webnovel

Isi Kontrak Pernikahan

Seperti yang sudah Reno rencanakan,hari ini dia akan membuat lembaran baru dalam perjalanan cintanya dengan Lina.

Begitu selesai makan siang Reno membawa Lina kesebuah studi foto milik teman kakaknya.

Lina tak menaruh curiga apapun pada kejutan Reno hari ini. Karena sudah sejak pagi tadi Reno membawa Lina berkeliling kota Bandung. Dari ke taman rekreasi, tempat tempat bersejarah sampai berburu kuliner khas.

"Sekarang kita akan kemana..."tanya Lina begitu mereka memasuki mobil setelah makan siang.

"Kamu percaya padakukan...."

Lina hanya mengangguk pasti karena jika Reno sudah berkata seperti itu tugasnya hanya menurut.

"Jadi sekarang tugas mu hanya diam dan nikmatilah perjalanan ini..."Reno memasangkan sabuk pengaman untuk Lina dan sekilas mengecup bibir istrinya itu.

Kondisi jalanan kota Bandung pun terlihat lengang, seperti jalananpun memberi jalan untuk rencana Reno.

Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam Reno memarkirkan mobilnya disebuah rumah besar dengan gerbang megah. Reno pun tak menyangka jika kakaknya menyiapkan semua ini untuknya secara total.

Ya sebenarnya rumah megah itu bukan sebuah studio foto melainkan sebuah villa yang disulap oleh Riki menjadi sebuah studio. Itu untuk membuat Lina tak menaruh curiga sedikitpun akan rencana besar Reno.

"Loh kita ngapain kak kesini..."tanya Lina heran karena mereka mengunjungi studio foto bukan tempat liburan.

"Yuk masuk..."Reno tak menjawab dia hanya langsung menarik tangan Lina untuk masuk ke rumah besar itu.

"Kak..."beberapa kali Lina memanggil Reno berharap sang suami akan menjawab dan memberi tahunya tapi itu sia sia.

"Hey Reno..."Sapa seorang laki-laki begitu melihat kedatangan Reno dan Lina dari arah pintu utama.

"Hey bang, gimana sudah siapkan..."tanya Reno memastikan.

"Sip semuanya udah perpect..."laki laki itu mengacungkan jempolnya tanda semuanya beres.

"Siap apa sih kak..."tanya Lina karena sungguh tak tau apa yang tengah mereka bahas.

Reno hanya menjawabnya dengan senyuman yang semakin membuat Lina penasaran.

"Monica..."panggil laki laki tuan rumah dengan nada bassnya. Dan keluarlah seorang pria berawakan melambai tapi tangannya penuh dengan tatto, rambutnya panjang sebahu dan di ikat sedikit dibagian atas.

"Udah dateng nih, langsung deh sana..."perintah laki laki tuan rumah itu kepada orang yang di panggil Monica.

"Teteh,ikut saya yuk..."ajak Monica dengan nada bicara yang dibuat buat seperti perempuan.

"Kak..."Lina ingin bertanya sekali lagi memastikan apa yang sedang terjadi tapi lagi lagi Reno hanya menjawabnya dengan senyuman.

"Yuk teh..."tarik Monica, menarik tangan Lina untuk mengikutinya masuk kesebuah ruangan.

"Teteh tenang aja aku gak bakal makan teteh kok.."ucap Monica begitu dapat dengan jelas melihat kebingungan di wajah Lina.

"Maaf sebelumnya,saya harus panggil kamu apa ya..."Lina mencoba menanyakan terlebih dahulu panggilan untuk Monica, karena Lina tau orang seperti Monica ini pasti memiliki panggilan khusus.

"Monica aja Teh..."Jawab Monica dengan ramah sebelum mendudukkan Lina disebuah kursi ditengah tengah ruangan.

"Tunggu tunggu bisa jelaskan dulu sebenarnya ini ada apa..." Lina menahan Monica yang akan memegang rambutnya.

"Tugas saya disini hanya mempersiapkan penampilan Teteh,jadi saya tidak tau apa apa..."jawab Monica berbohong.

"Saya minta sekarang Teteh tenang ya,ini gak bakal lama kok..." Monica kembali menyentuh rambut Lina dan terdengar berteriak memanggil kawannya.

"Hello kawan waktunya bekerja hey..." Selepas teriakan yang memekakkan telinga itu keluar lah tiga gadis muda dengan tas yang Lina tau itu adalah peralatan makeup.

Monica dan ketiga temannya mengelilingi Lina terlihat masing masing dari mereka sudah mengetahui apa tugas mereka.

Monica fokus dibagian makeup wajah dengan satu temannya dan dua lagi tengah menata rambut Lina.

Lina semakin bingung sebenarnya ini ada apa. Apa suaminya itu ingin mengajaknya kepesta atau ada acara apa sampai dia harus didandani dengan orang sebanyak ini.

