webnovel

Aku Satu-Satunya Yang Bisa Kamu Andalkan

Éditeur: Wave Literature

Ia sepertinya menyadarinya, jadi ia tersenyum, "Oke, akan kupanggil Qianqiu setelah ini."

Aku berusaha meredakan jantungku yang berdetak sangat cepat. Aku takut ada orang lain yang mendengarnya. Untungnya, musik di bar ini keras sehingga percakapanku dengan Xu Shengze tidak akan terdengar oleh siapapun. 

Nama Xiaoqi sudah hampir tiga tahun tidak digunakan oleh siapapun untuk memanggilku. Nama itu telah terlupakan dan terkubur jauh di dalam hatiku, tertutupi lapisan debu yang tidak pernah dibersihkan, dan ditelantarkan olehku seperti sepatu lama yang sudah tidak layak untuk dipakai. Aku tidak ingin menyebutnya lagi. 

Tiba-tiba aku teringat saat berada di aula dunia bawah, aku mengucapkan dua kata ini ke Bei Mingyan. Aku bahkan tidak tahu mengapa aku memberitahunya rahasia yang sudah kukubur dalam-dalam di hatiku.

Dengan lembut aku menggelengkan kepala, tidak mau memikirkannya lagi dan bertanya pada Xu Shengze, "Kamu memanggilku ke sini, bukan hanya ingin memberitahuku untuk berhati-hati di universitas, kan? Tidak perlu memberitahuku, aku juga sudah tahu itu. "

Xu Shengze menuangkan setengah gelas anggur merah lagi untukku dan perlahan berkata, "Tidak bisakah aku memanggilmu tanpa alasan? Setelah kuliah, aku tidak bisa sering melihatmu. Aku akan merindukanmu."

Aku berdiri, meletakkan gelas di atas meja, dan berbalik pergi. Tiba-tiba ia memanggilku.

Aku berbalik dan Xu Shengze memberiku sebuah sketsa berwarna dengan wajahku yang terlukis di dalam kanvas.

"Apakah aku digambarkan seperti itu?" 

Aku mengambil gambar itu dan mengamatinya dengan seksama. Aku menggelengkan kepala, "Tidak, aku tidak punya tahi lalat di bibirku." 

Ia tersenyum lembut, "Kurasa lebih baik jika kamu punya tahi lalat di bibirmu." 

Aku mencaci dalam hati kemudian tersenyum, "Kalau begitu pergi saja ke seorang wanita dengan tahi lalat di bibirnya. Jangan menggangguku." 

Setelah mengatakannya, aku berbalik dan berjalan keluar dari bar tanpa membawa sketsa itu.

Saat itu, angin malam datang berhembus. Di akhir musim panas ini, cuaca terasa sangat sejuk dan aku semakin merapatkan pakaian rajutku. Saat aku melambaikan tangan untuk menghentikan taksi, tiba-tiba aku merasakan mantel tebal tersampir di bahuku. 

Aku membalikkan badan dan melihat Bei Mingyan sudah berdiri di belakangku. Ia menegur dengan lembut, "Kenapa pergi keluar tidak memakai pakaian lebih." 

Ia menarikku ke pelukannya dan aku hanya bisa tertawa, "Sebenarnya tubuhmu lah yang paling dingin." 

Malam itu saat perjalanan pulang, Bei Mingyan benar-benar menutup mulutnya rapat-rapat. Ia hanya memegang pundakku dan tidak berbicara apapun. Aku melihat pandangan matanya yang serius dan aku tahu pasti ia melihatku pergi ke bar Xu Shengze dan ia merasa tidak senang dengan hal itu. 

Sesampainya di kamar, Bei Mingyan menatapku dan bertanya, "Apa hubunganmu dengannya?" 

"Teman biasa." 

Tiba-tiba ia menarik daguku. 

Berbeda dengan yang dulu, kali ini ia memegangnya dengan keras. Aku tidak bisa menahan tangis kesakitan. 

"Apakah ada rahasia diantara teman biasa? Huh? Xiaoqi." Mata elang Bei Mingyan terlihat sangat serius dan tidak ada kelembutan yang nampak dalam matanya.

Aku tahu, ia benar-benar marah kali ini. 

Aku belum pernah melihat matanya yang sedingin saat ini, jadi aku berusaha untuk membujuknya, "Kamu salah paham. Aku tidak punya rahasia dengannya. Ia hanya tahu nama asliku adalah Xiaoqi." 

"Masih berbohong." Bei Mingyan menyipitkan matanya dan wajah tampan itu terlihat sangat suram. 

Aku ingin menjelaskan lebih lanjut, tetapi ia sudah mengangkat tubuhku ke udara lalu menjatuhkannya ke ranjang yang besar dan lembut. 

"Jika aku tidak menghukummu, kamu tidak akan mengatakan yang sebenarnya."

Aku menyaksikan dengan ngeri tangannya yang besar berada di tubuhku. Dalam sekejap, semua pakaianku terlepas tanpa sehelaipun menempel di tubuhku. Aku merasa malu dan dengan cepat menarik selimut untuk menutupi tubuhku. 

Tetapi ia menarik selimut itu kuat-kuat. 

