Sudah dua minggu semenjak diangkatnya para Agent baru di segala cabang Organisasi NEBULA. Tim Golden yang beranggotakan Rick, Regan, Horu, Kobra, dan Xeno sudah menjalankan beberapa misi. Syukurlah, semua misi yang mereka kerjakan belum ada satupun yang gagal. Di antaranya hanya belum tuntas, itu juga karena perintah Golden untuk menghentikan misi-misi tersebut.
Di ruang asrama tim, kini mereka tengah bersenang ria setelah mendapat cukup banyak uang dari hasil kerja keras mereka sebagai Agent. Golden pernah mengatakan, kalau mereka mampu mempertahankan kinerja baik tim, maka mereka akan naik pangkat sebagai tim tingkat menengah dengan gaji yang naik pula, serta tugas yang semakin sulit.
"WHOA!!!!! Senangnya banyak dapat uang!" teriak Rick baru saja keluar dari dapur sambil memeluk berbagai macam jenis kacang.
Teman-temannya yang berada di ruang kumpul keheranan melihat perilaku Rick terlihat bahagia dengan kacang-kacang yang ia bawa itu.
"Dari beberapa misi yang sudah kita selesaikan, uangnya aku gunakan buat beli berbagai macam jenis kacang."
"Eee…. Kau yakin menggunakan semua uang gajihanmu hanya untuk membeli kacang?" tanya Regan, setengah jijik ketika melihat binar-binar menggelikan dari Rick.
Rick mencibir Regan, "Ya enggak, lah. Pastinya lebih banyak kusisihkan buat ditabung. Masa, susah-susah ngumpulin duit cuma dipakai buat borong kacang? Kan tak sehat."
"Kau yang tak sehat," balas cibir Regan, "Enggak sadar sama diri sendiri kalau situ yang borong kacang."
Rick buang muka, enggan membalas Regan. Karena Rick sadar jika mereka terus-terusan berdebat, maka tak akan ada habisnya. Teman-teman mereka juga yang bakal kewalahan menengahi.
"Oh, iya! Omong-omong, kalian sendiri menggunakan uang gaji kalian buat apa?" tanya Rick antusias mengalihkan topik pembicaraan.
Regan malah kembali membalasnya dengan santai, "Kalau aku, pastinya digunakan untuk peningkatan kinerja senjataku."
"Siapa yang nanya?"
"Cuma ngasih tahu."
"Enggak mau tahu."
"Terserah."
Rasanya kepala Rick mau pecah kalau sudah berhadapan dengan makhluk albino bernama Regan Graciell itu.
"Kalau aku sendiri menggunakannya untuk menambah suku cadang anggota tubuh Cyborg-ku," kata Horu menghampiri keduanya. Dia tidak ingin sampai Regan maupun Rick mulai berseteru. "Untuk jaga-jaga, supaya kejadian seperti di Kota Wiise tidak terjadi lagi."
Rick heran ketika melihat kedua tangan Cyborg milik Horu sudah dilapisi oleh kulit palsu. Padahal setelah misi di Kota Wiise, Horu membiarkan kedua tangan Cyborg-nya tanpa kulit.
"Kau melapisi tangan Cyborg-mu dengan kulit palsu lagi?" tanya Rick, memperhatikan tekstur kulit tangan Horu sambil menopang dagu. "Padahal lebih keren tanpa kulit."
"Hanya sebagai pelindung tambahan. Kapan-kapan juga aku bisa melepas kulitnya jika aku mau."
"Sudahlah, Rick." Regan mendekati Rick, menyangga tangannya di bahu si pirang. "Cukup sensitif kalau kau membahas tentang penampilan tangan Cyborg Horu. Bagaimanapun, Cyborg juga lebih ingin memiliki anggota tubuh asli ketimbang pengganti."
"Hei, aku 'kan cuma berpendapat." Rick melepas kasar tangan Regan di bahunya, tidak suka jika pria berambut panjang itu sok akrab padanya.
Regan memutar bola mata jengah tanpa membalas Rick lagi.
