Baling-baling helikopter mengibakkan rambutku, sebuah helikopter yang diterbangkan dari kapal pesiar hanya dinaiki para guru untuk sampai ke lokasi tempat ujian terlebih dahulu, menyiapkan segala sesuatu. Saat ini mungkin menjadi perjalanan yang menarik, karena sudah lama saat terakhir kali aku naik kapal laut. Mengingatkanku pada seseorang yang kukagumi, waktu itu sekitar enam tahun lalu aku mengarungi lautan bersamanya. Memori-memori kecil mulai melintas di depan mataku.
Ia berpesan padaku, suaranya yang berat membuat apa yang dikatakannya semakin bijak 'laut tenang takkan menghasilkan apapun, tapi ombak besar akan menciptakan pelaut yang handal' begitulah katanya. Lalu ia mengelus kepalaku dan memegang telapak tanganku, sebuah kalung diberikannya padaku sebagai jimat keberuntungan yang menyertaiku. Beruntung sekali jimat itu masih aku pakai hingga saat ini.
"dasar curang"
Ungkapan seseorang menyadarkanku dari kenangan, lantas aku menoleh ke belakang siapakah itu.
"apa maksudmu kutu buku?"
"menikmati pemandangan laut sendirian merupakan suatu kecurangan, apa kau mau berbagi denganku" sambil melipat bukunya lalu bersandar di pagar pembatas.
"menurutmu apa yang menanti di depan sana?" kataku
"aku tak bisa menebaknya dengan tepat, aku tak yakin. Sekolah ini benar-benar di luar dugaanku, ujian apa saja bisa mengampiri kita—maut sekalipun!" ucapnya
"begitu-kah" mendengar kata-katanya menimbulkan rasa tak nyaman dalam hatiku, tak tau kenapa aku menjadi gelisah-lantas aku menggenggam jimatku. Entah kekuatan magis atau apa, ketika aku menggenggamnya aku merasa tenang dan aman seakan ada seseorang yang melindungiku.
Gumamku bagai rintihan ini berubah menjadi teriakan dan erangan, bagaimana tidak? Guncangan hebat melemparkan tubuh Ringgo ke laut. Beruntung aku masih sempat menangkap tangannya. Tubuhnya tergantung-gantung bagaikan jemuran yang diterpa angin.
Alangkah lebih baik kalau kau mempertimbangkan untuk diet Ringgo, aku tak yakin bisa mengangkatmu. Ringgo yang kesal mendengar gurauanku menggenggam tanganku lebih erat. Ringgo tak ingin menyerah tangan kirinya meraih lantai kapal, wajah pucatnya menyiratkan ia tak ingin jatuh ke laut. Napasnya ngos-ngos an, ia begitu panik saat melihat ke bawah—hanya bisa menelan ludah.
Aku pun juga berusaha mengangkatnya naik, gadis sepertiku mungkin hanya sanggup mengangkat satu kali berat badanku, tapi tidak untuk dua kali berat badan! aku hanya terkejut dan melongo, seekor hiu melompat dari permukaan air menggigit kaki Ringgo.
Yang benar saja? bagaimana bisa hiu itu menggigit Ringgo, kenapa bisa tepat sekali waktunya? Mungkinkah ini yang dinamakan takdir? Jika itu benar, aku takkan membiarkan kau mati tragis dimakan hiu sobat.
Aku tak yakin jantung Ringgo baik-baik saja, mengingat tiba-tiba dirinya terlempar dari kapal saja sudah membuat jantung copot, apalagi ada hiu yang siap menyantapnya—rasanya seperti menjemput maut dua kali.
Ringgo masih tak menyerah, keinginan hati yang begitu kuat terpancar dari dalam dirinya. Padahal selama ini dia terlihat murung dan lesu. Baru pertama kali ini aku melihat wajahmu yang semangat penuh antusias memperjuangkan sesuatu. Ia mencoba untuk melawan, berkali-kali Ringgo menendang muka hiu. Tapi aku malah berteriak jangan bergerak terlalu banyak karena aku jadi kesusahan untuk mengangkatmu.
Ini adalah perjungan hidup dan mati, kami berada pada situasi tak boleh menyerah apapun alasannya. Hanya kekuatan yang bisa membantu kami, aku berteriak dan meraung sekuat tenaga. Menguras seluruh suara dan tenagaku beraharap dia bisa kembali ke kapal.
