webnovel

Istri Yang Mulia

Éditeur: Wave Literature

Bei Mingyan melanjutkan, "Roh Hantu hanya ada pada hantu baju merah dan hantu baju hijau, tetapi keberadaannya pun sangat jarang. Ini sudah menjadi masalah besar." 

"Jadi kamu ingin aku menemukan benda ini bersamamu?" 

Ia tersenyum dan berkata, "Kamu memiliki tubuh yang langka. Kamu bisa menarik hantu untuk mendekat. Aku sudah pernah bilang, bukan hanya aku, tetapi ada banyak hantu yang sedang memperhatikanmu." 

Setiap kali aku mendengar ia berbicara tentang hal itu, aku merasa tujuan hidupku hanya untuk menikahinya saja.

Aku mendengar desahan dari Bei Mingyan, "Karena aku melanggar hukum, aku ditahan oleh raja neraka. Banyak yang mengatakan bahwa dia telah menahan sebagian ingatanku." 

Ia mengatakan hal tersebut dengan wajah meremehkan. Meskipun raja neraka berada di atas pangeran hantu, tetapi aku tidak merasa takut kepadanya. 

Aku tidak tahu harus berkata apa. Lagi pula, dunianya terlalu asing bagiku. 

"Jika aku bisa mendapatkan cukup banyak hantu, maka aku bisa membuka segel dan terbebas. Dan yang paling penting, aku dapat memulihkan sebagian ingatanku yang hilang. 

Aku balas menatapnya. Dalam kegelapan, aku bisa sekilas melihat mata elangnya, tetapi wajahnya terlihat sangat kesepian. Aku belum pernah melihat ekspresi itu sebelumnya dan jarang sekali muncul di wajah si tampan itu. 

"Apakah ingatan itu begitu penting?" 

Ia tampak tersenyum, "Apa kamu pernah kehilangan ingatan?" 

Entah kenapa, aku tiba-tiba terkejut. Aku langsung menyeringai beberapa kali, "Tentu saja tidak, bahkan jika aku benar-benar kehilangan, bagaimana aku bisa tahu."

Ia membungkuk dan tertawa, "Ya, bagaimana bisa aku mengajukan pertanyaan bodoh seperti itu."

Aku tidak tahu kapan aku tertidur. Terakhir yang aku ingat, aku sedang berbaring di lengan Bei Mingyan dan kami saling berbicara satu sama lain. Setelahnya, kesadaranku perlahan kabur...

Setelah merasa lelah karena perjalanan panjang, aku tidur dengan sangat nyenyak malam ini. 

Samar-samar, aku merasakan ada semacam cairan kental menetes di wajah. Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak menggosok wajahku. 

Kemudian tangan yang dingin menyentuh lenganku. Aku merasa seperti ada yang berbisik di telinga, "Lengan yang mulus." 

Ketika tangan yang dingin itu menyentuh wajahku, aku tiba-tiba terbangun, dan aku melihat sepasang bola mata yang hampir menempel di mataku.

Aku sangat ketakutan sehingga aku menjerit, tetapi tangan es itu langsung membekap mulutku, seolah-olah takut aku akan membangunkan orang lain.

Aku baru bisa melihatnya dengan jelas. Seorang pria berdiri dengan wajah pucat dan seluruh matanya berwarna putih. Aku tidak bisa menemukan pupil matanya. 

Dia mengenakan setelan berwarna kuning dan menatapku dengan seringai di wajahnya. Ia menunjukkan ekspresi cemberut, wajahnya terlihat sangat aneh. Aku tidak tahu hantu itu datang dari mana. 

Aku menyentuh wajahku dan baru menyadari bahwa cairan yang ada di wajahku berasal dari tetesan air liur hantu itu. Mual di perutku berubah menjadi kemarahan. 

Aku meninju wajah hantu itu. Ia tampaknya tidak siap menerima pukulan dariku. Ketika ia balas memukul, aku limbung dan jatuh ke lantai. 

Aku buru-buru duduk dan melangkah mundur, kulihat hantu ini mengenakan mantel kuning, pasti hantu kuning, apakah hantu ini tingkat pertama? Aku mencoba mengingat kata-kata Bei Mingyan sebelum tidur, tetapi aku tidak bisa mengingatnya.

Bei Mingyan! Aku spontan menyentuh sisi lain tempat tidur, dan Bei Mingyan tidak ada di sana.

Bei Mingyan hilang! 

Saat aku menyadarinya, aku langsung merasakan ketakutan yang luar biasa. Jantungku berdegup tidak karuan. Aku melihat hantu lelaki yang jatuh ke tanah membalikkan badan pada sudut yang sangat tidak wajar. Ia masih memasang wajah tersenyum, berjongkok, lalu merangkak di atasku.

Aku sangat ketakutan. Aku memikirkan koin emas di pergelangan tanganku. Aku tidak tahu bagaimana cara untuk memunculkannya. Aku mencoba mengarahkan pergelangan tanganku ke depan dada tetapi tidak terjadi apapun.

