webnovel

Bab 20 B | Kotak Musik

Setelah itu mereka keluar dari rumah dan memasuki Chevrolet Camaro silver milik Alta. Sampai setengah perjalanan masih tidak ada pembicaraan. Padahal mereka masih lancar berbicara saat di telfon tadi pagi tapi ketika bertemu malah canggung begini.

"Al.." panggil Lamanda memulai pembicaraan.

Alta bergumam dan menoleh sekilas lalu kembali fokus menyetir.

"Apa luka kamu segitu parahnya sampai operasi gini?" tanya Lamanda karena sejak tadi ia memang sedang mengamati wajah Alta dari samping.

Alta mengangguk.

"Kenapa kamu sampai tinggal kelas dua tahun?"

"Lo pikir setelah kecelakaan itu gue langsung bangun, sembuh dan sekolah?"

Lamanda diam. Rasa bersalah semakin menumpuk dalam dirinya.

"Kamu ganti nama, apa it--"

"Lo tau, Lam.. Davino itu lemah cuma gara-gara cewek. Dan Alta.. Alta nggak akan pernah jadi Davino yang dulu."

Lamanda benar-benar bungkam. Apa ini alasan Alta begitu acuh pada Liora? Apa ini alasan Alta menjadi sinical terhadap perempuan? Semua karena dirinya.

"Maaf. "

Alta tidak menjawab. Ia mencengkram erat setir mobilnya untuk menyalurkan emosi akibat Lamanda mengungkit masalah itu lagi.

"Jangan bahas masalah ini lagi," tegas Alta.

Lamanda mengangguk. Ia mengeluarkan ipod shuffle milik Alta dan mengulurkan pada pemiliknya. "Makasih,"

Alta meraihnya tanpa menoleh dan meletakkannya di dashboard.

Pandangan Lamanda yang mengikuti gerakan Alta langsung teralih pada benda lucu di atas dashboard. Tanpa sadar ia mulai menyentuhnya. Lamanda mengamati benda berbentuk komedi putar itu lalu tersenyum dan melihat ke arah Alta. "Lucu. Ini apa?"

"Kotak musik. Ambil aja."

Mata Lamanda berbinar. Ia segera meraih kotak musik itu dan membawanya dalam pelukannya, mendekapnya erat sambil tersenyum.

Lamanda sangat menyukainya. Ia memiringkan kepalanya mencari-cari sesuatu pada kotak musik tersebut. Saat melihat tuas kecil di bagian bawah, Lamanda mencoba memutarnya membuat komedi putar itu bergerak dan mengeluarkan nada-nada indah membuat Lamanda terkikik.

Alta hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah kekanakan Lamanda.

Tidak terasa mereka sudah memasuki area sekolah. Suatu keajaiban karena Alta datang pagi di hari rabu. Biasanya Alta telat di hari senin karena malas mengikuti upacara, hari rabu karena jam pertama kimia, hari kamis karena jam pertama BK dan Alta malas bertemu Bu Ramti dalam kurun waktu yang lama, dan terakhir Alta akan telat di hari sabtu karena memang sengaja. Dan sekarang, telat di hari rabu.. patah karena Lamanda.

Alta turun dari mobil dan menunggu Lamanda tapi gadis itu tidak kunjung keluar. Alta langsung berjalan dan membuka pintu kursi penumpang. Ia mengerutkan alis melihat Lamanda yang sedang menunduk menyembunyikan tubuhnya.

"Lamanda keluar," perintah Alta sambil menarik tangan Lamanda. Lamanda menggeleng.

Alta mengangkat sebelah alisnya lantas mengitari pandangan ke sekitar. Ia menghembuskan napasnya ketika mengetahui alasan Lamanda bersembunyi. Ia melihat Liora mulai berjalan ke arahnya membuat murid-murid mengalihkan pandangan bahkan beberapa mulai berhenti berjalan.

"Ada gue." Alta berhasil menarik Lamanda keluar dan langsung mendapati raut kaget Liora. Alta tersenyum miring dan merangkul Lamanda agar semakin mendekat ke arahnya.

"Alta!!" bentak Liora.

"Kenapa?" tanya Alta santai. Ia melirik Lamanda yang mulai menunduk.

Liora kehabisan kata untuk menjawab pertanyaan Alta. Ia melonel ke arah Lamanda. "Lo idiot ya? Gue udah bilang jangan deketin Alta kenapa lo masih aja deketin dia."

Lamanda mencengkram bagian bawah roknya. Ia bukan takut pada Liora. Ia hanya takut ribut lagi dan membuat bundanya dipanggil ke sekolah.

Kesal, Liora menarik tangan Lamanda membuat rangkulan Alta terlepas. Kemudian ia merampas kotak musik yang dipegang Lamanda lalu melemparkannya untuk menyalurkan emosinya.

Lamanda terperangah dan menatap nanar pemberian Alta yang sudah patah menjadi beberapa bagian.

"Liora!!" bentak Alta.

Liora bergeming. Ia memandang tajam Lamanda. "Gue bisa hancurin lo kaya gue hancurin barang itu," ancam Liora.

Lamanda menatap sendu Liora lalu jongkok dan mulai mengumpulkan kepingan-kepingan benda tersebut dengan air mata menggenang. Lamanda menghapus air matanya yang tiba-tiba jatuh saat ia berkedip.

