webnovel

41. Kopi

Gelora 💗 SMA

Prosesi makan malam ala prasmanan seperti orang-orang yang sedang menghadiri kondangan berlangsung sangat khidmat. Tak ada momen yang berkesan. Masakan yang disajikan juga menu yang sudah sangat familiar seperti sup ayam, rendang daging dan kerupuk udang. Tidak ada menu istimewa khas masakan Bali. Hanya alunan gending Bali yang menciptakan nuansa kuat bahwa kami memang sedang berada di negeri I Gusti Ngurah Rai salah satu pejuang nasional Indonesia.

Pada saat aku menikmati makan malam, aku sempat melihat Randy. Kami hanya saling melempar senyum tanpa sedikit pun bertutur sapa. Karena pada waktu itu Randy sedang asik makan bersama Rudy dan teman sekelas yang lainnya. Jadi kami cuma bisa berpandangan dari jarak yang jauh.

Usai menyantap hidangan makan malam, grup-ku langsung balik ke dalam kamar. Kami ngobrol dan bercengkrama sambil menikmati kue-kue kecil bawaan bekal dari orang tua kami. Lalu selang tak seberapa lama teman-temanku pun segera tertidur pulas. Mungkin karena lelah dan besok juga masih banyak kegiatan lagi, sehingga mereka dengan cepat memutuskan untuk beristirahat. Di antara mereka semua hanya aku yang masih melek. Aku memang tidak biasa tidur dengan kondisi beramai-ramai seperti ini.

Aku melongok waktu di jam tanganku, angkanya sudah menunjuk angka 00.36 WIB. Aku memang sengaja tidak merubah setting-an zona waktunya. Kalau ukuran waktu setempat berarti sudah pukul 01.36 WITA karena perbedaan waktu di wilayah tengah dengan wilayah barat terpaut sekitar 1 jam. Sudah cukup larut, tapi aku belum bisa memejamkan mataku. Aku cuma memandangi sahabat-sahabatku yang sedang tertidur pulas. Yadi si kacamata dan pendiam tidurnya manis sekali sambil menggigit ibu jarinya. Awan dan Yopi, entah mengapa mereka jadi tidur berpelukan begitu. Seperti sedang mimpi indah. Apakah meraka menjalin hubungan bromance, tapi tidak pernah diekspose dan tidak diketahui oleh banyak orang. Ah ... entahlah, aku tidak mau berpikiran sejauh itu. Terus aku juga memperhatikan si Boni, dia juga nampak cute saat tertidur begitu sambil memeluk bantal. Aneh, bukannya buat jadi bantalan kepalanya malah dijadikan objek pelukan. Semoga tidak mimpi mesum ya, Bon!

Dan itu ... ya, Tuhan, si Biang kerok Akim. Saat tidur pun dia masih berbuat rusuh dengan suara dengkurannya yang terdengar keras. Dasar manusia kodok! Tapi ... kalau diperhatikan dengan seksama, Akim itu ganteng juga, ya ... rambutnya ikal, alisnya tebal seperti barisan semut hitam, hidungnya juga masuk kategori bangir, kumisnya tipis ala-ala ABG dan bibirnya juga gempal kehitaman, mungkin karena dia suka merokok. Gigi ginsulnya juga lucu menambah kemanisan saat dia tersenyum. Kekurangan dia hanya kurang tinggi aja. Karena di antara kami ber-enam cuma dia doang yang kelihatan kate walaupun sebenarnya tidak pendek-pendek amat, sih. Kelebihan dia kalau dilihat dari fisik pasti you know -lah ... He have a Big Dick! Terus body dia juga sudah lumayan terbentuk seperti roti sobek enam bagian. Iiihhh ... gemess!

Duh ... kenapa aku jadi memperhatikan dia, sih! Orang yang tidak punya rasa malu, suka mengganggu, suka menggoda dan sederet keburukan yang lainnya. Tapi kadang romantis juga sih, walaupun keromantisannya terlalu dipaksakan.

Achhh ... aku tidak mau melihatnya lagi. Lama-lama ntar aku bisa jatuh cinta beneran deh, sama cecunguk yang satu itu. Iiihhh ... gak deh! Tapi jika terpaksa dan kehabisan stock cowok keren, Akim bolehlah jadi alternatif pilihan utama. Hahaha ... apaan sih, Poo!

Aku bangkit dari tempat pembaringan, suasana di luar sangat sepi. Hanya terdengar suara kendaraan yang lamat-lamat di kejauhan. Aku membuka pintu kamar dan mencoba keluar dari ruangan yang sudah seperti tempat pengungsian ini. Dan ketika aku sudah berada di luar, aku menangkap sesosok bayangan yang sedang duduk termenung di kursi depan kamar penginapan sambil menyeruput secangkir kopi panas. Aku kenal sosok itu, karena dia adalah Randy.

