webnovel

The Road Home 6

Aslan memandangi ayahnya dan Bang John yang nampak sedang mengobrol dari balik gerobak bakso yang ada di sekitar kantin sekolahnya. Keduanya terlihat akrab mengobrol bersama. Ia penasaran dengan apa yang sedang mereka bicarakan, namun ia tidak ingin mendekat karena masih kesal dengan sikap ayahnya ketika berada di ruang Kepala sekolah.

"Bakso pakai apa?"

Ucapan Tukang bakso yang gerobaknya Aslan gunakan sebagai tempat persembunyian mengagetkannya. "Ngga, Bang. Cuma numpang ngumpet," ujar Aslan.

Tukang bakso itu tersenyum kecut pada Aslan dan kembali meletakkan mangkuk yang sudah ia siapkan untuk Aslan. Namun, tiba-tiba perut Aslan berbunyi. Aslan merutuki dirinya sendiri yang harus kelaparan di saat seperti ini.

Perlahan ia merogoh saku celana abu-abunya berharap masih ada sedikit uang di sakunya. Aslan kemudian meraih selembar uang yang tersisa dari dalam sakunya dan mengeluarkannya. Matanya berbinar-binar karena ia masih memiliki uang lima ribu rupiah. Ia pun menoleh pada Tukang bakso yang sudah duduk di kursi plastiknya.

"Bang! Beli goceng boleh, ngga?" seru Aslan.

Tukang bakso itu segera bangkit dari kursinya. "Buat Pelajar, sih, berapa aja boleh. Mau pake apa ini?" tanya Tukang bakso sembari kembali menyiapkan mangkuk untuk bakso pesanan Aslan.

"Bihun sama sawi, Bang," jawab Aslan.

"Saos? Kecap? Sambel?"

"Sambel aja sama kecap. Sambelnya dua sendok."

Tukang bakso itu dengan sigap menyiapkan pesanan Aslan. Aslan berdiri di samping Tukang bakso tersebut sambil menunggu pesanan baksonya siap. Begitu bakso miliknya siap, Aslan mencari-cari kursi plastik yang bisa ia duduki untuk menikmati baksonya.

Setelah mendapat tempat duduk, Aslan segera menikmati semangkuk bakso di tangannya dengan lahap. Ia tidak menyadari bahwa Bang John dan ayahnya sedang mengamatinya dari kejauhan sambil tertawa pelan.

-----

Aslan bersedekap dan memiringkan tubuhnya di sofa usang yang menjadi tempat tidurnya. Ia tertawa pelan mengingat peristiwa ketika Bang John yang datang ke sekolahnya akibat ia memukuli kakak kelasnya.

Ia juga mengingat bahwa setelah kejadian itu, kehidupan sekolahnya sedikit berubah. Tidak ada lagi kakak kelas yang mengganggunya meski ia masih tidak memiliki banyak teman. Setidaknya tidak ada orang yang mengganggunya, itu sudah cukup baginya.

Baginya Bang John telah amat berjasa dalam hidupnya. Dan kini saatnya ia membalas kebaikan Bang John dengan cara yang ia bisa. Ia menatap ring di hadapannya sambil tersenyum lebar.

Aslan membayangkan sasana milik Bang John yang kembali bangkit dan bisa menghasilkan petinju-petinju tangguh yang bisa berlaga di pertandingan profesional. Bukan sepertinya yang hanya bisa berlaga di pertandingan tinju liar.

-----

Leon membaca pesan yang masuk ke aplikasi obrolan yang ada di ponselnya. Ia mengernyitkan dahinya setelah membaca pesan yang dikirimkan Nadia padanya. Nadia mengatakan bahwa sore ini, ia tidak akan pulang bersama Leon karena ia akan mampir ke pusat perbelanjaan untuk mencari hadiah bagi saudara kembar Leon.

Leon berpikir sejenak sebelum ia memutuskan untuk segera menelpon Nadia. "Lu di mana sekarang?" tanya Leon begitu Nadia menjawab telponnya.

"Baru keluar gedung," jawab Nadia.

"Oke, tunggu gue disitu," sahut Leon cepat. Ia pun segera mematikan sambungan telponnya dan segera meraih mantelnya. Ia berjalan cepat keluar dari ruang kerjanya.

----

Nadia keheranan sembari menatap ponselnya. Tiba-tiba saja Leon memintanya untuk menunggunya. Nadia menggelengkan kepala dan segera memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku mantelnya. Ia bersedekap menunggu Leon di depan gedung kantor mereka.

"Hei, babe," seru Leon seraya merangkul bahu Nadia.

