webnovel

Am I Normal?

Auteur: Mao_Yuxuan
LGBT+
Terminé · 341.7K Affichage
  • 45 Shc
    Contenu
  • 5.0
    59 audimat
  • NO.200+
    SOUTIEN
Synopsis

HI! BANTU AKU UNTUK MENGOLEKSI BUKUKU YANG LAIN, YA! *^O^* Youichi Haruhiko menyukai seorang pria bernama Takayashi Daiki di sekolahnya, yang berada di kelas berbeda darinya. Sudah cukup lama, sejak mereka masih di tahun pertama hingga mereka lulus dan berlanjut pada jenjang perkuliahan. Awalnya, ia hanya dapat memandangi orang yang ia sukai dari kejauhan dan hanya dapat menyukainya dalam diam semata. Ia tidak mempunyai nyali untuk berbicara dengannya atau bahkan menyatakan perasaannya. Menurutnya sangat mustahil untuk dilakukan! Hingga, suatu keadaan yang bertolak belakang dengan pemikirannya terjadi dan membuat mereka dapat saling berbicara, juga dapat lebih tahu mengenai sikap yang tidak diduga-duga dari orang yang disuakainyabanya! Namun, sangat sulit bagi Haru. Orang yang ia sukai adalah seorang yang tidak dapat mengutarakan isi hati sebenarnya dan membuat Haru serasa terombang-ambing dalam hubungan yang tidak pasti. Ingin mundur, tetapi ia sudah terlalu jauh melangkah. Ingin tetap maju, tetapi hubungan tak pasti bukanlah hal yang membuatnya senang walau perasaannya masih terus mencintainya. Jadi, bagaimana selanjutnya? Naskah: Maret, 2018 Dipublikasikan: WP (September, 2018) dan WN (Agustus, 2019)

Étiquettes
5 étiquettes
Chapter 1Rasa Sakit

Youichi Haruhiko adalah seorang anak SMA pada salah-satu sekolah ternama di Tokyo. Sekarang ia sudah tahun ketiga di sekolah tersebut. Ia seorang yang tampan, tinggi, dan selalu bersemangat di hari-harinya. Tak heran jika banyak wanita yang mengidolakannya dan ingin mejadi kekasihnya, ditambah lagi ia seorang yang aktif pada club sepak bola di sekolahnya, dan sudah banyak berprestasi dalam hal itu. Itulah sebab ia mendapat julukan "prince". Namun, dibalik semua itu, ada hal yang tak satu pun orang ketahui tentangnya, bahwa ia adalah seorang gay.

Ia menyadarinya sejak ia masih duduk di bangku SMP. Saat itu, ia menyadari bahwa ketertarikannya pada seorang wanita itu benar-benar tidak ada. Menurutnya, menjalin hubungan dengan seorang wanita merupakan suatu hal untuk menutupi jati dirinya sebagai seorang gay.

Saat ini, Haru secara diam-diam menyukai seorang pria bernama Takayashi Daiki, yang berada di kelas berbeda dengannya. Walau demikian, orang yang ia sukai sama sekali tidak mengetahui tentang perasaannya.

Haru sudah cukup lama menyukainya, yaitu sejak mereka masih di tahun pertama di sekolah tersebut. Dimana perjumpaan mereka bukanlah suatu hal yang ia rencanakan. Waktu itu, ia pergi untuk menemui temannya di club memanah, dan tanpa sengaja melihat Daiki yang sedang berlatih di club itu. Saat itulah, Haru merasakan debaran di dadanya, yang sama sekali belum pernah ia rasakan sebelumnya, dan ia percaya bahwa cinta pertamanya adalah Daiki.

Mulai sejak itu, ia selalu menyempatkan diri untuk menunggu Daiki sehabis latihan agar dapat memandanginya dari kejauhan, dan sialnya, Haru tak pernah sekali pun berbicara dengannya atau bahkan menyatakan perasaannya hampir tiga tahun ini. Ia tak berani. Ya, seorang yang dingin seperti Daiki bukanlah seorang yang mudah untuk didekati. Di samping itu, Haru mempunyai pemikiran bahwa ia merupakan seorang yang straight. Tapi, itu tak mengahalangi Haru untuk mencari tahu tentangnya. Buktinya, walau tak saling berbicara, Haru banyak tahu tentangnya sebab ia selalu memperhatikannya sejak lama. Seperti seorang penguntit. mungkin memang seperti itu.

