Begitu terkejutnya Kirana melihat dimana dia sekarang di sebuah pantai.
Kirana yang masih tak percaya hanya diam membatu di depan mobil Evan.
'Pantai' , selama 5 tahun ini Kirana sangat menghindari tempat ini. Bukan benci atau tidak suka, tapi tempat ini begitu banyak menyisahkan kenangan manis nya bersama orang yang dia cintai dulu, dimana kini kenangan itu menjadi sebuah duri di hati Kirana, yang mana bila mencabut nya akan membuat lubang dan luka di hati nya, membiarkannya begitu saja itu lah yang dilakukan Kirana, maka dari itu dia tak pernah mendatangi tempat ini, namun hari ini Evan membawa nya kesini, dan duri itu rasa nya kembali menusuk nusuk hati Kirana.
Setelah diam beberapa saat untuk merasakan kenangan dan luka nya yang mengalir bersamaan , maka ternyata hanya rasa sakit yang dia dapatkan , Evan terlihat tenang menatap ke laut dan merasakan hembusan angin pantai.
"Pak Evan, apa kita bisa pergi dari sini sekarang?"
ucap Kirana akhirnya dan membuat Evan.
"kau, tidak suka pantai?" sahut Evan
"aku bukan tidak suka, aku hanya tidak ingin berada ditempat ini sekarang" sahut Kirana dingin.
Evan berjalan mendekat ke arah Kirana, mengamati Kirana, dan mendapatkan ekspresi kosong diwajahnya, "Kirana, are you ok?" ucap Evan lembut, seketika air mata Kirana tumpah, Evan merasakan kesakitan saat melihat Kirana menangis, dia pun menarik kepala Kirana dengan lembut menyandarkan di dada nya untuk tempat Kirana menangis. Kirana tak bisa lagi menahan sakit dan kekacauan pikiran nya.
"apa salah menjadi, single mother, apa salah jika aku sanggup menjadi ayah dan ibu bagi anak ku, kenapa mereka hanya terus menuntut ku, mereka tak pernah tau serumit apa luka yang ku alami"...
ucap Kirana dalam tangis nya, mendengar curahan hati Kirana, kini dia memahami kegundahan Kirana adalah anak nya. Evan ingin sekali memeluk Kirana melindungi wanita ini namun dia urungkan, takut malah menyinggung Kirana.
Setelah merasa tenang Kirana melepaskan dirinya dari Evan, "maaf pak" ucap Kirana merasa tak enak, seraya menyeka air matanya. "tidak apa2, seharusnya aku yang minta maaf , karena sudah membawa mu ke tempat yang kau benci" ucap Evan lembut.
"aku tidak membenci tempat ini, aku hanya ingin menghindari nya" ucap Kirana.
Evan memegang kedua pundak Kirana bermaksud memberikan kekuatan dan dukungan untuk nya seraya berkata, "luka yang kamu rasakan jangan kamu biarkan, dia akan menyakiti mu sewaktu waktu, lepaskan lah, itu akan lebih baik" ucap Evan lembut. "lukanya bagai duri , apabila kucabut dan kulepaskan itu akan membuat lubang dan bekas yang tak akan pernah hilang, jadi membiarkan nya adalah keputusan ku, itu juga sebagai pengingat bahwa hati ku sudah terluka sehingga tak mungkin bisa kuberikan pada orang lain" ucap Kirana penuh makna.
"aku mengerti perasaan mu, apa kau masih butuh sandaran?" tanya Evan hangat.
"tidak.terima kasih, apa kita bisa pergi dari sini?" tanya Kirana pelan.
"iyaa, baik lah" jawab Evan.
Di dalam perjalanan Kirana memejamkan matanya, memalingkan wajahnya kembali ke arah keluar jendela, suasana di dalam mobil sangat hening.
Evan hanya fokus menyetir dan sesekali melihat ke arah Kirana.
'wanita yang kuat,'
'aku tak pernah tau sedalam apa luka mu, tapi yang aku tahu, aku ingin meraih hati mu dan menyembuhkan nya'. Itu lah batin Evan.
Ternyata Evan mengantar Kirana pulang, dia tahu Kirana butuh sendiri saat ini.
"apa tidak masalah aku pulang , ini bahkan belum jam makan siang ?" tanya Kirana merasa tak enak, "aku bukan boss yang kejam, aku tahu kau butuh istirahat, dan juga aku tahu kau tak ada pekerjaan yang tertunda, jadi beristirahat lah" ucap Evan hangat. "terima kasih Pak Evan" ucap Kirana sopan, "aku tidak menerima ucapan terima kasih mu" jawan Evan tegas, Kirana kaget ekspresi nya sangat terkejut, "jangan gunakan kata bapak, jika kita diluar kantor" ucap Evan akhirnya dan membuat Kirana mengerti, "baik lah, Terima kasih Evan" ucap Kirana seraya sedikit tersenyum. Kirana hendak membuka pintu, namun lengannya di tahan oleh Evan.
"Kau ibu yang hebat, dan anak mu tau itu" ucap Evan penuh ketulusan, "terima kasih" ucap Kirana seraya tersenyum lembut kali ini ke Evan.