Pagi-pagi Karin sudah berada di kamar Aska. Dia sudah berjanji hari ini akan mengantarkan Aska untuk terapi pertamanya.
Di sibaknya korden cendela dengan pelan, berlahan cahaya matahari pagi masuk ke dalam kamar Aska.
Di liriknya Aska masih tertidur dengan pulas.
Dengan pelan, di tepuknya dan di goyang pelan pundak Aska.
"Aska...bangun." ucap Karin berulang-ulang agar Aska terbangun.
Tubuh Aska menggeliat pelan, matanya mengerjap pelan. Di lihatnya Karin sudah di hadapannya.
"Jam berapa sekarang?" tanya Aska dengan mata masih mengantuk.
"Tuh lihat...sudah jam sembilan." jawab Karin sambil melirik jam yang ada di dinding.
"Bisa kah aku tidur lagi sebentar...aku masih mengantuk...semalaman aku tidak bisa tidur." ucap Aska menahan kantuk.
"Memang kenapa tidak bisa tidur? apakah kamu merasa sakit semalam?" tanya Karin heran.
Aska menggeleng.
"Terus kenapa?" tanya Karin lagi dengan penasaran.
Dengan senyum nakal dan mata yang menggoda lembut, Aska menjawab pertanyaan Karin.
"Teringat kamu terus...kamu selalu ada di sini...dan di sini." Aska menunjuk dada dan kepalanya
"Dan kamu selalu ada mana-mana...di sana, di sana." mata Aska menatap sekeliling ruangannya.
Hati Karin tercubit, sungguh kata-kata Aska sangat manis terdengar di telinga.
Dengan tersenyum Karin mencubit hidung Aska pelan.
"Sekarang sudah terlihat ya...kalau seorang Aska adalah perayu ulung dan seorang playboy." ucap Karin dengan gemas.
"Kamu tidak percaya?" tanya Aska bangkit dari tidurnya, segera dia mengangkat tangan Karin dan meletakkan tangan Karin di dadanya.
"Dengarlah suara detak jantung ini....kamu pasti merasakannya." ucap Aska dengan kalem.
Tangan Karin bergetar, baru kali ini dia merasa gugup dengan rayuan seorang pria. Sudah lama hati Karin tertutup untuk semua pria. Sejak perasaan cintanya di khianati seorang pria yang pengecut yang bernama "Edo Dwi Wangsa"
"Haii...kamu merasakannya tidak." tanya Aska lagi, melihat Karin yang terlihat melamun.
Dengan cepat Karin menarik tangannya dari dada Aska. Karin bangkit dari duduknya berdiri dan melangkah menuju ke pintu keluar, sebelum membuka pintu, badan Karin berbalik dan menatap Aska,
"Kamu bangun sekarang, dan cepat mandi...aku tunggu di bawah...waktumu hanya 15 menit, lebih dari itu aku pulang." kata Karin tanpa senyum, segera dia membuka pintu dan keluar.
Aska meremas rambutnya pelan, sungguh sangat sulit menghadapi seorang Karin, padahal Aska sangat terkenal dengan rayuan mautnya, dan sudah banyak sekali wanita yang jatuh bangun karenanya.
"Aaarrrrggg...kenapa sangat sulit mendapatkan hatimu Karin." gumam Aska dengan gusar.
Segera Aska bangun dari tidurnya dan masuk ke kamar mandi. Setelah selesai mandi dan berganti pakaian Aska bergegas turun.
Karin duduk termenung , pikirannya masih terngiang kata-kata Aska serta sikap nakalnya.
Tidak mungkin dengan waktu yang singkat aska mencintainya.
"Dasar Aska memang laki-laki playboy." rutuk Karin, sungguh dia tidak bisa percaya dengan kata-kata Aska.
Dengan kesal Karin meremas koran yang telah di bacanya.
"Karin...ayoo berangkat." Aska mengagetkan Karin dari lamunannya.
"Ehhh...ehh ya ya." jawab Karin dengan gugup.
Segera keduanya keluar dan berangkat ke rumah sakit.
***
Di rumah sakit , Karin dan Aska langsung menemui dokter khusus yang menanganinya Dokter Heru.
Di ruangan Dr. Heru Karin memberikan semua hasil lab beserta catatannya. Dr. Heru membacanya dengan seksama.