*****

Sore hari, sepulang dari berlatih di club-nya, seperti biasa, Haru menyempatkan diri untuk melihat Daiki sehabis berlatih memanah. Namun, berbeda dengan hari-hari sebelumnya, orang yang ditunggu tak kunjung dilihatnya.

"Youichi!" panggil seseorang dari jauh sambil berlari menghampirinya. Haru pun dibuat terkejut oleh suara yang tiba-tiba bergema di telinganya.

"Ah Shino…" kata Haru sambil tersenyum.

Shino adalah teman sekelas Haru. Mereka sudah saling mengenal sejak masih SMP yang juga bergabung pada club memanah seperti Daiki. Haru dan Shino memanglah tak begitu dekat, namun Shino juga merupakan anak yang baik, serta lagi pula dialah orang yang mempertemukannya dengan Daiki waktu itu secara tak sengaja.

"Kau sedang menunggu siapa? Ayo kita pulang" Ajak Shino.

"Mmm…ah…" Haru hanya bisa menggumam. Dalam hati, ia begitu ingin menanyakan keberadaan Daiki. Namun, ia tahu bahwa jika ia menanyakannya, akan menjadi masalah nantinya; akan membuat Shino curiga. Ia takut pada pertanyaan-pertanyaan yang akan Shino lontarkan. Ia tak ingin ada seorang yang tahu tentang jati dirinya yang sebenarnya dan juga perasaannya terhadap Daiki.

"Ada apa?" Tanya Shino dengan heran.

"A-aku lupa sesuatu di lokerku, kau duluan saja" Kata Haru mengalihkan pembicaraan, lalu bergegas pergi.

"Hmm…" Gumam Shino yang masih terheran-heran.

"Baiklah. Aku duluan!" lanjutnya meneriaki Haru yang sudah agak jauh, lalu pergi.

Beberapa saat kemudian, setelah ia benar-benar yakin bahwa Shino sudah pergi, Haru mulai memelankan langkahnya, lalu menghentikannya. Ia termenung. Pikirannya dipenuhi oleh Daiki. Ia mengepalkan tangannya dengan kuat, seolah ingin memukul sesuatu. Ia kesal sebab ia tak menanyakan Daiki pada Shino, tadi. Ia menganggap bahwa dirinya begitu pengecut, dan menyadari bahwa pemikiran-pemikiran buruknya terhadap Shino tadi hanyalah sebatas asumsi belaka. Sekarang, ia malah menyiksa diri sendiri.

"Kemana dia? Apakah dia baik-baik saja?" bisiknya, menanyai diri sendiri. Ia begitu khawatir.

Haru pun berbalik dan beranjak pergi dengan keadaan kacau. Sementara pikirannya terus saja memikirkan Daiki. Ya, wajar saja untuk orang yang sedang jatuh cinta sejak lama.

Di perjalanan…

Bzzz Bzzz Bzzz

"Ah ibu...ada apa?" Tanya Haru sambil terus melanjutkan langkahnya.

"Jangan lupa mengambil bingkisan ibu di toko kue dekat taman. Ibu sudah membayarnya, kau tinggal mengambilnya saja" Jawab ibunya di telepon.

"Iya, bu. Aku hampir sampai di toko itu. Ak—" Ia terdiam. Apa yang dilihatnya saat ini benar-benar membuatnya mengabaikan perkataan ibunya di telepon.

"Daiki!" Katanya dengan suara tercekik.

"Halo? Haru? Kamu kenapa? Apa kau mendengar ibu?" Tanya ibunya di telepon.

"Haru?" Lanjut ibunya yang geram sebab merasa terabaikan oleh anak sendiri.