Aku memandang wajahnya yang sedingin es. Tiba-tiba tangannya yang dingin meraih pergelangan kakiku dan menyeretku ke bawahnya.

Aku dapat dengan jelas merasakan kemarahan yang dari sorot matanya. Aku hanya bisa berseru, "Jangan sentuh aku. Aku akan memberitahumu, aku akan memberitahumu." 

Kemudian ia menghentikan tangan besarnya yang bergerak di antara kedua kakiku dan wajahnya terangkat dengan tampang masam, menungguku berbicara.

"Nama asliku bukan Xia Qianqiu. Namaku Xiao Qi. Aku seorang yatim piatu. Aku diadopsi oleh keluarga Xu Shengze ketika aku masih kecil."

Tubuhku lemas dan merasa sudah tidak tertopang lagi oleh tulang. Tatapan Bei Mingyan yang tajam yang membuatku tak mampu untuk membohonginya lagi. 

"Xia Qianqiu yang sebenarnya telah meninggal tiga tahun lalu. Xu Shengze adalah teman baik Xia Cheng selama bertahun-tahun. Dia tidak tahan melihat keluarga teman lamanya menderita karena kehilangan putrinya. Jadi karena wajahku mirip dengan Xia Qianqiu, Xu Shengze memberikanku kepada Xia Cheng dan tinggal di keluarga Xia. "

Aku mengatakannya dalam satu nafas dan kemudian aku sudah tidak mampu berkata-kata lagi. Aku pikir aku tidak akan pernah mengatakan apapun tentang kisah hidupku kepada orang lain, tetapi ternyata aku malah memberitahu tahu Bei Mingyan, pangeran hantu dari neraka. 

Setelah beberapa saat, Bei Mingyan akhirnya tersenyum perlahan. Ia membelai rambutku dengan lembut dan berkata, "Tidak heran kamu memintaku memanggilmu Xiaoqi. Mulai sekarang, aku akan memanggilmu Xiaoqi."

Aku ingin mengajukan keberatan. Tetapi setelah kupikir ulang, tidak ada orang lain yang bisa melihatnya atau mendengarnya kecuali diriku sendiri. Jadi aku membiarkannya memanggilku Xiaoqi. 

Ia tidak meminta detil ceritaku lebih lanjut, seperti bagaimana Xia Qianqiu yang sebenarnya meninggal dan mengapa aku bisa terlihat seperti dia. Mungkin Bei Mingyan sama sekali tidak peduli tentang ini. Ia hanya peduli tentang rahasia apa yang Xu Shengze dan aku miliki bersama.

Aku masih bersembunyi di bawah selimut untuk menutupi tubuhku. Ia melihat wajahku yang merah, mau tidak mau aku memalingkan wajahku darinya. Ia mengusap kepalaku dan berkata, "Yakinlah, suamimu akan merahasiakannya untukmu." 

Aura dingin di mata menghilang, ia mencium jejak air mataku dan dengan lembut membuka mulutnya, "Mulai sekarang, Aku, Bei Mingyan adalah satu-satunya yang bisa kamu andalkan. Saat kamu lelah, kesepian dan sedih, kamu hanya boleh menangis dalam pelukanku. Jika kamu berani bicara kepada pria lain, bahkan melihat mereka sekali lagi saja, aku akan mengirim orang itu ke neraka dan membuatnya tidak bisa hidup selamanya."

Saat aku mendengarkan pernyataannya yang semena-mena, aku merasa tertegun, tetapi aku merasakan ada getaran hangat yang menjalar di hatiku. 

Tiba-tiba ia menarikku ke dalam pelukannya. 

"Jika suatu hari nanti kamu mengkhianatiku, aku akan membunuhmu."

Aku tersenyum. Aku melingkarkan tanganku di lehernya, lalu menatap matanya dan bertanya, "Bagaimana kalau kamu yang mengkhianatiku?"

Bei Mingyan tersenyum, "Kalau begitu buat aku jatuh ke dalam 18 lapisan neraka dan menanggung setiap lapisan hukuman paling kejam."

Aku tidak bisa menahan tawa dan mengatakan kenyataan yang ada, "Kamulah yang menguasai neraka lantai 18. Apapun hukuman terberat itu pasti akan terasa ringan bagimu."

Ia memelukku dengan lembut malam itu dan tidak menyentuhku lagi.

Terkadang aku merasa bahwa aku terlalu kejam. Aku bisa melihatnya dengan jelas, menyentuhnya, dan tidur bersama setiap hari; tetapi aku hanya tidak ingin ia menembus garis pertahanan terakhirku. Aku tidak tahu apakah ia masih bisa menekan keinginannya seperti ini.

Aku tertidur dengan segera karena merasa nyaman berbaring di lengannya.

Pagi berikutnya, ayah mengantarku ke universitas.

Hari ini adalah hari laporan Universitas. Mulai sekarang, aku akan memulai kehidupan baru.

Sambil menyeret koper, aku pergi ke tempat pendaftaran mahasiswa baru. Aku melihat seorang gadis dengan wajah pucat berdiri di dekatku.

Matanya yang acuh tak acuh serta wajah yang dingin dan pucat terlihat tak asing bagiku.

Aku tidak mengenalinya sampai ia berbalik dan menatapku.

Chapitre suivant