webnovel

BAB 66. TERLUKA

Matahari sudah tinggi saat aku mendengar suara langkah kuda mendekat. Aku segera berlari keluar. Dengan semangat aku menyambut Aryo.

Tapi, tunggu!

Bajunya yang berwarna hitam tampak berbeda.

Itu noda darah. Bajunya basah oleh darah.

Apakah dia sudah membunuh banyak orang ataukah dia terluka?

Kubekap mulutku menyaksikan kengerian itu.

"Ya Tuhan...." rintihku pelan

"Raden!" seru pria yang menemaniku

Kami segera menyambut Aryo.

Aryo segera turun dari punggung kudanya. Jalannya terhuyung. Tubuh Aryo yang seakan sudah tidak mampu lagi tegak.

"Aku sudah memenuhi janjiku untuk menyusulmu." katanya sesaat sebelum dia terjatuh tidak sadarkan diri.

Ya Tuhan! Aryo tidak akan mati, kan?

Bagaimana ini? Kita nyaris di tengah hutan dan jauh dari pemukiman. Tidak ada dokter.

Aku masih syok, saat pria itu berusaha menyeret tubuh Aryo kearah pondok. Tubuhnya lebih kecil daripada tubuh Aryo yang atletis. Dia tampak kesulitan. Aku segera membantunya, begitu kesadaranku telah kembali.

Dengan susah payah, akhirnya kita mampu mengangkat tubuh Aryo dan menaruhnya diatas balai-balai bambu didalam pondok.

"Hei, kamu! Cari dokter! Aku akan merawatnya sementara waktu." kataku kepadanya.

Dia tampak bingung.

"Tabib! Dukun! Apapun itu aku tak peduli. Pokoknya cari orang yang dapat menyembuhkan Radenmu ini!" perintahku.

Dia tampak ketakutan melihatku berkata kepadanya dengan nada tinggi.

Pria itu segera membawa kuda berlari kencang.

Kubuka setiap jendela lebar-lebar. Dengan berhati-hati kubuka baju Aryo yang lengket karena darah.

Dengan air mata terus mengalir, kubersihkan luka-lukanya. Hanya ada air sungai. Aku tidak punya pilihan. Tidak ada alkohol, tidak ada antiseptik. Rasanya lemas melihat luka karena bayonet yang memanjang di dadanya. Kucoba untuk memiringkan tubuhnya untuk memeriksa bagian punggungnya. Ada koyak karena senapan, bahkan proyektilnya masih menancap di punggungnya.

Untunglah tidak terlalu dalam.

Tidak ada alat apapun yang steril untuk mengambil proyektil itu.

Aku tidak pernah sekalipun melihat Aryo meminum minuman beralkohol. Jadi jelas sekali di pondok ini tidak akan ada alkohol.

Hanya ada sendok perak dan beberapa perkakas yang pernah dibawa Aryo dulu, saat kami disini.

Bagaimana aku mengambil proyektil itu?

Dengan perasaan putus asa aku berkeliling mencari-cari sesuatu yang dapat kugunakan untuk mengambil proyektil itu dan menutup luka-lukanya.

Aku menemukan garpu. Dengan segenap kekuatanku dan kutempa dengan batu, ku ubah garpu menjadi alat darurat untuk menjepit proyektil di punggung Aryo. Tapi aku masih riskan. Bagaimana jika itu justru menyebabkan pendarahan? Aku tidak pernah belajar ilmu medis.

Kubuat api dan kubakar jepit yang terbuat dari garpu. Setelah kurasa cukup steril aku bersihkan bekas jelaga yang menempel. Lalu dengan masih gemetar, aku menarik pelan-pelan proyektil itu. Kutekan darah yang keluar dengan kain yang kusobek dari bajuku.

"Ayo...Margaret... pikirkan sesuatu apa yang dapat digunakan untuk merawat luka dalam keadaan darurat!" runtukku pada diriku sendiri.

Aryo bisa mati sewaktu-waktu jika aku tidak segera melakukan sesuatu.

Aku butuh Google. Aku butuh p3k.

Aku jadi merasa sangat bodoh sekali.

Kupegang erat tangan Aryo, seakan ingin menyalurkan kekuatanku kepadanya.

"Kau tidak boleh mati... Kau harus mendampingiku, hingga waktuku disini berakhir.."

Maaf sudah delay beberapa hari up-nya... Karena kesibukan yang luar biasa dalam nyata ??. Happy reading...

Nice_Dcreators' thoughts
Chapitre suivant