webnovel

Bab 6 | Kantin Advent

6. Kantin Advent

Orang picik pikiran dan pandangannya sempit sehingga selalu menyimpulkan persepsi sesukanya tanpa melihat fakta dan tidak peduli akan padangan orang lain. Tapi orang licik ia selalu meyudutkan orang lain dengan opininya bahkan setelah ia mengetahui fakta. Tujuannya hanya satu, menjatuhkan lawan.

Jadi lo bagian yang mana? Picik, licik, atau keduanya?"

***

Sebelumnya, Raskal tidak pernah merasa bersalah atas semua kesalahan yang telah ia lakukan terutama pada perempuan. Misalnya seperti ketika ia mempermainkan banyak perempuan atau bahkan meninggalkan mereka setelah sebelumnya pernah tidur bersama. Raskal memang begitu apalagi sejak mamanya pergi dengan selingkuhannya lima tahun yang lalu. Mulai saat itu, Raskal menjadi sosok yang suka membolak-balik perasaan perempuan. Apa untungnya? Tidak ada. Sekedar bersenang-senang. Apalagi melihat secara live perempuan yang disakitinya itu menangis. Dan Raskal tidak akan merasa bersalah atas itu. Kata Raskal : suruh siapa baper?

Bagi Raskal menyimpan rasa bersalah pada perempuan itu sama saja dengan menyerahkan hatinya dengan sukarela dan Raskal belum siap menyerahkan hatinya kepada siapapun meskipun ia sering ganti-ganti pacar, baginya itu hanya permainan tanpa melibatkan hati.

Karena,  dulu ia pernah terjebak dalam keadaan seperti itu.

Jadi,  biarkan saja perempuan-perempuan yang Raskal sakiti terluka, toh itu juga akan mengajarkan mereka bagaimana cara untuk mengobati luka lalu bangkit kembali.

Kalau tidak ya salah sendiri baperan dan menye-menye. Dikasih kedipan dan senyum sedikit langsung kepedean terus megap-megap dan histeris. Dasar cewek baperan.

Tapi entah kenapa tiba-tiba saja Raskal ingin meminta maaf pada Lamanda karena telah lancang menciumnya, bagi Raskal itu sangat konyol. Ngomong-ngomong soal konyol, Raskal tidak peduli. Buktinya sekarang ia sedang duduk menghadap Lamanda sambil memasang tampang memohon yang terlihat sangat innocent di wajah chinese-nya.

"Maafin gue ya, janji nggak bakal cium pipi lagi," cicit Raskal.

Lamanda menoleh lantas memutar bola matanya, antara kesal dan gemas melihat raut wajah Raskal yang terlihat seperti anak kecil kelaparan, tapi berhubung ia sudah telanjur kesal karena dari sekian hari Raskal baru minta maaf sekarang, jadi Lamanda hanya bergumam tidak jelas lalu kembali fokus pada bukunya.

Melihat Lamanda kembali membaca dan tidak mendapat respon yang baik, Raskal segera mengeluarkan satu kotak coklat ferrero rocher dari tasnya lalu menyodorkan tepat di depan wajah Lamanda.

"Buat lo," katanya.

Kemarin malam, Raskal menghubungi Arsya, merecoki malam Arsya dengan sesi wawancara absurd, menanyakan makanan kesukaan Lamanda, orang yang baru beberapa hari dikenalnya dan akan menjadi teman sebangkunya untuk beberapa ratus hari kedepan. Meskipun ia harus menyogok Arsya dengan paket internet 15 GB terlebih dahulu untuk mendapakan informasi tersebut.

Lamanda menaikkan sebelah alisnya lalu mendorong pelan kotak coklat tersebut, "Lo nyogok gue?" dengus Lamanda.

"Bukan gitu ish."

Lamanda bergeming, lalu kembali fokus pada bukunya tapi Raskal malah menendang-nendang kakinya. Raut wajahnya berubah kesal karena buku yang ia baca terus-terusan tertunda dan berakhir, apalagi sebentar lagi ulangan PKN. Ia menutup buku tersebut dan meletakkan ke meja. Ia menatap kotak coklat di hadapannya kemudian melirik Raskal.

"Jarang-jarang gue minta maaf sampe kasih beginian loh, Lam," kata Raskal.

"Maaf nggak bisa dibayar dengan barang asal lo tahu," ujar Lamanda tapi sesekali matanya melirik kotak coklat di hadapnnya, membayangkan bulatan coklat manis asal Italy itu lumer di mulutnya. Astaga, "tapi berhubung gue suka coklatnya, jadi gue ambil." Lamanda meraih kotak coklat itu secepat kilat, lalu memeluknya dengan mata berbinar, membuat Raskal kaget namun tak urung lelaki itu terkekeh.

"Jadi lo maafin gue kan?" tanya Raskal meskipun ia tahu jawabannya, ia hanya ingin memastikan.

Lamanda menganggukkan kepalanya kemudian menghadap Raskal, "Jangan diulangin."

