webnovel

Menang Masuk Penjara, Kalah Masuk Rumah Sakit (1)

Éditeur: Wave Literature

Tidak lama kemudian, teman si pria asing juga menghampiri mereka. Di sisi lain, Xia Wanan hanya seorang diri, jadi dia takut jika Han Zhijin dan Song Youman berada pada situasi yang tidak menguntungkan. Dengan segera dia menengahi pertikaian tersebut dengan tidak memihak satu sama lain. Ai Jiang selalu menjadi seorang penakut, sehingga yang dia lakukan hanya berteriak di sebelah Han Zhijin, lalu bergantian meneriaki Song Youman dan Xia Wanan. Akhirnya, Xia Wanan mengambil botol dan berlari sambil berteriak, menyuruh mereka untuk berhenti berkelahi.

Setengah jam kemudian di kantor polisi.

Xia Wanan, Han Zhijin, Song Youman, dan Ai Jiang duduk berderetan.

Seorang pria berseragam polisi menatap serius ke arah mereka sambil memeriksa pernyataan keempat orang tersebut.

"Sebutkan nama kalian."

Mereka satu per satu menjawab, "Xia Wanan." 

"Han Zhijin." 

"Song Youman." 

"Ai Jiang."

"Umur?" tanya si polisi lagi.

Keempat orang tersebut menjawab, "Dua puluh tiga."

"Sedang apa di bar?"

Xia Wanan berkata dengan jujur, "Main." 

Sementara Han Zhijin yang menatap khawatir layar ponselnya, dengan memar di sudut bibirnya, menjawab, "Bermain dengan teman." 

Namun Song Youman seperti mendengar lelucon. Lantas dia menjawab, "Apa Anda masih perlu bertanya?" 

Kemudian Ai Jiang menjawab pelan dan malu-malu, "Kami berkumpul bersama..."

"Apa kalian lihat poster itu? Kalian mengerti tidak kalimat yang ditulis di sana? Coba baca." ujar si polisi sambil menunjuk salah satu poster.

Empat orang itu tetap diam.

"Baca!"

Keempatnya membuka mulut secara serempak. "Jangan berkelahi. Berkelahi mahal harganya. Menang masuk penjara, kalah masuk rumah sakit."

"Kenapa kalian berkelahi?" tanya polisi yang menginterogasi mereka.

Keempatnya hanya terdiam. 

"Kalian tahu tidak, kalau berkelahi itu tidak baik?"

Mereka tetap terdiam.

Setelah polisi mengajukan beberapa pertanyaan, dia lalu melihat ke arah Ai Jiang.

Karena hanya Ai Jiang saja yang dari awal hingga akhir tidak melakukan apapun, jadi polisi tidak berkomentar untuk mendidiknya lagi, lalu menyuruhnya pulang begitu saja.

Lalu untuk jaminannya…

Xia Wanan dan Song Youman dalam waktu bersamaan melihat ke arah Han Zhijin, meminta pemuda itu menyelamatkan mereka.

Jika mereka berdua memanggil orang tua masing-masing untuk menjamin mereka, konsekuensi setelahnya benar-benar tidak bisa mereka bayangkan.

Han Zhijin yang mengetahui tatapan keduanya hanya bisa menggertakkan gigi. Dia lalu mengeluarkan ponselnya dari saku dan menelepon orang rumah.

Telepon itu diangkat oleh pelayan rumahnya.

"Bibi Zhang, tolong datang ke kantor polisi untuk menjemputku. Datanglah kemari diam-diam, jangan sampai nenek dan ibuku tahu ... Di sini tidak hanya aku sendiri, tapi juga ada istrinya paman dan Song Youman..." 

Setelah menutup telepon, ketiganya menunggu dengan sabar.

Dua puluh menit setelahnya, beberapa petugas polisi membuka ruang sel mereka dan berteriak, "Han Zhijin, Xia Wanan, Song Youman! Seseorang datang menjemput kalian. Kalian tidak perlu tinggal di sini dan bisa pergi sekarang."

Selesai menjalankan perintah polisi untuk menandatangani surat perjanjian mematuhi aturan, mereka berjalan bersama-sama keluar dari ruangan depan kantor polisi. 

Di depan pintu mereka tidak sengaja bertemu dengan dua orang yang berkelahi dengan mereka, yang juga kebetulan tengah dijemput oleh seseorang. 

Song Youman diam-diam menghujat kedua orang itu, sementara Han Zhijin mengacungkan jari tengah, hingga akhirnya kedua belah pihak diam-diam saling menghina. Namun mendadak ada suara laki-laki terdengar tidak jauh dari sana dan memanggil mereka. "Nyonya muda, Tuan muda Han Zhijin, Nona Song."

Ketika mendengar suara pria tersebut, ketiga orang itu secara bersamaan berhenti mencaci, tak lagi peduli dengan kedua orang pemabuk disana. Suara yang memanggil mereka terdengar semakin jelas.

Di pinggir jalan tidak jauh dari pintu kantor polisi terdapat asisten Han Jingnian yang berdiri di depan mobil hitam dan sedang tersenyum pada tiga orang itu.

Chapitre suivant