webnovel

MD 31 - Hadiah untuk Mumut

Hari sudah malam saat Bian dan Mumut sampai di rumah mereka. Mumut menemukan sebuah kado berbentuk segi empat pipih dihiasi pita terletak di atas meja ruang keluarga. Kata Bi Atik tadi sore ada kurir yang mengantarnya kemari. Bian segera mengambil kado itu dan menyerahkannya pada Mumut.

"Buat kamu!"

Mumut membelalakkan matanya menatap kado itu, dia tidak bisa mengira-ngira isinya. karena Mumut masih diam saja, Bian menyeret Mumut mendekat dan meletakkan kado itu di tangan Mumut, sementara tangan satunya masih ikut memegangi benda itu takut Mumut menjatuhkannya.

"Bukalah.. " kata Bian lembut.

Mumut menatap Bian kemudian menjatuhkan tatapannya pada benda ditangannya. Mumut merasa tangannya gemetar saat tangannya mulai membuka kertas pembungkusnya. Melihat bentuknya Mumut hampir yakin itu adalah sebuah laptop, tapi dia tak berani untuk berharap.

Bian membawa Mumut duduk sofa, dan meletakkan kado yang tengah di buka Mumut di pangkuan gadis itu. Mumut hanya bisa diam menurut.

Mumut tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya saat melihat sebuah macbook terlihat saat dia membuka bungkusnya. Dengan tangan gemetar Mumut mengeluarkan benda itu dari boxnya. Matanya berkaca-kaca! ini sungguh di atas ekspektasinya. Dia tak pernah membayangkan bakal memiliki laptop merk ini apalagi dengan spesifikasi yang sangat mumpuni.

Mumut menatap Bian, dengan lirih dia berkata, " Terimakasih."

"Gak masalah," Bian tersenyum menatap balik Mumut. Tangannya bergerak ke kepala Mumut dan mengusap-usap kepada gadis di sebelahnya. "Hal pertama sebelum kamu menjadi manajer adalah kamu harus menyelesaikan skripsimu dulu!"

Mumut tersipu tapi kemudian menjadi tegang ketika tangan Bian berpindah ke pundak Mumut.

"Aku lihat kamu tidak punya laptop, jadi ini hadiah buat kamu agar bisa segera menyelesaikan skripsimu."

"Terimakasih, Pak,"

"Pak?! Jangan panggil aku 'Pak', Rasanya aku jadi kelihatan tua!" Bian tertawa lembut. "Dan rasanya aneh juga dipanggil begitu oleh istriku."

"Oya?" Mumut merasa jantungnya berdebar cepat.

"Ya!" Bian kemudian merengkuh Mumut agar lebih dekat dengannya. Senyum Bian melebar saat mendengar degup jantung Mumut yang seperti berlomba.

"Terus saya harus panggil apa?"

"Sayang." kata Bian dengan nada cuek.

"Sayang?"

"Iya, Sayang!"

Pipi Mumut makin menghangat, warnanya semakin merona membuatnya terlihat sangat mempesona membuat Bian terpana. Tentu sulit bagi Mumut untuk tiba-tiba mengubah panggilan kepada Bian karena Bian adalah bos di tempat kerjanya. Rasanya aneh ketika harus memanggilnya dengan panggilan yang intim seperti itu.

"Tapi, Pak?"

"Pak?!"

"Sa.... yang."

Bian tertawa ringan, "Aku ingin mendengarnya lagi."

Pipi Mumut memerah. Dia mendesah.

"Tapi aku masih ingin bekerja di kantor sebelum aku dapat gelar sarjana, boleh?" Mumut mencoba mengelak perintah Bian.

"Sebagai apa?"

"Cleaning service!"

Senyum di bibir Bian lenyap.

"Kamu kan istri bos!" protes Bian.

"Dan masih tercatat sebagai seorang cleaning service di kantor Bos," tukas Mumut sambil tersenyum geli.

Bian tercekat melihat senyum itu, rasanya baru kali dia melihat gadis itu tersenyum sejak mereka menikah, selama ini dia hanya melihat Mumut yang gugup dan tersipu. Setelah berdiam sekian lama Bian akhirnya menyetujui permintaan Mumut.

"Tapi dengan syarat... "

"Jangan sampai ada yang tahu kita sudah menikah? Siap, Pak!" Mumut segera memotong perkataan Bian. Mumut juga merasa belum siap kalau teman-teman di kantornya tahu dia menjadi istri Bian, dia tak ingin menimbulkan kehebohan di sana.

Bian segera menatap tajam ke arah Mumut.

"Bukan itu.."

"Ya?"

Bian memperlihatkan senyum jahilnya, sesuatu yang tak pernah Mumut lihat sepanjang dia mengenal Bian baik sebagai atasannya maupun selama beberapa hari ini sebagai suaminya.

"Panggil aku sayang tiga kali setelah itu cium aku!" senyum di mulut Bian makin melebar.

"Uh," pipi Mumut memerah. Dia mengeluh dalam hati, dicium Bian tempo hari saja dia merasa gugup luar biasa apalagi kini harus menciumnya.

Bian memberi isyarat dengan jarinya agar Mumut mencium pipi lelaki itu. Wajah Mumut sudah seperti kepiting rebus, ternyata Bian bisa jahil juga.

Tubuh Mumut seperti membeku, ia menatap Bian dengan malu tapi Bian tidak menghentikan isyaratnya.

Sebenarnya posisi mereka sudah sangat dekat, wajah mereka hanya berjarak beberapa senti saja ketika Bian mendorong tubuh Mumut mendekat ke dadanya.

Sambil memejamkan mata, Mumut mendekatkan bibirnya ke pipi Bian, dia merasa bibirnya panas saat bibirnya bersentuhan dengan pipi Bian, Mumut segera merasakan aliran listrik mengaliri tubuhnya. Bian segera menggeser kepalanya saat Mumut mencium pipinya. sehingga bibir Mumut menjadi menyentuh bibirnya. Mumut terkejut saat Bibirnya berada di dalam bibir Bian, dia segera membuka matanya. Jantungnya berdentam dengan sangat cepat.

Chapitre suivant