Di saat itu pula, Xeno datang bersama Piyo di atas kepalanya sambil memeluk erat boneka anak ayam kuning berukuran besar. Pria tinggi-besar berwajah imut ini terlihat sangat senang dengan boneka baru itu.
"Xeno senang bisa beli boneka anak ayam baru, Pyo! Wajahnya imut seperti Piyo, Pyo!"
"Piyo!" sahut si robot anak ayam itu dengan senang.
"Benar 'kan, Pyo?" goda Xeno pada Piyo.
"Piyo!"
"Benar, kan?"
"Piiii….!"
"Benar, kaaaaaaan…?"
"PiiiiiiYOOO!!!"
"Ish! Menggemaskan sekali kalian!" Xeno menurunkan Piyo. Meletakannya di atas kepala boneka, lalu semakin memeluk erat boneka tersebut dengan gemas.
Horu tersenyum melihat betapa menggemaskannya perilaku Xeno, sedangkan Regan dan Rick malah dibuat merinding karena keanehannya. Bagaimana tidak merinding? Mereka ingat ketika sempat mendatangi kamar Xeno, isinya dipenuhi dengan berbagai macam pernak-pernik bertema ayam, mulai dari selimut, guling, boneka, sampai poster-posternya pun bertema anak ayam kuning.
Orang itu benar-benar terobsesi dengan anak ayam, rupanya.
"Bagaimana denganmu, Kobra?"
Rick menanyakan Kobra karena sedari tadi pria Emo itu bersantai di sofa sambil mendengarkan musik kesukaannya di earphone. Hampir saja Rick ingin berteriak karena Kobra sama sekali tidak merespon, tapi tidak jadi karena Kobra sudah lebih dulu melepas earphone ketika menyadari teman-temannya melihatnya.
"Tadi ngomong apa?"
Rick menarik nafas dalam-dalam, menghembuskannya. Dia memang jengkel, tapi tidak biasa dirinya mengomeli tipikal pria pendiam seperti Kobra. "Uang gajihanmu. Kau pakai buat beli apa?"
"Ooo…." Kobra menggulir layar tab yang sedang menyalakan musik kesukaannya, memperlihatkan beberapa koleksi album di sana, rata-rata berisi musik elektronik rock. "Aku gunakan untuk membeli semua koleksi album dari beberapa band rock kesukaanku. Di antaranya ada yang berkolaborasi dengan DJ musik elektronik ternama, lho. Asli! Musiknya enak-enak didengar."
"Pengen dengerin, dong…!"
Rick ingin tahu seperti apa musik yang dimaksud Kobra. Ia segera duduk di dekat Kobra sambil memasang earphone yang masih terhubung dengan tab. Rick juga suka mendengarkan musik elektronik rock, makanya ia penasaran untuk mendengarnya.
Setelah earphone dipasang, Kobra membunyikan salah satu musiknya. Kepala Rick langsung angguk-angguk dengan keras saking mengkhayati musik yang ia dengar. Kobra jadi turut senang jika ada yang menyukai musik dari band kesukaannya.
"Wih! Asik juga nih musik. Enggak bisa berhenti nge-headbang kalau sudah kayak begini," komentar Rick. Ia melepas earphone itu setelah dirasa cukup mendengarkannya. "Eh, nanti di transfer ke tabku, dong."
Buru-buru Kobra memeluk tabnya, enggan melakukan yang dipinta Rick. "Ogah. Beli dong, biar bisa mendukung musisi-musisinya."
"Ish! Pelit!"
Kawan-kawan lain malah tertawa melihat interaksi mereka berdua. Sesekali Horu dan Regan melontarkan ejekan pada Rick, membuat sang ketua mengeluarkan bahasa binatang seperti biasa. Tak apa, mereka sudah biasa memaklumi perilaku Rick yang kelewat toxic itu.
"Ada apa, sich? Pada rame bingitz…???"
"?!"
"BANGSAT!!!"
"Ya Tuhan?!"
"Kapten???"
"PYO?!"