"Arghh!" pekiknya ketika Liora sengaja menginjak tangannya. Ia menggigit bibir bawahnya ketika Liora semakin menekan tangannya dengan kaki.

Ia mencoba menarik tangannya dan berhasil meskipun sakit karena bergesekan dengan ubin. Lamanda berdiri dan pandangannya teralih pada Alta yang hanya diam saja dan menatapnya datar.

"Gimana? Sakit?" tanya Liora dengan nada mengejek. Liora maju selangkah dan langsung menarik kunciran rambut Lamanda kasar.

"Liora berhenti! Sakitt."

"Gue bakal berhenti asal lo juga berhenti deketin Alta," ucap Liora semakin mengencangkan jambakannya.

Lamanda mencoba meraih tangan Liora tapi tangannya dicekal terlebih dahulu oleh Liora. Liora begitu menyeramkan saat marah seperti ini. Kekuataannya seakan bertambah dan itu membuat Lamanda kewalahan.

"Liora sakitt," rintih Lamanda.

"Sakitan mana sama gue? Berkali-kali gue lihat lo dengan mudahnya bareng Alta sedangkan gue.." Liora diam seperti tidak bisa melanjutkan perkataannya.

"Apa lo benci gue karena Kalka juga?" tanya Lamanda.

Liora mematung. Ia sontak melepas jambakannya tapi semakin mengeratkan cekalan tanganya pada Lamanda. Dan..

Plak

Entah ini kali keberapa Liora menamparnya. Lamanda merasakan panas dan perih di pipinya. Tapi hatinya lebih sakit melihat Alta hanya diam saja tanpa sedikitpun membelanya.

"Lo nggak berhak nyuruh dia jauhin gue," ucap Alta pada akhirnya.

"Gue kenal lo lebih dulu dari dia tapi kenapa lo lebih milih cewek kampungan ini."

"Lo lebih kampungan dengan ngelakuin hal ini. Labrak orang seenaknya. Lo pikir dengan begitu lo bakal kelihatan keren? Kampungan."

Alta menatap tajam mata Liora yang mulai berkaca-kaca.

Ternyata direndahkan oleh orang yang kita cintai itu lebih sakit dari apapun. Apalagi pemicunya adalah tingkah laku kita yang terlihat begitu murahan.

"Setelah lo nyuruh dia jauhin gue apa gue bakal deket dan pacaran sama lo?" tanya Alta meremehkan. "Enggak!"

Liora mulai terisak.

Ia mendekati lelaki itu dan langsung menghambur ke pelukan Alta. Ia semakin terisak dan mengeratkan pelukannya meskipun Alta tidak membalas.

"Tapi gue cinta sama lo," ucap Liora dengan suara serak.

Alta mengusap wajahnya kasar. Ia merutuki kelemahannya yang tidak bisa melihat perempuan menangis. Apalagi karena dirinya. Alta menatap garang murid-murid yang dengan beraninya berkumpul menyaksikan dirinya.

"BUBAR!!" teriak Alta namun mereka semua bergeming dan beberapa malah asyik mengambil gambar Liora yang sedang memeluk Alta. "GUE BILANG BUBAR! BUDEG LO SEMUA!!" bentakan Alta kali ini sukses membuat mereka bubar dan berlarian.

"Udah, Ra." Alta mencoba melepas pelukan Liora karena risih tapi Liora semakin terisak membuat Alta mengurungkan niatnya.

"Kalau lo nggak cinta sama gue, tolong jangan deket sama cewek lain. Gue belum siap," ucap Liora. Gadis itu mendongak dan menatap Alta dengan mata sembabnya tanpa melepas pelukannya.

Alta tahu bahwa ada sisi lain Liora yang benar-benar membutuhkannya. Alta dapat melihat betapa terlukanya gadis itu melalui matanya.

Alta menghembuskan napas. Perlahan Alta membawa Liora kembali dalam pelukannya..

Lamanda yang melihat adegan itu merasakan sesak di dadanya. Dengan gemetar ia meninggalkan tempat parkir dan berjalan cepat menuju kelasnya. Tidak peduli jika banyak pasang mata menatap ke arahnya.

Tidak ada adegan Alta meneriakkan namanya, memintanya berhenti lalu mengejarnya. Tidak ada. Karena Alta masih berdiri di parkiran dengan tangan merengkuh Liora.

"Mereka cocok anjir."

"Romeo-Julietnya Advent pelukan."

"Lo bilang apa? Romeo sama Juliet? Lo buta! Jelas-jelas itu Sehun sama Mimi Peri!!"

Lalu beberapa siswi itu tertawa. Lamanda tidak peduli karena ia sadar satu hal bahwa..

Apa yang dikatakan mereka benar. Alta terlihat sepadan dengan Liora.

Dan Lamanda tahu bahwa semua tidak akan pernah kembali seperti semula meskipun Alta ingin memulainya dari awal.

Lamanda menoleh lagi ke parkiran sebelum berbelok. Ia mengusap kasar air matanya melihat Alta meletakkan dagunya di kepala Liora. Membawa kepala gadis itu semakin tenggelam di dadanya. Alta memeluk Liora seakan tidak ingin melepaskannya.

Chapitre suivant