Sayangnya, tak kembali seutuhnya…
Sekarang hiu itu bisa menikmati hidangannya, sedangkan aku hanya bisa memeluk dan menampar Ringgo karena kecerobohan-nya. Beruntung hanya sepatunya yang dimakan hiu, bagaimana kalau dia dikunyah oleh gigi tajam di depan mataku. Pastilah membuatku gila!
Aku tak tau kenapa kapal ini tiba-tiba terguncang, apa terjadi kerusakan mesin? Bisa jadi, tapi aku merasa seperti menabrak sesuatu. Usai memastikan kondisi Ringgo yang baik-baik saja, kami berdua bergegas mencari tau kebenaran dibalik tragedi ini.
Waktu yang pas karena aku berada di kokpit depan, sehingga sangat dekat dengan nahkoda, bahkan saat aku menikmati pemandangan laut tadi nahkoda sempat menyapaku.
Staf kapal mulai berlarian memeriksa keadaan kapal, jika ada yang rusak pasti akan fatal. Apalagi ini sudah cukup jauh dari titik awal keberangkatan, sangat mungkin kini sudah berada di laut lepas.
Nahkoda mencoba menenangkan kami, sembari mencari alasan palsu untuk membuat para murid tak khawatir. Jika terjadi sesuatu pada kami, pasti karier-nya akan tamat.
Beberapa staf kapal mulai melapor satu per satu, mulai dari evakuasi yang berjalan lancar, dan pemeriksaan mesin tak terkendala, bahkan bahan bakar pun melimpah bahkan bisa melaut sampai ke benua Australia. Lantas apa yang membuat kami tertahan di sini?
Aku sempat curiga dengan hiu yang hendak memangsa Ringgo, bagaimana mungkin ada hiu di siang bolong begini? Awamnya, hiu akan mencari makanan pada malam hari menuju perairan dangkal. Terlebih lagi, waktunya terlalu pas jika hiu bisa meloncat dan mengigit Ringgo. Pasti ia sudah melakukan pengintaian yang cukup, jika tidak pasti si hiu akan melahap Ringgo di dalam air.
Lalu aku mengitari kapal dan melihat ke bawah, yaa… sepertinya dugaanku benar—ada banyak ikan hiu yang mengepung kapal. Dilihat dari jumlah sirip di punuknya, mungkin ada sekitar sepuluh-tidak tepatnya sebelas hiu.
Ini benar-benar gawat, jika sampai jatuh ke air pasti sudah tamat riwayat kami. Bertindak cepat aku melapor pada kapten kapal ini, ia langsung mengerti apa yang harus dilakukan. Semua speaker aktif menyiarkan pesannya agar berhati-hati jangan berada di tepian supaya tak terjatuh.
Ini benar-benar konyol kami adalah manusia makhluk terkuat di bumi, takkan kubiarkan kalian para hiu berada di puncak rantai makanan.
Saking kesalnya aku mengigit kuku ibu jariku, bagaimana cara keluar dari situasi ini. Kami berada di tengah laut. Berbeda dengan daratan yang bisa langsung kabur dari kendaraan ketika ada bahaya. Terlebih lagi ancaman hiu sudah menunggu di bawah.
Siaall aku tak bisa berpikir jernih-aku butu cafein untuk meningkatkan adrenaline dalam tubuhku. Sebenarnya jantungku tak cukup kuat untuk mengonsumsi coffe setiap hari. Setelah aku meminumnya, maka jemariku akan bergetar sendirinya dan denyut jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Cukup setimpal untuk membuat otak ini bekerja lebih keras.
Kurasa takkan terjadi apa-apa selama tak ada yang bertindak ceroboh. Apa lebih baik aku akan menyerahkan permasalahan ini kepada ahlinya? Kapten kapal pasti tau langkah selanjutnya untuk mengelurakan kami dari situasi ini.
Aku menuruni tangga menuju coffe shop untuk memesan satu vietnam drip. Dalam jeda pikirku, menabrak seseorang. Dilihat dari ekspresinya dia mungkin cukup tempramen, seseorang berbadan besar dan bermuka tajam.