Kelimanya langsung kaget menyadari kehadiran Golden tiba-tiba saja sudah terbaring santai dengan satu tangan menopang kepalanya di atas sofa tunggal. Sang kapten hanya memberi cengiran geli melihat ekspresi keterkejutan mereka yang bervariasi. Seperti biasa, Kobra hanya terlihat dengan raut wajah terkejut, Rick dengan mulut toxic-nya, Regan yang dikenal religius, Horu yang mudah mengetahui kehadirannya, dan Xeno dengan ucapan 'Pyo'-nya.
Karena kesal, Rick melemparkan bantal sofa hingga mengenai wajah Golden dan hanya direspon dengan tawa keras. "Nih om-om ngapain pakai muncul dadakan begini, sih? Pakai ngomong macam anak alay pula!"
"Yeee…. Daripada aku ngomong macam anak alay lagi kirim pesan. '4(empat)d@(at) 4(empat)f@(at), z1(satu)cH?! F4(empat)D@(at) Rrrrram3(tiga) 13(tiga belas)!(tanda seru)N9(sembilan)1(satu)+(tanda tambah)z!!!'."
Rick dan teman-temannya bingung mendengarkan ucapan aneh Golden yang menggambarkan contoh pesan kacau anak-anak alay disertai sebutan angka dan tanda baca, membuat kedengarannya jadi membingungkan.
"Kapten ngomong apa, Pyo…?" rengek Xeno bingung.
"Piyo?" Piyo juga memiringkan kepalanya dengan tanda tanya imajiner muncul di atas.
"Kampret! Cara penulisannya hafal, dong," komentar Rick tak menduga, "Disebut macam begitu pula."
"Aku pusing mendengarnya," ucap Regan sambil garuk-garuk kepala.
"Gini-gini juga aku pernah alay, kale." Golden membetulkan posisi duduknya menjadi bersender di sofa dengan kaki disilangkan. "Dulu mah aku punya geng alay di SMA."
Mereka kembali terkejut, tak menyangka jika sang kapten pernah jadi alay semasa sekolah dan punya geng alay pula.
"Geng apa?" tanya Rick dengan nada menantang.
"Geng Si Dong," ucap Golden enteng dengan sebelah mata dikedipkan.
Sunyi pun melanda, tak ada satupun yang bergerak dari posisi semula membuat suasana jadi canggung. Golden jadi mulai salah tingkah. Dia kira lawakannya bisa bikin anak-anak buahnya jadi pada ketawa.
"Hah?! Lawakanmu garing, Biadab!"
Mendadak Regan memukul kepala Rick yang tiba-tiba saja bersuara, mengejek Golden dengan ejekan tak bermoral.
"Kalau ngomong yang sopan sedikit, kek!" omel Regan setelah berhasil memukul hingga yang kena pukul terjerembap ke lantai.
"Anu, Kapten Golden…." Untuk mengalihkan suasana sekaligus penasaran, Kobra mulai bertanya, "Ada perlu apa Anda kemari? Apa ada tugas dadakan yang harus Anda sampaikan langsung pada kami?"
"Memang," jawab Golden terlihat agak serius, mengalihkan pandangannya pada Regan. "Tapi sebelumnya, ada yang mencarimu."
Regan menunjuk bingung dirinya sendiri, "Saya?"
"Iya. Dia sedang menunggu di lobi. Katanya, ada hal penting yang harus dibicarakan, empat mata."
Wajahnya kelihatan ragu dan penasaran akan siapa yang ingin menemuinya. Karena tidak ingin membuat orang yang dimaksud menunggu lama, Regan pun bergegas pergi keluar ruang asrama.
Kepergian Regan membuat satu tim jadi ikut bingung, apalagi Rick. Sang ketua balik memandang Golden, menuntut jawaban dari rasa penasaran mereka.
"Siapa yang menemui Regan, Pak Tua?"
Golden hanya melirik Rick sekilas. "Seseorang yang penting. Mengejutkannya lagi, ini ada hubungannya dengan tugas yang akan kalian emban. Tapi, tugas ini tergantung atas keputusan Regan selanjutnya. Antara lanjut, atau diserahkan pada tim lain."