"Sebaiknya kita harus melakukan kemoterapi secepatnya agar bisa membunuh sel leukemianya dengan cepat, kemoterapi ini membutuhkan waktu yang cukup lama,.. dan harus di lakukan tiap minggu sekali. Kemoterapi ini langkah awal selain ada terapi-terapi lainnya. Dan jika memang dengan kondisi yang mendesak pasien bisa meggunakan alternatif tranpalasi tulang sumsum." Dr. Heru menjelaskan panjang lebar soal kondisi Aska dan bagaimana proses kemoterapi nanti serta efek setelah menjalani kemoterapi.
Karin melirik Aska yang diam tanpa berkomentar. Wajah Aska terlihat pucat bahkan kulit putihnya terlihat semakin putih pucat.
"Dokter...apa efek yang di rasakan Aska nanti setelah melakukan kemoterapi?" tanya Karin
"Saudara Aska nanti bisa mengalami kelelahan yang sangat, mual dan muntah dan merasakan sakit saat suntikan kemo bereaksi." jelas Dokter Heru.
"Bagaiamana Aska...kamu siap dengan kemoterapi ini?" tanya Karin pada Aska setelah mendengar jawaban dokter Heru.
"Aku siap...selama kamu berada di sampingku." jawab Aska melirik Karin dengan senyuman nakal.
Karin menggerutu kesal , bibirnya manyun mendengar jawaban Aska yang membuatnya malu di depan Dr. Heru.
Dr. Heru tertawa lebar, bangkit dari duduknya dan menepuk pundak Aska.
"Saudara Aska ini, ternyata punya semangat yang sangat besar...semoga dengan pikiran yang optimis dan niat yang kuat...saudara Aska bisa melalui kemoterapi ini." ucap Dokter Heru dengan sangat yakin.
Aska melengeh senang, matanya tak berhenti menatap Karin yang masih cemberut.
"Baiklah dok, saya siap untuk kemoterapi sekarang." kata Aska dengan mantap.
"Mari ikut saya ke ruang kemoterapi, kita bisa melakukan kemo lewat suntikan atau infus, saudara Aska bisa memilihnya." kata Dr. heru.
Bertiga melangkah keluar dan berjalan menuju ke ruangan kemoterapi.
Aska di baringkan di tempat kemo dengan bantuan beberapa perawat. Dr heru menyuntikkan suntikan kemo pada Aska. Aska yang takut dengan jarum suntik segera memanggil Karin.
"Karin...peluk aku...aku takut dengan jarum suntik...please Karin." suara Aska sungguh memelas.
Karin segera beranjak mendekati Aska dan memeluknya.
Suntikan sudah di berikan Dr. Heru pada Aska.
"Sekarang baiknya saudara Aska beristirat dulu sampai efek kemo menghilang." kata Dr. Heru pada Aska. Dan beralih menatap ke salah satu perawat.
"Tolong sus...bisa di siapkan tablet pereda mual, dan baskom berisi air hangat serta lap bersih, barangkali nanti saudara Aska mengalami mual dan muntah." lanjut Dr. heru, mengampiri Aska dan menepuk pundak Aska kuat.
"Tetap semangat ya Saudara Aska...Insyaallah dengan semangat yang tinggi serta berdoa terus...saudara Aska bisa sembuh." kata-kata Dr. Heru sangat menenangkan hati Aska.
Aska mengangguk mantap.
"Trimakasih dokter." ucap Aska tersenyum.
Dr. Heru tersenyum dan beranjak keluar dari ruangan kemoterapi di ikuti para perawatnya.
Aska menatap Karin yang diam sejak Aska di suntik sampai sekarang tidak ada kata yang keluar dari bibir Karin.
"Haii...kenapa diam, apakah kamu marah karena memelukku tadi?" tanya Aska penuh hati-hati.
"Tidak." jawab Karin singkat,
"Terus kenapa." tanya Aska heran.
"Aska...aku." kata Karin ragu untuk melanjutkan ucapannya.
"Aku kenapa?" Aska semakin heran.
"Aaakkuu..tidak yakin bisa menemanimu sampai kamu sembuh...untuk kesembuhanmu membutuhkan waktu yang lama...bisa berbulan-bulan bahkan bisa butuh beberapa tahun...kamu sendiri tahu hubungan kita tidak ada apa-apa...dan aku mempunyai kehidupan juga." Karin mencoba menjelaskan posisinya.
"Aku mengerti...kamu tidak bisa menemaniku selamanya kan...itu yang kamu maksud?"
Karin mengangguk.
"Tinggallah bersamaku dan aku akan menikahimu." lanjut Aska dengan pasti.
