webnovel

Identitas Yang Keliru

Éditeur: AL_Squad

"Aku bukan seorang pencuri!"

Di dalam asrama pusat kesejahteraan, seorang gadis berumur-sembilan-tahun menatap kecurigaan semua orang, matanya merah. Dia memiliki sepasang mata besar, mata yang berair dan cantik berseri-seri. Namun, tubuhnya terlihat lemah karena kekurangan gizi.

Melihat semua orang yang memandangnya dengan penghinaan dan kebencian, dia merasa diperlakukan tidak adil dan tersedak, "Giok itu... adalah... giok itu milikku! Aku... aku bukanlah seorang pencuri! Ibuku meninggalkan giok itu untukku!"

"Jadi maksud mu aku mencuri barang-barangmu?!" Berdiri di seberangnya adalah seorang gadis seusianya. Memiringkan kepalanya, gadis itu menatapnya dengan dingin sebelum dia berbalik untuk tersenyum polos pada anak-anak lain.

Dibandingkan dengan nya, gadis itu terlihat manis dan angkuh, seolah-olah dia adalah seorang yang mulia, putri kecil yang berlimpah oleh kasih sayang dari semua orang.

Begitu dia berbicara, anak-anak di sekitar mereka segera datang untuk membela dirinya.

"Kamu jelas-jelas berbohong! Kamu bohong! Mengapa Rou'er mau mencuri barangmu?!"

"Benar, benar! Itu tidak mungkin! Bagaimana Rou'er seorang pencuri? Jelas-jelas, kamulah yang mencuri barangnya!"

Dihadapkan dengan semua kecaman dan pertanyaan mereka, gadis itu tidak dapat memberikan penjelasan apapun yang meyakinkan untuk membela diri. Benar-benar membuatnya sedih, dia mengusap matanya dengan keras dan menangis.

"Itu benar-benar giok milikku! Kembalikan…."

Rou'er memberi tatapan sinis padanya lalu berbalik untuk berbicara kepada semua orang, "Semuanya, itu sudah jelas! Xiaoshi adalah pencuri! Jangan bermain dengannya lagi! Pencuri itu jahat!"

Beberapa anak pun terdorong menganggukkan kepala. "Hu-uhh! Mari kita dengarkan Putri Rou'er! Abaikan dia di kemudian hari! Dia adalah seorang pencuri!"

"Dia adalah seorang pencuri! Xiaoshi adalah seorang gadis nakal! Mencuri barang milik Rou'er, tidak tahu malu!"

Anak-anak tertawa dengan terbahak-bahak saat mereka bubar. Sendirian, gadis itu bersandar di dinding. Dia menahan air matanya saat dia menatap punggung anak-anak lain, dengan erat mengepalkan tangannya.

***

Barisan pria yang mengenakan jas hitam berjejer di luar kantor direktur.

Seorang pria tua yang tampak-energik usianya sekitar lima puluh tahun duduk kaku di sebuah sofa. Satu set pakaian tradisional Tiongkok pada dirinya menampakkan wibawahnya dan di bawah bayang-bayang alisnya mengisyaratkan keganasan..

Dia mungkin mulai menua dalam beberapa tahun, penampilannya sedikit berumur, tetapi dari sosok wajahnya yang tampan, seseorang masih bisa membayangkan betapa mempesonanya dia selama masa jayanya.

Direktur membawa setumpuk dokumen, dengan hati-hati menunjukkannya kepada pria tua itu, dan dengan penuh hormat menawarkannya kepadanya. "Tuan Mu, ini adalah anak-anak yang datang ke pusat kesejahteraan tahun lalu. Semua informasi mereka ada di sini. Mohon untuk dilihat."

Pria tua itu mengulurkan tangannya untuk mengambil dokumen-dokumen itu, melihat beberapa dokumen itu, dan kemudian mengerutkan alisnya. Asisten yang berada disisinya melihat ekspresinya dan mengangkat kepalanya untuk tersenyum pada direktur, bertanya, "Anak itu berusia sekitar delapan hingga sembilan tahun. Bolehkah aku bertanya, dari mereka yang diterima tahun lalu, berapa banyak yang cocok dengan keadaan ini?"

Direktur secara singkat mengingatnya dan dengan cepat menjawab, "Tolong tunggu sebentar."

Pria tua itu terus meneliti dokumen-dokumen, namun matanya tertuju pada sebuah potret keluarga. Dia tiba-tiba mengulurkan tangannya dan menunjuk. "Biarkan ku lihat gadis ini."

Direktur merasa tertegun sebelum buru-buru mengangguk. "Aku mengerti! Aku akan mengatur agar dia bisa bertemu denganmu secepatnya!"

Dia menelepon dan, segera setelah itu, seorang guru membawa seorang gadis.

Rou'er dengan rapi berdiri di depan pria tua itu, dengan kedua tangan berada di punggung dan membusungkan dadanya. Sambil menyeringai, dia berkata, "Kakek, senang bertemu denganmu! Namaku Rou'er."

Pria tua itu tanpa ekspresi menatapnya dan dengan cermat memeriksa setiap inci pada wajahnya. Matanya perlahan menyipit saat dia memandangnya dengan gelap dan suram.

.

Rou'er mengerutkan alisnya. Wajah tampak-ganas dari pria tua ini dan sikap tegasnya agak membuatnya takut. Saat dia mundur beberapa langkah, dia melihatnya tiba-tiba memberikan isyarat kepadanya.

"Kemarilah! Biarkan kakek memperhatikanmu dengan baik!"

"… Baik." Rou'er dengan ragu-ragu mengambil dua langkah ke depan. Pria tua itu dengan lembut memegang bahunya dan mengamatinya dari dekat. Meskipun kesesuaian dalam usia, dia masih merasa bahwa penampilannya maupun fitur wajahnya tidak mirip dengan orang itu.

Penglihatannya dengan perlahan bergeser ke bawah sampai mendarat di batu giok di dekat tulang selangka. Pria tua itu mengangkat sepotong batu giok dan dengan lembut bertanya, "Giok ini..."

Rou'er menegang sejenak sebelum tersenyum manis. "Giok ini diberikan kepadaku oleh ibuku."

Pria tua itu sedikit menyipitkan matanya. Asistennya dengan cepat menyadari situasinya. Dia buru-buru mengeluarkan sepotong batu giok dari sebuah koper dan menyerahkan sepotong giok itu kepadanya.

Dua potong batu giok itu disatukan dan kedua batu giok itu sangat pas.

Tangan pria tua itu sedikit gemetar. Setelah menyaksikan hal ini, asisten memahami niatnya dan berjalan menuju ke direktur. Dia menggumamkan beberapa kata padanya sebelum mengeluarkan suatu cek dengan jumlah besar dari koper dan menyerahkannya kepadanya. Direktur itu menerimanya sambil tersenyum.

Barisan limusin hitam mewah diparkir di pintu masuk pusat kesejahteraan.

Seorang gadis yang tampak muram memanjat pagar besi hitam di kejauhan dan, dengan mata pudar, menyaksikan Rou'er mengikuti sekelompok pria berjas dan memasuki mobil Bentley yang luas.

Saat pintu kendaraan ditutup, Rou'er dengan dingin menyapu pandangannya ke arahnya.

Secara kebetulan, pandangan mereka berpapasan. Rou'er tersenyum licik padanya sebelum jendela mobil tertutup dan kendaraan melaju menuju ke kejauhan.

Dengan demikian, kehidupan dua anak berubah secara tidak terduga.

Chapitre suivant