Rick sedikit membelalakan matanya tak terima. Pasalnya, Golden bilang tugas itu diserahkan pada mereka. Lalu, kenapa harus diserahkan pada kelompok lain? Dan kenapa pula keputusan atas tugas itu ada di tangan Regan?
….
Kebetulan lobi asrama tidak begitu ramai dipadati Agent-Agent dan staff sekitar, hanya terlihat dua resepsionis yang berjaga dan beberapa robot keamanan. Satu-satunya sosok yang kelihatan mencolok di lobi adalah sosok pemuda berpakaian ala pelayan pria, berdiri sambil memandangi pemandangan halaman asrama lewat sekat kaca besar.
"Xeriel?"
Kedua mata perak Regan menyipit, mengenali sosok pemuda yang lebih muda beberapa tahun dari usianya. Rupanya, sosok itu adalah salah satu pelayan dari keluarganya. Lalu, apa yang dilakukan pemuda itu di sini?
Xeriel menoleh, menampakan iris mata abu-abu yang berkilau saat terkena pantulan cahaya mentari dari luar sana. Sesaat ia membungkuk hormat pada Regan. Walau sudah lama mereka tidak bertemu, Regan tetaplah majikannya.
"Suatu kehormatan bisa bertemu dengan Anda, Tuan Regan Graciell."
"Ti-tidak usah membungkuk begitu. Kita ada di asrama organisasi sekarang." Regan memaksanya untuk berdiri tegap kembali, ingin sang pelayan berperilaku tidak formal padanya. "Ada perlu apa kau kemari?"
"Tuan Besar ingin bertemu dengan Anda hari ini juga. Beliau bilang, ada hal penting yang harus segera dibicarakan."
"Apa maksudnya itu…?" Regan bersedekap, memandangnya jengkel. "Ayah tak pernah peduli padaku selama ini. Dia mendidikku hanya untuk perkembangan bisnisnya. Dia juga melarangku untuk ikut dalam organisasi. Sekarang, dia mau apa mencariku?"
"Perusahaan cabang mengalami kerugian, Tuan," jelas Xeriel cemas, "Selain itu, Nyonya Besar…."
Regan nampak tidak percaya pada Xeriel. Matanya terbelalak sempurna karena terkejut. Setiap penjelasan dari mulut Xeriel benar-benar membuat ia sedikit lagi kehilangan akal sehat.
Sekarang, Regan bingung harus mengambil keputusan seperti apa.
….
"Bagaimana bisa tergantung Regan?"
Kembali ke ruang asrama Tim Golden, Rick tidak terima dengan beberapa penjelasan Golden soal status tugas mereka yang masih gantung, antara diserahkan pada mereka atau pada kelompok lain. Dan anehnya, itu semua tergantung keputusan Regan.
"Tugas itu sudah sejak awal mutlak diserahkan pada tim kita, bukan? Lalu, kenapa harus dibatalkan, diserahkan pada tim lain? Bukankah kau bilang tadi, klien yang menunjuk tim kita?"
Golden menghela nafas canggung, "Awalnya memang begitu. Tapi, dia bilang permintaannya akan berubah, tergantung keputusan Regan."
"Memang ada apa dengan Regan?"
Sebelum Golden menjawab, pandangan mereka semua tertuju pada sosok Regan yang baru saja memasuki ruang asrama dengan wajah tertunduk dan bahu menurun. Dia terlihat jauh lebih lesu dibandingkan dengan sebelumnya. Padahal, tadi dia terlihat baik-baik saja. Ada pengaruh apa dari sosok yang ditemui Regan hingga membuat pria 'albino' itu terlihat kehilangan semangat hidup?
"Regan? Ada apa denganmu? Apa… kau baik-baik saja?" tanya Horu cemas.
Regan sama sekali tak menjawab. Ia hanya menoleh pada Golden yang masih terlihat tenang. Menatapnya dengan tatapan ingin menyampaikan sesuatu yang penting pada sang kapten.
Mengetahui maksud tatapan itu, Golden mulai bertanya, "Sudah mendapat keputusan?"
"Iya, aku keluar dari tim."
~*~*~*~