Nadia menoleh padanya dan mendengus. "Ayo, berangkat."

"Sure," sahut Leon.

Mobil yang akan dinaiki Leon dan Nadia pun tiba di hadapan mereka. Supir pribadi Leon keluar dan memberikan kunci mobil tersebut pada Leon. Nadia terheran-heran melihat Jack, Supir pribadi Leon yang memberikan kunci mobil tersebut pada Leon.

"Lu mau nyetir sendiri?" tanya Nadia pada Leon.

Leon menoleh pada Nadia dan tersenyum lebar. Ia kemudian menganggukkan kepalanya. "Kenapa? Ngga suka kalo gue yang nyetir?"

"Ya udah, cepet buka. Udah dingin, nih," gerutu Nadia.

Leon segera membukakan pintu mobilnya untuk Nadia. Dan Nadia segera masuk ke dalam mobilnya.

"Thanks, Jack," ujar Leon sembari menepuk bahu Supir pribadinya.

Jack mengangguk dan tersenyum pada Leon. Setelah itu, ia pergi berjalan kaki meninggalkannya. sementara Leon berjalan memutar dan masuk ke dalam mobilnya.

Begitu masuk ke dalam mobilnya, Leon segera menyalakan pemanas karena nampaknya Nadia sudah kedinginan di dalam mobilnya. Ia melirik jahil pada Nadia. "Nyawa lu ada berapa?"

"Satu. Semoga nyawa gue yang berharga ini ngga hilang sia-sia gara-gara lu yang nyetir," sahut Nadia.

Leon tertawa mendengar ucapan Nadia. "Lu makin pinter nyindir orang, ya?"

"Gue belajar dari ahlinya," sahut Nadia sembari menatap Leon.

Leon menyunggingkan senyum separuhnya seraya memindahkan tuas persneling dari posisi P ke posisi D. "Jangan lupa baca doa, Nad." Ia tertawa lalu mobil yang ia kendarai mulai melaju di jalanan kota New York yang padat.

----

Leon dan Nadia akhirnya tiba di Macy's dan segera masuk ke dalamnya. Leon langsung menghela napas panjang begitu melihat Nadia yang nampak sangat antusias. Wanita dan department store adalah dua kombinasi yang sebisa mungkin dihindari oleh pria mana pun. Lebih baik mereka beralasan jika seorang wanita mengajak mereka untuk berbelanja.

Karena, begitu wanita masuk ke dalam department store, mendadak mereka akan lupa dengan tujuan awal mereka datang kesana dan mulai memasuki satu demi satu toko yang menarik perhatian mereka. Itulah yang dilihat Leon saat ini ketika Nadia mulai memasuki salah satu toko kosmetik dengan banner diskon di depannya.

"Oke, it's gonna be soo long," gumamnya pelan sembari mengikuti langkah Nadia.

----

Pagi hari Bang John sudah tiba di sasananya. Ia mendapati Aslan yang masih tertidur di sofa usang yang menghadap ke arah ring. Bang John mendekat ke arah sifa tersebut dan menatap wajah Aslan yang masih tertidur pulas.

Baru kali ini ia melihat Aslan yang terlihat bahagia di dalam tidurnya. Bang John berdecak pelan melihat Aslan yang tersenyum dengan mata yang masih terpejam. "Kayanya dia lagi mimpi indah." gumamnya.

Tidak mau merusak mimpi indah Aslan, Bang John memilih untuk membiarkannya tetap tertidur. Paling tidak, ia masih bisa melihat Aslan yang tersenyum tanpa beban. Bang John berjalan pelan ke arah lemari penyimpanan tempat ia meletakkan perlengkapan untuk membersihkan sasananya. Ia berusaha agar tidak menimbulkan suara apa pun yang bisa membangunkan Aslan.

Dalam hening, Bang John mulai membersihkan sasananya yang mungkin sebentar lagi akan benar-benar kehilangan napasnya. Ia merasa sasana miliknya sudah tidak memiliki harapan. Meski begitu, ia tetap berusaha membuat sasananya menjadi tempat yang nyaman bagi Aslan. Ia tidak ingin Aslan kehilangan harapan seperti dirinya.

*****

Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys

and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist yang berisi musik yang saya putar selama menulis cerita ini.

Karya asli hanya tersedia di platform Webnovel.

Hello pembaca sekalian, Terima Kasih sudah membaca karya kedua saya, hope you guys enjoy it..

Jangan lupa masukkan ke collection kalian untuk update chapter berikutnya dan juga berikan dukungan kalian melalui vote, review dan komentar. Terima kasih ^^

pearl_amethyscreators' thoughts
Chapitre suivant