Haru masih saja terdiam sebab ia begitu terkejut pada apa yang dilihatnya.

"Haru! Jangan abaikan ibu!" Kali ini ibunya sedikit menaikkan nada suaranya sehingga membuat Haru tersadar.

"Ah maaf, bu. Hmm...aku harus pergi menemui temanku" Kata Haru dengan matanya yang terus memandang pada arah yang sama.

"Bagaimana dengan pesanan ibu?! " Ibunya mulai sedikit kesal.

"Ah! Iya, bu. Aku tidak akan lama" Jawab Haru berusaha untuk menenangkan ibunya.

"Setelah itu, aku akan ke toko itu" Lanjutnya sambil segera menutup teleponnya.

Haru pun mempercepat langkahnya untuk memastikan bahwa yang dilihatnya baru saja adalah Daiki. Orang yang saat ini membuatnya khawatir. Ya, benar saja. Itu adalah Daiki.

Haru melihatnya duduk di taman kota sambil memainkan ponselnya dengan serius. Haru pun bersiap-siap melangkahkan kakinya; memberanikan diri untuk mendekatinya dan mengajaknya berbicara untuk pertama kalinya. Sambil menghela napas panjang untuk mengatur napas dan detak jantungnya, ia pun perlahan melangkah.

"Ini kesempatanku untuk berbicara dengannya" Bisiknya dalam hati.

Dan tiba-tiba…

"Hah!" Napasnya tersentak. Pada waktu yang sama pula kakinya berhenti melangkah.

Seseorang datang menghampiri Daiki. Dilihat dari tingkah mereka, tampaknya mereka berdua sudah lama saling mengenal. Terlihat begitu akrab sebab dapat memudarkan sikap dingin Daiki.

Hal mengejutkan ini benar-benar membuatnya begitu terkejut dan dibungkam oleh rasa terkejutnya sendiri. Mereka berdua tertawa. Tidak aneh. Hanya saja, bagi Haru, ini merupakan pemandangan yang tak biasa sampai ia tak mampu mengolah setiap kata yang ada di kepalanya. Bagaimana tidak? Itu adalah kali pertama Haru melihat Daiki seceria itu; tertawa terbahak, seolah ia adalah Daiki yang baru dikenalnya.

Melihat hal yang tak biasa ini, ia sadar bahwa ternyata tidak hanya rasa terkejut yang ia rasakan, melainkan ada hal lain yang begitu serius dari rasa terkejut.

"Apa ini?" Tanyanya dalam hati sambil memegang dada sebelah kirinya.

"Perasaan apa ini? Sakit…" Lanjutnya dalam hati.

Rupanya ia cemburu sampai ia merasa dadanya sesak; wajahnya pun memerah. Ya, cemburu. Hal lain dari jatuh cinta; risiko untuk mereka yang jatuh cinta. Cemburu. Hal yang baru ia rasakan. Ia sering menertawakan hal ini jika seorang teman menceritakan kecemburuannya; mengabaikan kecemburuan dari para wanita yang menjadi tempat pelarian jati dirinya. Ia pun sadar. Tak seharusnya hal seperti ini diperlakukan sebagai gurauan semata. Rasanya benar-benar menyesakkan dada.

Ia menggerutu pada dirinya sendiri; kesal sebab tak mampu berada di posisi orang itu. Semakin kesal jikalau mengandaikan hal itu. Muak melihat kecerian mereka berdua, ia pun beranjak pergi. Berlama-lama akan hanya membuatnya semakin patah hati saja.

Di perjalanan, ia masih memikirkannya dan berteriak "siaaaaaal!!!" berharap bisa melonggarkan dadanya, dan mengurangi rasa kesalnya. akan tetapi, itu hanyalah hal bodoh yang ia lakukan; bukanlah sebuah mantra untuk melenyapkan perasaannya saat ini.

Kecemburuan ini hampir saja membuatnya lupa atas amanah ibunya, yang juga merupakan suatu hal yang penting baginya sebagai seorang anak yang berbakti kepada orang tuanya. Untungnya, rasa cemburu belum sepenuhnya menggerogoti kepalanya.

