webnovel

Alkoholisme (4)

Éditeur: Wave Literature

Minuman keras yang mengalir ke tenggorokan Chen Yu bagaikan api yang membakar, membuatnya terbatuk-batuk. Chen Yu tidak bisa menampung minuman itu sehingga ada yang mengalir turun ke pipinya.

"Chen Yu!" seru kedua teman Chen Yu sambil bergegas maju, tapi mereka terhalang oleh Yao Jie. Keduanya terhenti dan menatap dalam cemas.

"Hentikan! Lepaskan dia, biarkan aku saja yang minum," teriak Yang Yuxi. 

"Nah, itu benar. Jika tadi kamu menganggukan kepala lebih awal, dia tidak perlu menerima siksaan itu." tutur Yao Jie sambil menyerahkan minumannya ke Yang Yuxi. 

Sambil mengerutkan keningnya, Yang Yuxi pun langsung meneguk minuman beralkohol itu. Dia kemudian menatap marah pada Yao Jie dan berkata, "Alkoholnya sudah kuminum, sekarang kami bisa pergi kan?"

"Tentu saja," ucap Yao Jie sambil melambaikan tangannya agar pada pesuruhnya melepaskan Chen Yu. 

"Chen Yu, kamu baik-baik saja, kan?" Tanya Yang Yuxi yang kemudian melangkah maju untuk menopang Chen Yu. Mereka dan kedua teman Chen Yu pun keluar dari bar.

"Kak Jie, apa kamu benar-benar membiarkannya pergi begitu saja?" Tanya pria yang ditabrak Yang Yuxi tadi. 

"Bagaimana mungkin, minuman untuk gadis itu sudah ditaruh obat tidur dosis tinggi. Tak lama lagi, dia akan pingsan. Sana pergi dan lihat hasilnya, jangan sampai direbut orang lain," kata Yao Jie sambil mengutus beberapa orang pergi.

"Chen Yu, ayo kembali ke sekolah. Jangan keluar untuk bergaul di tempat seperti ini" tutur Yang Yuxi menasehati

"Urusanku bukan urusanmu." ucap Chen Yu dengan dingin. Dia menghempaskan tangan Yang Yuxi kemudian berlari menjauh. Tangannya tergenggam erat di dada hingga hingga kukunya menembus ke dalam ke telapak tangannya. Tetapi Chen Yu tidak merasakan sakit sama sekali. Ada api menyala di hatinya, seiring dengan penghinaan karena dicekoki alkohol, timbul keinginan akan kekuatan dan status yang kuat.

Yang Yuxi baru saja ingin mengejar Chen Yu saat datang hembusan angin bertiup yang membuat kepalanya pusing. Dia tertegun dan berkata, "Celaka, ini obat bius." Jantungnya berdetak kencang, tapi dia tidak bisa mengeluarkan suara. Ketika dia membuka mulut, kelopak matanya begitu berat sehingga dia pun terjatuh karena lemas.

"Bu Guru Yang, apakah kamu baik-baik saja?" Tanya Yao Jie yang keluar dari bar hanya untuk melihat Yang Yuxi yang telah lemas. Dia melangkah maju dan merangkul bahunya

"Lepaskan aku!" Ucap Yang Yuxi sambil memberontak.

"Guru Yang, kamu sudah minum terlalu banyak," kata Yao Jie sambil menyeret Yang Yuxi.

"Lepaskan aku! Aku tidak mengenalmu." Yang Yuxi memberontak, tetapi apa daya tenaganya tidak sekuat pria. Apalagi dia terkena obat bius saat ini, pusing pada kepalanya membuatnya lemas. Percuma saja dia memberontak. 

"Guru Yang, tunggu sebentar ya. Mobil akan segera tiba, aku akan membawamu pulang," ucap Yao Jie.

"Mobilnya sudah tiba, aku akan mengantarmu pulang," bisik Yao Jie. Dia mengatakannya seolah-olah dekat dengan Yang Yuxi. Orang lain pasti akan mengira kalau mereka saling kenal. Setelah itu, terdengar suara pintu mobil terbuka, dia pun menariknya masuk. 

Tapi yang Yuxi segera meraih pintu mobil dengan satu tangan dan menolak untuk naik. Akal sehatnya masih cukup sadar untuk bisa menolak dan meminta bantuan, lalu dia berteriak, "Aku tidak ingin masuk ke dalam mobil, aku tidak mengenalmu. Siapa pun tolong aku!" Beberapa orang yang melihat keadaannya, menunjukkan keragu-raguan. Pasalnya, dia berada di bawah pengawasan Yao Jie, anggotanya pun masih mengamati dari kejauhan.

Sementara itu, di seberang jalan, tampak sebuah mobil hitam berhenti. Ye Ming duduk diam di dalam mobilnya, hanya memandang Yang Yuxi melalui jendela. Dia terkejut melihatnya, matanya penuh dengan rasa tidak percaya.

"Apakah itu benar dia?" Tanya Ye Ming.

Suasana hati Ye Ming menjadi naik turun, dia tidak bisa tenang untuk beberapa waktu. Sebenarnya, dia sudah berada di sini ketika Yang Yuxi keluar dari bar dan melihat bagaimana rambutnya berkibar karena tiupan angin. Sosoknya mirip dengan sketsa di lukisan setengah jadi itu, persis seperti bayangan yang tercetak di lubuk hatinya yang telah lama mengisi benaknya.

Chapitre suivant