Raskal menjulurkan jari kelingkingnya, membuat dahi Lamanda berkerut "Pinky promise."

"Lebay lo, " cibir Lamanda dan menautkan jari kelingkingnya di jari Raskal.

"Lo mau kan jadi teman gue?"

Lamanda melepas tautan jarinya, "Gue emang teman lo."

"Biar resmi aja gitu."

"Kayak pacaran aja"

Raskal tertawa, "Kalau lo mau kita pacaran, gue sih oke-oke aja."

"Gue nggak jadi maafin lo," ketus Lamanda.

"Bercanda kali, baperan lo."

Lamanda membuka tutup kotak coklatnya, membuka satu bungkusan lalu menyodorkan ke arah Raskal, bermaksud menawari namun Raskal menggeleng. Raskal memperhatikan Lamanda yang mulai mengunyah coklatnya. Terlihat sangat lucu untuk ukuran anak SMA sepertinya. Raskal tidak menyangka akan mendapatkan teman satu bangku seperti Lamanda.

Apalagi gadis itu ada hubungannya dengan masa lalunya.

"Lam, gue mau tanya sesuatu sama lo," kata Raskal setelah jeda hening beberapa saat.

"Apa?" Lamanda tidak menoleh, ia mulai asik menghitung-hitung jumlah bulatan coklat itu dengan telunjuknya, bermaksud mengatur jumlah yang harus ia makan hari ini. Sayang kan kalau cepat habis.

"Jadi, lo adik kembarnya Kalka ya?"

Lamanda menoleh ke arah Raskal, "Tahu dari mana?"

"Gue kan peramal."

"Serius, Kal."

"Iya gue serius. Apalagi sama lo."

Kesal, Lamanda memilih membuka bungkusan coklatnya lagi dan tidak menanggapi Raskal. Ia menoleh ketika Arsya yang baru saja datang duduk lalu menghempaskan tasnya di atas meja, membuat gebrakan kecil. Arsya memutar badannya, menghadap Lamanda yang mulai mengunyah coklat keduanya.

"Tadi ada yang gangguin lo nggak?" tanya Arsya langsung. Sejak tadi malam ia gusar melihat gosip-gosip yang beredar tentang sahabatnya itu di media sosial beberapa teman sekolahnya. Hari ini ia hanya ingin memastikan keadaan Lamanda.

Lamanda menaikkan sebelah alisnya bingung lalu menyodorkan coklat bekas gigitannya ke arah Arsya, membuat Arsya meringis lalu menggeleng. Lamanda berpikir sejenak kemudian menggeleng menjawab pertanyaan Arsya, meskipun sebenarnya memang ada yang aneh tapi mungkin itu hanya perasaan Lamanda saja.

Sebenarnya tadi saat masuk area sekolah banyak pasang mata yang memperhatikan Lamanda, meskipun beberapa hari yang lalu Lamanda memang selalu menjadi sorotan karena merupakan murid pindahan ditambah lagi kejadian saat Alta mengakuinya sebagai pacar. Tapi untuk kejadian yang tadi pagi, Lamanda merasa berbeda karena mereka secara terang-terangan memandangnya dengan sinis dan beberapa bahkan sengaja menabrak Lamanda saat berjalan lalu mengejeknya.

"Beneran nggak ada yang gangguin lo? lo nggak ngerasa aneh gitu? Gosip tentang lo udah menyebar di sosmed anak-anak sini. Gila banget tuh Alta, gue bingung deh sama dia maunya apaan coba, mana fansnya ababil semua lagi, mulutnya pengen gue cor satu-satu," celoteh Arsya. Ia sudah menahan diri untuk diam saja pasca kejadian di perpustakaan usai Lamanda menceritakan semuanya padanya. Tapi, melihat respon fans-fans gila Alta itu, ia jadi geram sendiri.

Lamanda menghentikan makannya, ia meletakkan kotak coklatnya ke atas meja.

"Nggak, Sya," jawab Lamanda bohong. Karena ia tidak ingin memperpanjang masalah.

Sedangkan Raskal yang mendengar ucapan Arsya langsung teringat trending topic di grup murid Advent yang kehebohohannya mengalahkan berita 'Liora kelebihan hormon testosteton' beberapa hari lalu.

Raskal menghadap Lamanda, "Jadi, lo serius pacar Alta yang di Prancis itu?"

"Darimana lo tahu gue pernah di Prancis?" tanya Lamanda.

"Udah gue bilang,  gue itu peramal, " jawab Raskal dengan tampang menyebalkan.

Lamanda tidak menggubris. Biarkan saja Raskal berkata sesukanya, tidak penting juga ia menanggapi.

"Pokoknya kalau beneran pacar Alta, jangan bilang ke Alta kalau gue pernah cium lo," kata Raskal kemudian.

Lamanda menaikkan sebelah alisnya bingung. "Kenapa?"

"Lo mau gue mati muda?!!"

Chapitre suivant