''Poo ...'' Randy menyapaku terlebih dulu. Ternyata Dia sudah tahu keberadaanku.

''Ran ...'' sahutku pelan sambil melangkah mendekatinya.

''Kamu belum tidur, Poo?'' ucap Randy.

''Belum,'' balasku.

''Kenapa?'' tanya Randy.

''Entahlah ... mataku sulit untuk terpejam,'' jawabku.

''Sama, Poo ... aku juga! Makanya aku ada di sini,'' timpal Randy.

''Boleh aku duduk?'' ujarku pelan.

''Silahkan!''

Aku pun duduk di samping Randy.

''Kamu mau kopi?'' Randy menyodorkan cangkirnya ke hadapanku.

''Boleh!'' Aku meraih cangkir itu dan menyeruput isinya. Manis, gurih dan sepat khas citarasa biji kopi.

''Enak?'' Randy tersenyum menatapku.

''Mmm ... Lumayan!'' balasku dengan senyuman pula, ''kamu dapat dari mana kopi ini, Ran?'' imbuhku.

''Tadi habis makan malam aku dan teman-teman jalan-jalan di sekitar area penginapan, di sana ada penjual kopi sachet. Lalu kami membeli beberapa sachet dan kuseduh dengan air panas dispenser... ada 'kan di dalam kamar?'' terang Randy.

''Oh, gitu ...''

''Iya ...'' Randy kembali tersenyum. Duh ... senyumannya itu lho, bikin aku lumer seperti coklat dipanasin!

''Poo ...''

''Ya, Ran ...''

''Sebenarnya, ada yang ingin aku bicarakan kepadamu ... tapi aku rasa waktunya belum tepat.''

''Emang kamu mau ngomong apa sih, Ran?''

''Áh, sudahlah ... lupakan!''

''Hmmm ...'' Aku bersingut. Penasaran sih, apa yang hendak dibicarakan Randy, tapi ... sepertinya Randy tidak bersedia untuk membuka mulutnya malam ini.

''Sebaiknya kamu tidur aja, Poo ... ini sudah larut malam ... besok banyak kegiatan yang kita lakukan!'' Randy mengusap lembut pipiku. Tangannya terasa hangat dan nyaman. Aku suka diperlakukan begini. Ough, Randy ... apakah kamu tahu kalau aku sebenarnya menyimpan rasa terhadapmu. Sejak kamu menciumku dulu, panah asmaramu seolah menancap tepat di jantung hatiku. Tapi sayangnya kamu tidak pernah mengucapkan kata-kata sayang kepadaku dan itu membuatku jadi ragu. Apakah Randy menyukai aku atau tidak!

''Iya ... sebaiknya kita beranjak tidur, terima kasih atas kopinya, Ran ... aku suka!'' Aku meletakan cangkir kopi itu di atas meja. Kemudian dengan hati-hati aku bangkit dari tempat dudukku dan mulai melangkahkan kedua kakiku.

''Poo ...'' Randy menahan lagkah kakiku, aku segera menoreh ke arah cowok berperawakan tinggi besar itu.

''Good Night ... mimpiin aku!'' lanjut Randy. Aku jadi tersenyum simpul.

''Iya, Ran ... '' kataku sebelum melanjutkan langkah kakiku dan segera masuk ke kamar.

Randy juga melakukan hal yang sama, dia memasuki ruangan tidurnya dan menutup pintunya dengan rapat.

Ah ... Randy, mengapa aku selalu berbunga-bunga bila berada dekat dengan kamu. Padahal dulu kita pernah sangat dekat bahkan teramat dekat, tapi waktu itu aku belum memiliki rasa seaneh dan secanggung ini.

Sulit dipercaya ... mengapa setiap aku bertemu dan berhadapan dengan Randy. Ada yang berontak di balik celana dalamku. Mengapa burung pelatukku mendadak jadi konak setiap aku berbincang-bincang dengan Randy. Ada apa ini? Apa aku benar-benar sudah tertarik dan jatuh cinta kepada Randy? Apakah Randy memiliki perasaan yang sama dengan aku? Mengapa dia bilang ingin hadir di dalam mimpiku? Apakah mungkin ini adalah sandi bahwa dia sebenarnya menyukaiku juga? Ah ... entahlah. Tapi yang pasti aku ingin bercumbu dengannya ... tidak sekarang, mungkin suatu saat nanti bila ada kesempatan! Hehehe ... lebih baik aku tidur agar tidak berpikiran jorok seperti ini. Yuk ah, Bobo!

Chapitre suivant