Karin mendongak menatap Aska dengan tidak percaya, dengan ucapan yang mudah keluar dari bibir Aska.
"Haii...sadar tidak dengan yang kamu ucapkan...Tuan Aska Aliando?" kata Karin dengan hati yang kesal dengan candaan Aska.
"Aku sadar Karin...aku serius dengan ucapanku." jawab Aska dengan serius.
"No...no...no...aku tidak mau...aku tidak mau menikah denganmu tanpa cinta di antara kita...kamu tidak mencintaiku dan aku tidak mencintaimu...pernikahan bukan sekedar mainan Aska." teriak Karin dengan nafas memburu.
Tangan Aska menarik tubuh Karin dengan keras sampai tubuh karin jatuh ke dalam dada bidang Aska.
"Siapa yang bilang aku tidak mencintaimu...itu katamu...kamu tahu tidak...aku mencintaimu sejak pertama kali melihatmu, sejak aku masuk rumah sakit ini...tanpa sengaja aku melihatmu saat kamu menangani korban kecelakaan, di situlah aku mencari data pribadimu, dan aku ingin kamu yang bisa merawatku...apakah perasaan itu masih belum cukup untuk bisa menikahimu?" tanya Aska dengan suara parau setelah menceritakan awalnya Aska bisa mencintai Karin secepat itu.
Karin masih geleng-geleng kepala, dia masih belum bisa menerima dengan keinginan Aska.
"Tapi aku tidak mencintaimu Aska." kata Karin melemah.
"Aku bisa membuatmu jatuh cinta padaku...beri aku waktu untuk menunjukkan kesungguhanku." kata Aska dengan lembut.
Karin menatap Aska masih belum bisa menjawab ucapan Aska, hatinya bingung dan ragu.
"Kalau kamu masih ragu denganku...kita tidak perlu menikah dulu...tapi tinggallah bersamaku...aku membutuhkanmu karena harus ada perawat yang menjagaku selama 24 jam...mengingat kondisi tubuhku yang bisa tidak stabil...dannnnn...bukannya kamu perawatku?" panjang lebar Aska mencoba membujuk hati Karin.
Dengan mata birunya, Aska masih menatap Karin dengan pandangan memohon, di goyangnya tangan Karin pelan.
"Karin...jawablah...jangan diam terus." rengek Aska
"Aku harus menjawab apa,." akhirnya Karin mengeluarkan suara.
"Jawablah jika kamu setuju dengan yang ucapkan." kata Aska memelas
"Kamu sungguh keras kepala...seandainya hatiku batu, bukan hati manusia...sudah aku cincang kamu." ketus jawaban Karin.
Namun ucapan Karin sangat mendinginkan hati Aska, Aska tersenyum dia tahu maksud ucapan ketus Karin, Karin setuju untuk tinggal bersamanya.
"Trimakasih Karin." spontan Aska menciumi tangan Karin yang masih dalam genggamannya.
"Lepaskan." Karin menarik kasar tangannya dari genggaman Aska.
"Ingat ya...walau aku tinggal bersamamu nanti, kamu tidak boleh berbuat mesum padaku...jika kamu melakukannya aku pasti segera pergi...ingat itu." ancam Karin tanpa tersenyum.
Aska mengangguk cepat, nyalinya ciut dengan sikap Karin yang mudah berubah , terkadang sangat lembut penuh perhatian dan berubah seketika menjadi wanita dingin yang garang.
"Berjanji tidak?" tanya Karin ulang.
"Janjiiii...Nona Karin Aadvantika." kata Aska sambil mengangkat dua jarinya.
Karin tertawa keras melihat wajah Aska yang ketakutan, dan sangat imut sekali wajahnya saat berkata janji sambil mengangkat dua jarinya.
"Sekarang tidurlah...semoga kamu bisa kuat untuk hari ini...aku mau keluar sebentar mau cari makan." ucap Karin hendak beranjak dari tempatnya, tapi Aska mencegahnya.
"Aku tidak bisa tidur Karin...aku ikut denganmu ya?" suara Aska merajuk.
"Baiklahhh...ayooo...tapi jangan salahkan aku jika nanti kamu kesakitan." kata Karin tegas, sambil mengambil kursi roda yang berada tidak jauh dari tempat tidur. Di bantunya Aska bangkit dari tidurnya dan mendudukkannya di kursi roda.
Berdua keluar dari ruangan kemoterapi dan menuju ke kantin yang jaraknya tidak terlalu jauh.