"tokoh...mampir...itu...oh iya... " Katanya dengan pelan sambil menghentikan langkanya sejenak, lalu kembali melanjutkannya. Mungkin kepalanya sedikit terjangkit oleh perasaannya sampai ia lupa bagaimana menyusun kata per katanya.

Tak butuh waktu lama untuk Haru tiba di rumah. Ia segera membuka pintu, lalu melepas sepatunya. Dengan perasaannya saat ini membuat perjalanannya serasa begitu lama, beberapa menit saja sudah serasa seharian; membuatnya begitu kelelahan.

"Ah Haru, selamat datang" Kata ibunya, menghampiri.

"Ada apa? Kamu baik-baik saja, sayang?" Lanjut ibunya, menanyai dengan cemas.

Melihat Haru yang tak begitu bersemangat di sore ini, dan dengan wajah yang tak seperti hari-hari sebelumnya, tentu membuat ibunya begitu khawatir dan tak sanggup hati jika ia terus saja melihat anaknya dalam keadaan kacau seperti ini.

"Ah iya bu. Aku baik-baik saja" Kata Haru dengan nada suara pelan.

"Ini pesanan ibu..." Lanjutnya sambil menyodorkan sebuah bingkisan, lalu pergi menuju kamarnya.

Ibunya hanya bisa memandanginya hingga menghilang dibalik dinding menaiki tangga. Ia begitu ingin tahu masalah apa yang baru saja telah dialami oleh anak satu-satunya tersebut. Namun, sebagai seorang ibu yang mempunyai insting yang kuat terhadap perasaan anaknya sendiri, tahu bahwa saat ini Haru sedang ingin sendiri.

Haru bergegas mambuka pintu kamarnya, kemudian menutupnya dengan keras. Ia membuang tasnya begitu saja, lalu merebahkan dirinya di tempat tidur. Pikirannya sungguh kacau, lebih kacau dari sebelumnya. Ia masih membayangkan apa yang disaksikannya baru saja, dan semakin ia memikirkannya, semakin pula rasa sakit, kesal, jengkel itu berapi-api.

Ia sadar bahwa Daiki bebas berteman dengan siapa saja; tertawa dengan siapa saja. Toh ia bukanlah orang yang berarti bagi Daiki--mengenalnya pun, tidak. Namun, walau ia tahu akan keadaanya, ia masih saja memikirkannya; masih belum dapat menerima. Bahkan menganggap bahwa dirinya adalah seorang yang begitu naif dalam urusan asmara--mungkin karena kurang pengalaman. Ia memikirkannya terus-menerus hingga malam tiba, dan sampai ia putuskan suatu hal, yaitu berhenti untuk memperhatikannya walau ia tahu keputusan itu adalah ambigu; hal itu belum ia temukan jawabannya sama sekali, tepat atau tidak? Dan mengapa ia putuskan hal itu?.