Diriku hanya melirik lalu membiarkannya lewat-sama halnya dengan dirinya. Hanya beberapa langkah kaki saja, seseorang mengejarnya. Perempuan lumayan cantik parasnya, terlebih lagi body-nya yang hot pasti idaman para lelaki. Memandangnya saja sudah membuatku minder.
Perempuan itu mengejarnya layaknya kekasih yang bertengkar, namun pria itu tak mau menunggunya.
Suasana di belakangku benar-benar runyam, aku sampai kesulitan memilih jenis kopi yang hendak kuseduh. Akhirnya, aku memesan best-seller saja begitulah kubilang pada master.
Ternyata yang datang adalah coffe robusta dengan teknik V-60. Sungguh master yang cerdik, tau apa yang kuinginkan yaitu rasa pahit tanpa asam. Sebaiknya segera kuseduh selagi masih panas. Coffe yang begitu murni dan hitam meledakkan kepalaku.
Sedikit demi sedikit konsentrasiku mulai terkumpul satu arah. Ini seperti F1 yang sudah siap untuk balapan. Mesin ku mulai panas, dag-dig-dug-dag-dig-dug—pyooorr.
Uggh… aku tersedak… kopi ini membasahi bajuku. Dasar sialan! Aku benar-benar ketiban sial hari ini. Pria di belakang jatuh menimpaku kena tampar pasangannya, sepertinya dia ketauan selingkuh.
"wwaaahh—waktu yang tepat, biar kuperkenalkan pasanganku yang sesungguhnya ini dia Alice"
Bagaiamana dia mengetahui namaku? Tentu saja aku kaget… dia ini pasti mengarang cerita konyol—berdalih untuk melindungi dirinya. Tak ada waktu untuk menjelaskan-wajahku ini sudah disiram air oleh kekasihnya. Bedebah! Benar-benar lelaki tak tau malu.
Aku tak ingin menjadi pusat perhatian, bergegas aku pergi dari sana berlari kembali ke atas.
Apakah ini sudah malam?
Tidakk—kurasa belum waktunya, langit tampak gela karena burung pemakan bangkai terbang di atas kapal kami menutupi sinar matahari.
Perfect!
Aku benar-benar sial!
Kapal ini tak kunjung bergerak, di sisi lain belasan hiu sudah menunggu kami di perairan, di tambah lagi adanya burung pemakan bangkai. Apa kami memang ditakdirkan dimangsa di sini?
Burung-burung ini terlihat berbahaya satu dari mereka mulai berani menyerang kami. Menarik baju salah satu orang, dan mematuknya-mencengkramnya berusaha untuk membawanya terbang.
Aku tak bisa membiarkan hal ini berlanjut lebih lama—kulempar apapun yang di dekatku untuk mengusir burung-burung ini. Atas dasar insting yang menggerakkan orang-orang mencari perlindungan ke dalam ruangan.
Alangkah herannya aku, seakan tak bisa menerima ini semua. Pandangan sini bertebaran di mana pun aku memandang. Seorang pria terkapar pingsan—yaa itu adalah pria yang mengaku-ngaku jadi pacarku tadi. Sorotan mata mereka mengatakan bahwa akulah penyebabnya. Karena mereka semua tau aku terlibat dalam pertengkaran pasangan kekasih tadi.
Astagaaa… apa aku sudah jadi pelakor sekarang?
Kesalahpahaman ini tak boleh berlanjut, aku harus membersihkan namaku atas kesalahan yang tak kuperbuat. Ada kalanya, aku harus membela diriku sendiri meskipun harus melawan dunia sekalipun. Karena jika aku tak mampu membela diriku sendiri, bagaimana aku mampu untuk membela atau menolong orang lain? Seringkali seseorang menyalahkan keadaan, karena tak mampu menolong dirinya sendiri, orang itu tak lebih dari seorang pecundang. Rasa takut pasti ada, tapi jika aku tak melawannya, aku akan terjebak selamanya dalam kurungan ini. Karena itu aku memustuskan untuk keluar dari sangkar ini, apapun resikonya.
Walaupun aku bisa mengatasi rasa takutku, tapi yang menjadi masalah utama bagaimana aku bisa membersihkan namaku, jika pria yang mengaku-ngaku jadi pacarku telah pingsan tanpa tau menahu penyebabnya. Lebih baik aku mencari informasi apa yang terjadi pada pria itu saat aku meninggalkan ruangan tadi.