Benda yang diberikan Bei Mingyan kepadaku bahkan tidak bisa diandalkan. Padahal ia mengatakan kalau koin emas ini akan muncul secara otomatis apabila aku diserang oleh hantu dan juga membantuku untuk mengusir roh-roh jahat. 

Saat ini koin emas sama saja seperti Bei Mingyan, hilang entah kemana. 

Hantu laki-laki itu naik ke tempat tidurku dengan tersenyum lebar, air liur mengalir sepanjang jalan, dan aku berteriak, "Kau mengotori sepraiku!"

Tiba-tiba aku menyadari, mengapa divsituasi segenting ini justru aku masih memikirkan seprai.

Aku berguling dan jatuh ke lantai. Aku tidak tahu apakah hantu ini sama dengan hantu putih yang takut pada tinju dan tendangan kakiku. Aku melihatnya baru saja menjatuhkan diri ke lantai dan merangkak ke arahku tanpa rasa takut. Aku rasa hal buruk akan terjadi. Aku bergegas lari menjauh. 

Tepat ketika aku hendak meraih pegangan pintu kamarku, tiba-tiba muncul bayangan pedang dari jendela bersamaan dengan angin kencang.

Keluarga kami tinggal di daerah perumahan orang-orang kaya. Keamanan selalu ketat, jadi pada malam pertengahan musim panas, aku selalu membuka jendela saat tidur.

Aku melihat bayangan pedang melompat masuk dari jendela kamarku dan langsung mengarah ke punggung hantu pria itu.

Bersamaan dengan teriakan kesakitannya, tubuhnya terjatuh ke lantai dan tidak lagi bergerak.

Aku dengan gugup bersembunyi di balik tempat tidur dan melihat sosok gelap dengan pedang panjang. Bayangan itu tidak bisa terlihat jelas karena pencahayaan yang minim, tetapi aku bisa dengan jelas merasakan bahwa ia bukanlah Bei Mingyan.

Segera setelahnya, ia berjongkok untuk menemukan diriku yang sedang bersembunyi. 

"Mohon ampun Putri, pengawalannya terlambat."

Putri? Panggilan macam apa ini? 

Melihatku hanya diam, sosok itu mengangkat kepala dan dengan ragu bertanya kepadaku, "Putri? Apakah Anda baik-baik saja?"

Di bawah sinar rembulan, aku samar-samar bisa melihatnya. Sosok itu adalah seorang pria muda. Ia mengenakan linen polos, dengan sepasang tanduk hitam kecil di kepalanya, wajahnya tampan, dan tubuhnya tinggi tegap. 

Detik berikutnya aku baru bisa memberikan respon. Ia adalah penjaga Bei Mingyan. Pria itu mengatakan tidak tahu kemana perginya Bei Mingyan. Be Mingyan menyuruh dirinya untuk menjagaku dari luar jendela.

Aku bangkit dan mengucapkan terima kasih. Ia berkata dengan acuh tak acuh, "Putri tidak perlu berterima kasih, ini sudah menjadi tugas Han Su."

Ia lalu melihat ke arah sepraiku yang masih ada air liur di atasnya. Kemudian ia bertepuk tangan dua kali, tanpa diduga tiba-tiba datang sepasang gadis muda mengenakan rompi istana. Mereka tiba-tiba saja muncul di kamarku tanpa aba-aba. Aku sangat terkejut dan terpana. Mereka terlihat seperti dua gadis yang pemalu.

Gadis-gadis itu membungkuk kepadaku dan berkata, "Para budak memberi hormat, Putri."

Aku tertawa beberapa kali. Ini pertama kalinya aku dipanggil dengan sebutan Putri, tetapi aku justru merasa sangat tidak nyaman.

  我急忙对少女们摆摆手道:"别叫我什么王妃,叫我夏千秋就好了,咱都是现代人了,别搞那么中二."

Aku buru-buru melambaikan tangan pada gadis-gadis itu, "Jangan panggil aku Putri, panggil aku Xia Qianqiu saja. Kalian semua orang modern, jangan melakukan hal seperti ini."

Kedua gadis itu tampak ketakutan. Mereka bergegas membuka suara dengan gugup, "Para budak tidak berani, Putri. Mereka dibedakan, bagaimana mereka bisa memanggil Putri dengan nama."

Dalam hati aku tidak menyetujui ucapan gadis itu. Tetapi melihat kedua gadis itu yang nampak ketakutan, aku hanya bisa mengangguk pasrah. 

Han Su masih berdiri di sana dengan tetap mempertahankan wajahnya yang tanpa ekspresi. Mata dinginnya mengawasi kedua gadis itu yang sedang berjongkok di lantai, "Tempat tidur Putri kotor, pergi dan ganti tempat tidur itu dengan yang bersih."

"Baik." Gadis-gadis itu mengangguk hormat.

Chapitre suivant