campur urusanku!" dengus Dante ke Shelly, membuat gadis lugu itu tersentak kaget.
Andrea makin meradang melihatnya. Ia kian tak terima Dante memperlakukan bebebnya sekasar itu. "Lo emang bajingan bangsat!"
RIIIIINGGG~
Saved by the bell --- kata orang Amerika sana.
Andrea terpaksa menelan kemarahannya. Ini sudah jam pelajaran, dan guru akan datang dalam hitungan menit yang cepat.
Waktu bergulir cepat hingga tanpa terasa sudah memasuki jam ketiga. Para siswa sudah mulai terlihat gelisah di berbagai sudut karena sebentar lagi jam rehat pertama datang.
Belum juga jam ketiga usai, tiba-tiba kelas dimasuki oleh Wakil Kepsek, Bu Danti. Ada apa lagi?
"Anak-anak. Karena kelas kalian yang paling sedikit jumlah siswanya di antara kelas 2 Fis lainnya, maka setiap ada siswa baru, kelas kalian lah yang akan menampungnya." Haduh Bu, menampung? Seperti bocoran hujan saja musti ditampung.
Dan setelah prolog sinngkat dari Bu Wakepsek, semua siswa langsung kasak-kusuk sibuk menerka soal siswa baru yang akan datang ke kelas itu. Mereka antusias berharap siswa baru ini juga setampan Dante, berdarah luar negeri, dan segala pesona apapun. Siswa lelaki justru berharap kali ini kelas mereka kedatangan siswa baru perempuan agar membawa kesejukan baru bagi para lelaki.
Saat semua siswa dan siswi menanti dengan debar-debar indah penuh harap, tidak demikian dengan Dante. Mukanya mendadak menegang. Gerahamnya saling beradu menyebabkan rahangnya mengeras tegas. Matanya berubah warna, dari coklat ke merah magenta.
Kenapa? Apa kalian mengharap muncul sepasang taring nan seksi di deretan giginya? Hohoo~ tidak, kok. Kebetulan tidak, karena Dante memang bukan makhluk penghisap darah yang terkenal itu.
Apa yang membuat Dante terlihat geram dan waspada?
Sementara, Andre dan Shelly menanggapi biasa-biasa saja tentang pengumuman mengenai akan adanya siswa baru di kelas mereka. Apalagi Andrea, dia jenis orang yang bisa bertingkah acuh tak acuh pada apapun. Baginya, siswa baru itu cuma orang yang datang ke kelas untuk belajar bersama, tak lebih, dan tak perlu diributkan. Se-simple itu benak Andrea memikirkannya.
Sedangkan Shelly, karena dia bukan tipe agresif atau tipe heboh, dia juga merasa hampir sama seperti Andrea. Baginya yang lugu dan polos, ada siswa baru atau tidak, tak akan membawa dampak pengaruh padanya. Toh dia sudah mempunyai Andrea sebagai sahabat terbaik. Shelly hanya ingin belajar dan mendapatkan nilai baik bersama Andrea agar bisa menyelamatkan muka kedua orang tuanya. Itu saja.