Ingin sekali Lina bertanya tapi sepertinya itu akan percuma karena keempat orang yang mengelilinginya bahkan terlihat sangat serius menandaninya tak ada obrolan yang terjadi diantara mereka hanya sesekali terdengar Monica memberi arahan ke kedua temannya yang sedang menata rambutnya.

Satu jam kemudian makeup dan rambut Lina sudah selesai dirias. sangat terasa oleh Lina jika tangan dari orang orang Monica sudah tak menyentuhnya. Ya itu berarti tandanya mereka sudah selesai.

"Eleuh meni gelis pisan..."puji Monica pada Lina yang terlihat sangat cantik.

Mendengar itu jujur Lina merasa penasaran dengan bentuk wajahnya saat ini tapi begitu Lina perhatikan kesekeliling tak ada cermin satu pun disana bahkan benda yang bisa memantulkan bayangannya pun tidak ada

"Teteh asli orang indo lain teh..."tanya Monica dengan bahasa campurannya. Tapi Lina sedikit mengerti karena dia juga besar ditanah sunda hanya saja bahasa sunda yang ia pakai sehari hari dulu itu sunda kasar.

"Sunda Mon,asli Bekasi..."tanya Lina memperhatikan tangan lues Monica yang tengah mengemasi make-upnya.

"Ikh aya nya jalmi sunda nu jiga Cina kieu, urang pikir teteh orang Cina sabab mata teteh sipit jeng kulitna bodas tt kos orang sunda..." entahlah Lina mendengar ucapan Monica itu tak bisa mengartikan itu sebuah pujian atau ledekan.

"Teh ganti dulu yuk bajunya..."ajak Monica begitu selesai merapikan tas make-upnya.

Ketiga orang teman Monica membawa Lina kesebuah ruang fitting baju yang tertutup tirai tapi tetap saja disana Lina tak menemukan cermin atau apapun yang bisa membuatnya melihat bayangannya,disana hanya ruangan fitting baju yang kosong.

Ketiga teman Monica terlihat sangat profesional dalam menjalankan tugasnya. Mereka tak banyak bicara tapi selalu menunjukkan keramahan disetiap ekspresi wajah mereka.

Lina pikir ia akan tahu ada acara apa saat ini dengan gaun yang ia pakai tapi begitu dia akan berganti baju. Matanya ditutup oleh sebuah penutup mata, membuat Lina kembali berpikir ini tuh sebenarnya ada apa.

Tak perlu waktu lama untuk Lina berganti baju karena temannya Monica mereka sangat cekatan dalam bekerja. Begitu selesai Lina kembali digiring keluar menuju tempatnya tadi tengah dirias.

"Wow very beautiful..."puji Monica lagi dengan gaya bicaranya yang terdengar khas.

"Bisakah aku melihat diriku sendiri..."tanya Lina karena dia sekarang sangat merasa penasaran.

"Belum belum saatnya Teteh..."tahan tangan Monica yang mencoba menahan tangan Lina yang akan mencoba membuka penutup matanya.

"Duduklah dulu..."Monica kembali mendudukkan Lina disebuah kursi.

"Hey Lina..."sapa seorang pria yang suaranya tak terdengar asing ditelinganya.

"Mas Riki..."terkejut Lina begitu penutup matanya dibuka memperlihatkan sang kakak ipar yang tengah duduk didepannya dengan senyuman yang mengembang.

"Rapihin dulu donk Mon..."perintah Riki kepada Monica untuk merapikan make-up Lina.

"Tapi foto bareng ya..."pinta Monica pada Riki yang disambut dengan kata iya.

"Mas bisa beritahu aku ini ada apa..."Lina mencoba mencari tahu lewat kakak iparnya.

"Nanti juga kamu bakal tau, aku kesini karena ada beberapa hal yang ingin aku sampaikan kepadamu Lina..."mimik wajah Riki terlihat serius dan jelas itu membuat ekspresi kebingungan diwajah Lina semakin bertambah.

Obrolan Riki dan Lina berlangsung lama dan serius, selama pembicaraan itu Riki tak memberi Lina kesempatan untuk bertanya dan berbicara persis seperti Reno yang hanya minta untuk didengar.

"Aku hanya ingin mengatakan Terimakasih, terimakasih karena telah menerima Reno apa adanya..."ucap Riki sebelum pergi berlalu meninggalkan Lina kembali hanya bersama Monica.

Lina mengerti apa yang dikatakan kakak iparnya tapi tetap saja dia tidak mendapatkan jawaban dari pertanyaan.

"Sebenarnya ini ada apa..." itulah pertanyaan yang terus menerus Lina pikiran.

"Ok apa sudah siap..."datang lagi seorang wanita muda keruangan Lina berada.

"Iya donk nih udah siap..."Monica menunjukkan Lina sebagai hasil karyanya.

"Teh ikut saya yuk..."ajak wanita didepan pintu kepada Lina.

Monica membantu Lina berjalan dibelakangnya yang sekarang baru Lina sadar jika baju yang ia kenakan bukan baju biasa.

Chapitre suivant