*****

Vous aimerez aussi

Be My Umbrella

Setiap orang di dunia ini pasti mempunyai hal yang disukai maupun hal yang tidak disukai. Ada kalanya hal itu sangat berbeda dengan sebagian orang lainnya. Sesuatu yang kita sukai itu akan membuat kita nyaman dan bahagia saat menjalaninya. Sedangkan hal yang tidak kita sukai hanya akan membuat kita merasa risih dan tertekan, terkadang itu juga bisa membuat kita merasa tidak nyaman. Begitu juga denganku. Ada satu hal yang tidak aku sukai di dunia ini. Aku tidak suka dengan apapun yang berkaitan dengan hujan. Aku yang berusaha dengan keras ini tiba-tiba saja merasa putus asa jika teringat dengan hal yang bernama 'hujan'. Bukankah seharusnya aneh jika ada yang membenci hujan seperti diriku ini? Disaat yang lain sangat mengharapkan turunnya hujan bagi kesuburan tanah mereka, ada juga yang berharap cuaca yang panas menjadi lebih sejuk setelah turunnya hujan. Ada yang menantikan sumur mereka terisi dengan air dari tetesan air hujan dan lain sebagainya. Aku hanya ingin hujan ini berhenti, sekali saja, cukup sekali ini saja. Aku seperti ingin menghentikan waktu. Jika saja hujan ini berhenti saat itu, mungkin aku tidak akan terlalu membencinya. Jika memang kejadian yang aku lalui ini tidak begitu berat, mungkin saat ini aku bisa tersenyum sambil berlari di bawah hujan lebat. Tapi, siapa sangka ternyata kejadian pilu malah terjadi dalam hidupku. Kejadian yang tidak pernah ku bayangkan sebelumnya. Kejadian yang akan meniggalkan luka untukku. Kala itu hujan tidak akan pernah berhenti membasahi diriku. Di saat aku berjalan, berlari dan terjatuh sekalipun yang aku lihat hanyalah air yang jatuh membasahi setiap benda yang ia lalui. Suram! Begitu suram hingga membuatku muak. Aku ingin berlari, aku ingin bebas dari genangan air yang seolah perlahan-lahan menyeretku ke dalam. Begitu dalamnya air hingga air itu seakan membuatku tenggelam. Tidak ada yang berusaha menolongku, aku begitu kesulitan untuk sekedar bernapas. Hingga kau datang kepadaku. Akankah orang sepertimu bisa membuatku bangkit dari genangan air kotor yang menenggelamkan tubuhku? Akankah kau mampu mengubahku secara perlahan? Jika memang kau adalah orang yang aku cari selama ini, maka datanglah. Tapi, apabila tujuanmu hanya untuk bermain, silahkan pergi. Aku bukanlah sebagai alat tempat bermainmu. Karena orang yang rapuh sepertiku bukanlah tempat yang cocok bagimu. Tinggallah jika memang kau adalah orang yang tepat. Jangan pergi jika kau merasa aku adalah rumahmu. Tetaplah tinggal hingga nanti istilah kau dan aku menjadi kata 'kita'. Hingga nantinya kita bisa menemukan kebahagiaan bersama saat hujan tiba. Menghapus luka yang begitu dalam tergores dalam hatiku.

Ryuumi · LGBT+
Pas assez d’évaluations
277 Chs

Case File Compendium (TL NOVEL BL)

Juga dikenal sebagai BAB, seri novel cinta danmei/anak laki-laki Cina terbaru dari penulis novel laris The Husky and His White Cat Shizun! Sebuah kisah modern dengan sentuhan fiksi ilmiah: seorang pemuda elit dengan sisi gelap mengembangkan hubungan yang dalam dan agresif dengan mantan dokternya. Kaya dan tampan, namun mentalnya tidak stabil - He Yu kembali ke rumah dari luar negeri dengan satu tujuan: memenangkan hati Xie Xue, gadis impiannya. Namun, selama kepergiannya, dia telah merawat lebih dari sekadar perasaan bertepuk sebelah tangan. Dia harus menghadapi dendamnya yang sudah lama dipendam terhadap saudara laki-laki Xie Xue yang terlalu protektif, Xie Qingcheng, yang tidak menganggap He Yu mampu mencintai. Namun sejarah tidak mudah ditulis ulang. Sebagai mantan dokter He Yu, Xie Qingcheng adalah satu-satunya orang di dunia yang benar-benar memahami penyakit mental He Yu yang tidak stabil. Ketika keduanya terlibat dalam sebuah insiden ledakan yang mengungkap rahasia gelap, kecurigaan Xie Qingcheng tentang He Yu terkonfirmasi. Sekarang, He Yu harus menghadapi iblisnya sendiri... termasuk obsesi gelapnya terhadap Xie Qingcheng. Fantasi urban dari Tiongkok yang dibangun berdasarkan hasrat antara dua pria (danmei) ini merupakan seri novel terbaru dari penulis novel laris The Husky and His White Cat Shizun. Edisi bahasa Inggris Seven Seas akan menyertakan sampul dan ilustrasi interior yang eksklusif dan baru.

borntobearich · LGBT+
Pas assez d’évaluations
165 Chs